Aku tunggu jejak komen nya!
...
Bima mengusap rambutnya yang basah, entah ada apa ia bangun terlalu pagi tadi. "Bu, masak apa?" Masih dengan handuk di bahunya, ia menuju dapur.
Ibu mengangkat ikan, "Kamu mau bawa bekal?"
Bima menggeleng, memilih membantu Ibu mengangkat ikan dari wajan. Bima tiba-tiba kepikiran, ia menoleh sejenak. "Ibu nyaman ada Ayah?"
Ibu mengangguk tanpa ragu. "Bagaimana juga, itu Ayah kamu lho, Bim. Nggak baik marah kayak gitu," kata Ibu.
"Lagian, udah hampir bertahun-tahun kita nggak satu rumah sama Ayah, kamu enggak rindu?" tanyanya lagi. Bima menatap penggorengan dengan diam.
"Kalau kamu pikir Bimo meninggal karena Ayah, itu salah, Nak." Bima langsung menoleh segera, apa maksudnya salah?
"Bimo memang meninggal gara-gara Ayah, Bu."
Ibu tersenyum, menghela nafas sebentar lalu menoleh lembut. "Kamu bangunin Adikmu sana, udah mau jam setengah enam."
***
Bima menurunkan kedua adik kembarnya, Dina dan Adim. Setelah menerima uang jajan dari Bima biasanya mereka akan segera masuk. Seperti Dina baru saja.
Namun, Adim tidak.
"Kenapa lo?" tanya Bima.
Adim mengeratkan pegangan pada tas miliknya, "Bang, Adim nggak jadi beli sepatu bola deh."
Kening Bima mengerut, sosok seperti ini bukan Adim banget. "Kesurupan apa lo?" tanyanya.
"Ck, serius ini aing. Abang simpan aja uangnya dulu," katanya. Bima hanya mengangguk saja, takut-takut Adim berubah pikiran lagi untuk membeli.
***
Setelah melepas helm ia segera melangkah ke kelas, matanya menangkap sosok yang baru saja datang dengan motornya. Ia mendekat, "Dimas."
Cowok itu menoleh terkejut, "Ah, Ara. Hai," katanya ramah.
Setelah selesai melepas helm, Dimas segera melangkah dengannya menuju kelas. Ara menggenggam ujung seragamnya. "Ada yang mau gue omongin," ucap si gadis.
"Personal banget ya?"
Ara mengangguk, lebih cepat lebih baik, pikirnya. Dimas tersenyum, "Di kantin aja mau? Sambil makan siomay," katanya.
Mereka melangkahkan kaki, membiarkan beberapa anak saling bisik melihat mereka berjalan berdampingan. Dimas yang banyak disukai teman-temannya, sosok friendly dan asik, siapa yang menolak?
Menjadi anggota OSIS, bahkan mantan calon ketua OSIS. Dikenal banyak kalangan guru, dikenal adik kelas atau kakak kelas. Rajin, pandai, dan murah senyum.
Maka di sinilah mereka, duduk di bangku panjang kantin. Ara membiarkan Dimas memesan makan, sebelum cowok itu menoleh sempurna menghadapnya.
"Mau ngobrol apa?"
Ara memainkan jam pada pergelangan, bimbang. Ia memberanikan diri menatap mata Dimas, "Lo beneran suka gue?"
Dimas tertegun sejenak sebelum terkekeh, "Gimana cara gue buktiin, kasih tau gue," jawabnya.
Ara menghela nafas kecil, "Gue banyak-banyak berterima kasih atas perasaan lo selama ini."
Dimas hanya tersenyum, mengerti arah pembicaraan selanjutnya.
"Sama-sama, jangan merasa terbebani atas ungkapan gue, ungkapin aja apa yang mau lo sampaikan," katanya lega. Ara semakin memutar otaknya, tangannya tidak berhenti meremas ujung tali ranselnya.
Dimas mengerti kegelisahan itu, ia dengan berani mengusap punggung tangan gadis di depannya. Ia tersenyum lebar, "Jadi, mau bilang apa lagi?"
Ara menggigit bibir dalamnya, "Tunjukkin ke gue rasa cinta lo, gue akan berusaha."
Jemari Dimas berhenti mengusap punggung tangan Ara, ia malah mengerutkan keningnya. Tidak sesuai alur ternyata.
"Lo mau terima gue?" Tidak kalah bahagianya, Dimas juga berbunga-bunga mendengar penuturan tersebut.
"Buktikan ke gue, gue perlu untuk... tau."
Senyum Dimas melebar, "Oke, gue akan tunjukan."
"Lo nggak keberatan?" tanya Ara memastikan, cowok itu dengan santai menggeleng. Ia merasa dengan begini sudah lebih baik, setidaknya tidak menggantung.
Ara tersenyum kecil, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Hatinya terasa mengganjal, apakah ia salah?
***
Celo baru saja datang, ia menatap segera ke dalam kelas. Oke, ada Bima.
"Cok, lo tau si Dimas dekat-dekat Ara?"
Bima terkejut, hanya menoleh dengan sengit. "Gue udah bilang ke lo, Dimas suka sama kembaran lo itu!" Bukankah Bima sudah bilang?
"Ish, bukan sekedar suka. Dia udah makan bareng, lo sih nggak ikutan gosip."
Sejenak kegiatan menggulir ponsel terhenti, ia mengerutkan kening dengan tajam. Makan bersama?
"Serius makan di kantin, gue nggak bohong. Jangankan gue, anak kelas sebelah aja juga tau," cerocos Celo membara.
Bima tersenyum, mengangguk sekilas dengan santai. "Itu pilihan dia, gue nggak baik ikut campur. Lagian kita bersaing sehat."
"Serius lo ngomong gitu?"
"Lagian, Cel. Ara itu masih diusia bingung, namanya juga cinta-cintaan. Dia harus milih, itu pasti susah," jelas Bika sibuk dengan ponsel.
Celo mendesah, "Kayak lo dewasa aja."
"Gue emang udah dewasa, bro."
Celo melotot, "Lo suka lihat yang plus plus ya?"
"Itu lo, gue dewasa di jalan yang benar." Celo berdecak merasa tersakiti.
"Enak aja, gue juga di jalan yang benar. Nggak ada gue nonton gituan."
Bima menghela nafas, ia menoleh geram. "Ya udah, diam."
Celo lantas menepuk bahu Bima tegas, "Heh, mau gue kasih cara bu—" Celo langsung melotot saat mulutnya di bekap kencang Bima.
Sang cowok hanya mengerutkan dahi serius dan menggeleng, "Lo sesat."
"Kampret!"
***
Sepertinya benar apa kata Celo, gadis itu sedang dekat dengan ketua kelasnya. Bima hanya bisa berjalan lesu saat melihat Dimas dan Ara tengah tertawa di lapangan besar.
"Ciah, galau nih ceritanya?" tanya Celo menyenggol lengan temannya sengaja.
Bima mengangguk jujur, "Kalau udah takdir, nggak akan kemana."
"Iya sih, benar. Cuma ya lo berusaha dikit kek, lo lihat diri lo sendiri, baru sehari loh. Belum seminggu," jawab Celo geram.
"Gue duluan," kata Bima menepuk bahu Celo. Menjauh meninggalkan lapangan dan menuju parkiran. Sebagai sahabat yang baik, Celo hanya bisa menahan tawanya melihat Bima.
***
"Tapi emang lo nggak lapar?" tanya Ara melirik arlojinya.
Dimas menggeleng, "Lo lapar ya? Mau cari makan?" Ara terdiam, menatap sosok yang menjauh dari lapangan dengan buru-buru. Bima.
"Lo mau cari makan?" Dimas membeo.
Ara tersadar, menggeleng lalu tersenyum kecil. "Gue pulang aja, udah makin sore. Ayo," ajak Ara.
Mereka melangkahkan menjauh, Dimas jelas tau siapa yang Ara awasi sejak tadi. Bahkan sebenarnya ia sadar, Celo masih berada di ujung lapangan menatapnya.
"Ra, lo mau kasih kesempatan ke Bima juga?"
***
Kalo di bab ini, kalian pilih Bima apa Dimas? AKU SIAPA AJA MAU😽
Komen dan vote, see u babay!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari untuk Desember [continue]
Romance[iamgigi_] 🚫𝐀𝐑𝐄𝐀 𝐀𝐍𝐓𝐈 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐑𝐈𝐒𝐌𝐄🚫 [[‼️Perubahan cerita dari Teman Tapi Mantan]] Baca nggak!!? Maksa, kalo nggak Jakarta dan sekitarnya aku acak-acak! ••• Sosok yang hidup sebagai sulung itu harus berhadapan dengan kisah cintany...
![Januari untuk Desember [continue]](https://img.wattpad.com/cover/371152764-64-k103504.jpg)