Mau minta vote biar semangat 💋
***
Sebenarnya Ara tidak perlu repot-repot membuat bekal karena pasti sang Mama sudah memasak walau berangkat subuh pun.
"Ara mau kasih ke teman," katanya saat ditanya.
Dengan segala tingkah, jelas Celo tau siapa, namun karena kantung matanya yang gelap itu ia memilih diam terlelap di atas meja makan.
"Papa bawa bekal aja, berangkat dulu." Sang pria paruh baya sudah sibuk dengan laptop di tangan, mengecup singkat sang istri dan anak perempuannya.
Menepuk sekali kepala Celo, "Papa berangkat, jangan tidur. Kamu kebanyakan begadang gini," ujarnya lantas mengecup pucuk kepala sang anak.
"Pa, uang Celo." Celo masih sempat mengangkat tangan dan berujar.
Papa mengangguk, "Nanti Papa transfer."
Pagi ini, inti keanehan adalah Ara yang masak. Setelah selesai menyiapkan bekal, ia kembali dan melanjutkan aktivitas.
***
Celo menepuk pundak Bima dari belakang, si sasaran hanya menoleh tidak menyapa.
"Lo jadian sama Kakak gue?" tanya Celo lebih dulu.
Bima mengangkat bahu, "Nggak sekarang mungkin, kapan-kapan."
"Cih, mulut cowok." Keduanya berbelok ke dalam kelas, Celo meletakkan tas lantas menyerahkan kunci motor Bima.
Cowok itu menoleh, "Ara berangkat naik motor gue?"
Celo mengangguk, lalu menangkup wajah ke meja. Kenapa ia merasa lelah sekali, apakah karena semalam meladeni Melodi sang pujaan hati?
"Nih, motor Ara." Bima juga menyerahkan kunci milik Ara kepada Adiknya.
Celo menggeleng, "Lo kasih sendiri lah, kenapa gue?"
"Kan kunci gue lo yang kasih, kunci Ara lo yang kasih lah." Celo berdecak tidak terima, lantas mendongak dengan datar.
"Malas, sana ke kelasnya. Sebelum bel masuk nih," ujar Celo lirih. Bima menurut saja, bangkit dan keluar kelas. Celo menghela nafas, ternyata alur cerita Ara benar.
Bima akan menghampirinya.
***
Gadis itu sibuk mengecek apakah telur dadar di kotak bekal masih sesuai bentuknya. Lalu tersenyum, membuat teman sebangkunya, Jesi, jadi ngeri melihatnya.
"Lo ada crush ya?"
Ara menoleh. Menunjuk dirinya sendiri. Mengerutkan dahi dan menggeleng, "Enggak lah."
Nadia datang dengan wajah menguliti, "Bohong."
Ara mendesah kesal, sebal sebab kedua temannya selalu bilang cowok akan takut jika Ara terlalu pintar.
"Si anak basket teman Celo ya?" Tebak Jesi dengan cengar-cengir di wajahnya. Begitu dengan Nadia, memajukan wajahnya dengan serius.
"Dia nggak pernah pacaran lho, yakin suka dia?"
"Siapa yang suka sih!!"
Jesi dan Nadia tertawa melihat temannya menggerutu kesal. "Ya maklum sih, dia pintar juga kayak lo. Cocok deh kalian berdua," lanjut Jesi.
Ara merotasi bola mata, lalu menggeleng tegas. "Gue nggak mu—"
"Ara."
Ketiganya menoleh dengan mulut menganga, melihat orang yang mereka bicarakan tiba. Bima datang dengan senyumnya, "Mau kasih kunci."
Ara sudah menduga, Bima akan ke kelasnya hari ini.
Kedua teman Ara jelas mengeluarkan cie-cie mereka, sedangkan Ara tidak ingin mempedulikan itu. Ia melangkah dengan bekal di tangan kanannya.
"Udah benar, aku parkir di dekat gerbang ya."
Ara mengangguk, "Motor lo gue taruh paling pojok," katanya. Bima memberikan jempol, hendak pamit.
