Part 5 (Falling In Love)

129 104 25
                                        

Dua hari ini tidak ada pulang petang, dua hari ini tidak ada belajar bersama Ara pulang sekolah. Gadis manis itu belum berangkat sekolah.

Bima menoleh pada Celo, "Gue jenguk Ara boleh nggak?"

Celo menoleh, "Serius lo mau jenguk nenek lampir itu?" Bima mengangguk serius.

Setelahnya Celo hanya pasrah mengiyakan, akhirnya sore ini Bima mampir.

"Jangan heran ya kalo ketemu dia, habis tragedi kecelakaan itu otaknya agak aneh."

Bima tersenyum saja, "Kayak lo nggak aneh aja."

Celo mencibir sebal.

Motor keduanya melaju bersama, sampai di rumah besar milik Celo. Gerbang terbuka, motor Bima terparkir rapi di halaman.

Kakinya melangkah ragu, tiba-tiba dadanya jadi berbunga. Ia tersenyum saat ternyata Ara duduk di ruang tamu dengan mulut penuh. "Hai," sapa Bima dulu.

Matanya melotot, ia tersenyum lalu menurunkan kakinya. "Masuk, masuk," sambutnya.

Celo ke belakang membiarkan Bima senam jantung sendiri. "Gimana kabarnya?"

Ara tersenyum, "Udah bisa berdiri dan jalan-jalan, cuma gue masih parno kalo tiba-tiba jatuh." Bima mengangguk.

"Udah cek up lagi?"

"Udah, perban juga udah ganti. Katanya besok udah boleh sekolah," jawab gadis tersebut.

"Udah bisa makan pakai tangan kanan berarti?" Tawa Ara pecah, yakin jika Celo yang bercerita tentang hal ini.

"Udah bisa lah, alasan gue aja sebenarnya, lo ke sini mau jenguk gue apa main sama Celo?"

Senyum Bima mengembang, "Yang pertama," katanya.

Ara terkekeh kaku, "Beberapa hari lagi olimpiade, tenang aja gue belajar kok. Jadi bisa dipastikan kalo setidaknya kita bawa piala," ucap Ara.

Cowok di depannya tersenyum lembut, "Aku tau kalo kamu udah pintar, nggak mungkin nggak bawa piala." Mereka terkekeh.

"Oh, tapi lo nggak apa-apa ribet sama gue ke depannya? Yakin banget kalo gue bakal ngerepotin sih." Bima mengangguk santai.

"Biasa aja lah, yang penting kamu nyaman aja."

"Eitsss, tolong tuan dan nyonya jika bahas pelajaran jangan keras-keras. Otak saya sudah karatan ini," sambar Celo datang membawa sirup dingin.

Ara menepuk sekali pantat Celo sampai mengaduh, "Berisik banget sih." Bima menggeleng geli.

"Lo yakin masih berangkat olimpiade? Kaki lo bisa bikin Bima kewalahan nanti," kata Celo menyeruput minumnya.

Bima menggeleng, "Aman lah, udah jangan dengerin Celo. Kalo kamu bisa ya pasti bisa," semangatnya.

Celo memajukan bibirnya dengan geli, "Najis banget gue dengernya."

"Bim, kalo nggak keberatan main ke sini buat belajar bareng, boleh?" tanya si mungil.

Celo memutar kedua bola matanya jengah, jangan sampai tiap hari harus dengar materi di sekolah ia dengar di rumah juga.

"Boleh kok," jawab sang empu. Celo lupa, mana bisa orang kasmaran seperti Bima menolak Ara. Mustahil.

"Oh, aku lupa. Kamu follow akun Instagram ku?"

Uhuuuk uhukk....

Tangan Ara mulai dingin. Itu kesalahan tanpa sengaja malam itu.

Celo tertawa lepas, "Katanya nggak mau stalker Bima, akhirnya lo ju—emph!" Mata Celo melotot saat mulutnya di tutup cepat tangan Ara.

Januari untuk Desember [continue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang