Made by @Vaylvioo, 07 Juli 2015
Kau Tak Sendiri by Bondan Prakoso
"Masa cuma segini, kerja apa lo dari pagi buta cuma dapet segini!"
"U-uuangnya aku pakai beli obat ibu Bos"
"Alah! Ibu lo itu gak butuh obat! Kubur aja langsung! Pokoknya gua gak mau tau, kurangnya harus lo bayar besok!"
Disaat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah***
Aku pernah berfikir, Tuhan sangat tidak adil padaku. Bagaimana mungkin Tuhan menghukumku dengan semua ini? Aku terlahir dari keluarga miskin yang tinggal di pinggiran kota. Aku harus mengemis demi sesuap nasi. Oh bukan itu saja, aku bahkan harus disusahkan oleh Ibuku yang sakit-sakitan. Entah dosa apa yang telah diperbuat oleh Ayahku dulu, sehingga aku yang harus menanggung semuanya. Untuk anak seusiaku yang seharusnya hanya memikirkan sekolah, aku malah sibuk memikirkan setoran dan makan.
"Assalamualaikum, Aku pulang Bu"
Tak ada pelukan hangat atau sebuah tangan untuk ku cium saat aku tiba di gubuk ku ini. Yah aku sudah terbiasa dengan semua ini. Ibuku mengidap kanker paru-paru yang sudah ia derita sejak kematian Ayah dua tahun yang lalu. Aku hanya bisa pasrah saat Tuhan mengambil Ayahku dan menyiksa Ibuku.
"Ibu, aku bawa bubur buat Ibu"
Keheningan menyapaku saat aku menatap wajah teduh ibuku saat ia tertidur. Setetes airmataku jatuh tanpa kusadari. Segera kuhapus saat kulihat perlahan mata Ibu mulai terbuka. Aku merindukan sosok ibu yang dulu. Sosok ibu yang selalu memarahiku saat aku melakukan kesalahan, menenangkanku saat aku mulai cemas karna kehilangan mainan, membelaku saat Ayah memarahiku. Aku merindukanmu Ibu. Kenapa semuanya harus berubah saat aku mulai nyaman dengan keadaan? Mengapa Tuhan hanya memberiku waktu tiga tahun saja untuk menikmati semuanya? Setelah aku benar-benar nyaman dengan semuanya, Tuhan merenggut semuanya.
"Arif, kamu dengar Ibu nak?"
"Oh maaf Bu, Aku melamun, Ibu bilang apa tadi?"
"Ibu cuma tanya, kamu dapat bubur ini darimana Rif"
"Aku diberi seorang nenek Bu, nenek itu juga memberiku buah Bu, Ibu makan dulu ya buburnya"
Aku tersenyum saat melihat Ibuku dengan lahapnya memakan bubur ini. Seandainya aku bisa menggantikan posisi Ibu, aku bersedia. Aku akan sangat berterimakasih kepada siapapun yang bisa menukarkan semua bebannya padaku.
***
Hari ini aku menjalani rutinitasku seperti biasanya. Bukan untuk bersiap sekolah. Aku mengemis demi untuk makan siang kami nanti. Aku sudah terbiasa dengan semua ini.
"Bu, aku pergi"
Tak ada jawaban dari Ibuku. Aku yakin beliau masih tertidur. Ku tarik kain tipis yang sudah lusuh ini hingga menutupi pundak Ibu. Aku berharap hari ini aku bisa membawa pulang makanan lagi untuk Ibu.
"Pagi Bu Ria, aku titip Ibu yah"
"Iya Rif, hati-hati kamu"
Aku berjalan menyusuri gang sempit di sekitar gubukku ini. Sangat berbeda dengan komplek perumahan sebelah yang luas, jalanan yang di aspal, taman bunga, pepohonan rindang. Sdangkan di sekitar gubukku, jalan yang sempit, kumuh, juga terdapat beberapa pakaian penduduk sekitar yang di jemur di pinggir-pinggir gang. Aku sedikit kecewa dengan keadaan ini. Seakan kesenjangan sosial sangat nyata disini.
"Nenek mau nyebrang?"
"Iya nak tapi banyak mobil, nenek gak berani"
Dengan senyum mengembang mendengar pernyataan nenek ini, aku menuntunnya ke seberang jalan. Aku teringat akan Nenek dan Kakekku di Kuningan. Sejak Ayah meninggal, mereka sudah tidak pernah mengunjungiku dan Ibu lagi. Seakan mereka benar-benar membuang kami. Aku pernah di ceritakan Ibuku dulu, bahwa mereka --Kakek Nenekku-- tidak menyukai Ayahku menikah dengan Ibu. Mungkin dengan kepergian Ayah sekarang membuat Mereka lebih leluasa untuk tidak memperhatikan kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Book 1: Melodies [song-fict]
Historia CortaEvent kedua persembahan dari para member Author Club. Kami membuat event ini, bertujuan untuk mengasah kemampuan menulis dari para member kami. Kami memang belum sempurna, namun kami berusaha memberi yang terbaik agar bisa dinikmati pembaca sekalian...