"Gue mau kasih ini." Ara tiba-tiba menyerahkan bekal di tangannya, meringis melihat Bima terkejut tidak karuan.
"Ucapan terima kasih, dan selamat karena menang kemarin malam." Ara mencoba mencairkan suasana.
Bima masih terkejut, ia melirik Ara dengan tulus. "Buat siapa?"
Gadis itu menunjuk Bima, "Buat lo."
Bima menerima uluran tangan Ara, membuka bekalnya langsung. Terlihat telur dadar dengan udang dan tempe, yang dimasak kuah.
"Kalo nggak enak buang aja, gue nggak nyicip soalnya."
Lagi Bima melongo, "Kamu masak?"
Ara meringis, ia sebenarnya tidak pandai memasak. "Iya, kepikiran aja ikutin resep Google." Bima melebarkan senyumnya.
"Kata Celo kamu nggak bisa masak, terus ini kamu masak. Cowok pertama yang dapat masakanmu siapa?"
Ara mematung.
***
"Iya, kepikiran aja ikutin resep Google." Bima semakin terkejut, ia tidak menyangka masakan seharum ini Ara yang memasak.
Bukan apa, hanya saja Celo bilang Kakaknya itu takut kompor.
Bima melebarkan senyumnya, semakin tertarik dengan uniknya sosok Ara di matanya. Semakin jauh ia mengenal Ara, maka semakin besar juga rasa itu tiba.
"Kata Celo kamu nggak bisa masak, terus ini kamu masak. Cowok pertama yang dapat masakanmu siapa?" Terlintas di benaknya untuk tau hal itu.
Ara terdiam, mulutnya ternganga dengan lebar. Ia mengerjapkan mata penuh keterkejutan. Apa Bima salah bicara?
"Sorry," lirih Ara dengan menunduk.
Bima menggeleng, menutup bekal dan tersenyum. "Sorry kalo pertanyaan gue bikin lo... minder?"
Ara menggeleng, memaksakan mulutnya tertarik. "Lo yang pertama dapat masakan gue setelah delapan belas tahun."
Kali ini bukan Ara yang menganga. Namun, si lebih tua yang melongo dengan tangan terkepal. "Serius?" tanya Bima.
Dalam hatinya, yess!!
Ara mengangguk kaku, "Sorry kalo lo merasa gue nggak bisa masak, gu—"
"Aku suka." Bima menyela cepat, lalu terkekeh melihat Ara terkejut dengan jawabannya.
"Su-Suka?"
Bima mengangguk, ia menunjuk bekal yang ia bawa.
"Makasih makanannya, besok aku ganti. Aku pasti suka." Lalu melangkah kembali ke kelas sebelah.
Sedangkan Ara sudah terdiam dengan hati bergejolak, ia tidak suka Bima. Tolong jelaskan perasaan itu.
"Suka," katanya dengan pelan. Ia melangkah kembali, ia kira suka kata Bima adalah hal lain. Apa yang otaknya pikirkan ini? Sungguh memalukan.
Jesi dan Nadia tertawa melihat wajah tegang Ara, "Gimana? Lo nembak dia?"
Ara memukul lengan Jesi sebal, "Mana mungkin ada yang suka gue, ngaco lo!" Ia mendudukkan diri, lalu menoleh saat lengannya ditarik lembut.
"Ara, sorry. Will you be my girlfriend?"
***
Oh, man!! Bima keduluan, siapa nih?
Tunggu bab selanjutnya, see u babay!!🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari untuk Desember [continue]
عاطفية[iamgigi_] 🚫𝐀𝐑𝐄𝐀 𝐀𝐍𝐓𝐈 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐑𝐈𝐒𝐌𝐄🚫 [[‼️Perubahan cerita dari Teman Tapi Mantan]] Baca nggak!!? Maksa, kalo nggak Jakarta dan sekitarnya aku acak-acak! ••• Sosok yang hidup sebagai sulung itu harus berhadapan dengan kisah cintany...
![Januari untuk Desember [continue]](https://img.wattpad.com/cover/371152764-64-k103504.jpg)