"Ara, sorry. Will you be my girlfriend?"
"Enteng banget mulut lo anjing!" Dari belakang teman cowoknya memukul kepala yang baru saja confess.
Dimas, sang ketua kelas yang memukul temannya meringis. "Sorry, Ra. Andro baru aja kobam, makanya jadi gini," lanjutnya.
Andro melotot tidak terima, "Kan lo yang nantang!" Tidak terima di salahkan ia juga memukul kepala Dimas keras.
Dimas meminta maaf sebelum akhirnya memiting kepala Andro menjauh, kembali ke bangku mereka dengan Dimas bergumam ceramah.
Dimas menarik telinga temannya itu, "Nggak gitu caranya, bisa-bisa gue lengser sebelum waktunya!" Andro terkekeh.
Andro melirik cewek yang baru saja ia ajak pacaran, "Kalo lo nggak keburu, lo tinggal milih. Nunggu di tikung gue, apa si Abimanyu dari kelas sebelah," katanya menggoda.
Dimas menghela nafas, "Lo pikir ngajak pacaran dia gampang?"
Andro mengangkat kedua tangan, "See? Lo lihat gue segampang itu ngajak pacaran?" Dimas berdecak.
"Dan lo nggak lihat, segampang itu juga dia jijik lihat lo."
"Adeh, lieur."
Andro menggeleng tidak merasa bersalah, "Dengar, bro. Si Ara itu udah dekat sama Abimanyu, dan si Abimanyu itu udah dekat sama adiknya Ara." Mata Dimas melotot baru menyadari itu.
"Lo mau nunggu di tikung siapa?"
Dimas menarik bukunya, "Nggak akan ketikung!"
***
Jam pulang baru saja berbunyi, Ara segera keluar kelas setelah menyelesaikan bagian menyapu kelas. Langkahnya terhenti tiba-tiba saat Bima memanggilnya keras.
"Baru pulang?" tanya Bima.
Ara mengangguk, "Piket, lo kenapa baru keluar?" Bima menunjuk satu wadah kosong di tangannya. Membuat alis Ara menyatu.
"Lo jualan?"
Bima menggeleng, "Cuma titip, mau aku kasih tapi udah habis." Ara terkekeh mendengar penuturan cowok di sampingnya.
"Besok aku bawain risol Ibu," katanya.
Ara melotot kecil, "Ini yang di stand Bu Nor ya? Ih, gue sering beli."
"Ternyata punya lo, tau gitu gue beli di pabriknya langsung." Bima tertawa mendengar Ara berkata demikian, langkah mereka terus menuju parkiran.
"Enak," kata Bima.
Ara menoleh bingung, "Risolnya?"
Cowok itu menggeleng, menatap si mungil. "Masakanmu, enak."
Ara terperangah, namun mengangguk kecil senang.
Bima menoleh, lalu tersenyum. "Mau aku bawain risol istimewa besok?" Mata Ara berbinar.
"Mau."
Bima menunjuk Ara, "Tapi aku mau bekal lagi, enggak gratis." Ara tertawa, lantas memukul lengan Bima geli.
"Iya, boleh."
Mereka berhenti, harus berpisah ke tempat parkir sendiri-sendiri. "Gue pulang dulu, besok gue bawain bekal."
Bima mengangguk, "Besok aku bawain risol juga, hati-hati di jalan." Ara memberikan jempol sembari melangkah ke belakang perlahan-lahan.
Bima tertawa, "Awas tembok."
Benar, Ara menabrak tiang di belakangnya. Meringis malu lalu berlari menjauh. Sedangkan sang lebih tua hanya tertawa melihatnya, merasa bahwa akan gila jika hari-hari seperti ini.
***
Bima mendarat di teras rumah dengan selamat. Lagi, hari ini mendapati bahwa motor pria yang akhir-akhir ini datang, kembali lagi.
"Bang, ngapain?" Adi dari belakang menegur sang abang. Jam sudah menunjukkan pukul empat lebih, tidak berniat menjawab Adi, cowok itu melepas sepatu.
Melangkah masuk, dan benar saja pria itu tengah menata makan malam di ruang makan. Ibu hanya duduk melihat anak-anaknya berbaur dengan sang Ayah.
"Bang, makan dulu. Ibu nggak terima penolakan," katanya.
Tidak berniat menolak juga, Bima mengangguk dan menyalami kedua orang tuanya. "Bima ganti baju dulu, Bu."
***
Usai berganti baju, Bima menghela nafas lalu melangkah keluar. Segera cowok itu menarik kursi mendudukkan diri, Adis melirik mencoba mengerti.
"Ada yang nggak suka ayam?" tanya Dina meletakkan satu piring berisi dada ayam.
"Buruan atuh, Kak. Lamanyoo," tegur Adi.
"Kak, tolong sendok," pinta Raka.
Dina kembali lagi ke dapur mengambil sendok, Bima hanya terdiam. Menarik nasi dan mengambilnya, Ibu tampak tersenyum malam ini.
Dina kembali dan bergabung, malam ini adik-adiknya tertawa. Bima di ujung terdiam mengamati, sungguh lama ia tidak merasakan hal ini.
Ibu dan Ayah yang tersenyum saling berbagi makanan, dan Adis, Adim, juga Dina yang berebut centong nasi. Ada Bara yang diam dalam pangkuan Raka. Sedangkan Adi yang bagian menghibur Bara.
Dan Bima? Tentu hanya diam menikmati canda tawa di meja makan hari ini.
"Bang, sepatu baru gimana?" tagih sang adik.
Bima mengangguk, "Akhir pekan, sekarang lo nabung-nabung dulu aja." Adim mengangkat jempol dan berseru riang.
"Bang, Ayah mau ngomong sama kamu," kata Ibu di sela-sela tawa adiknya.
Bima menghela nafas, "Jangan sekarang ya? Bima lagi capek, Bu. Besok aja," katanya.
"Bang, Ayah cu—"
"Nggak apa-apa, Abang istirahat dulu aja. Besok kita ketemu ngobrol," sela Ayah dengan segera. Lantas mereka tidak lagi memaksa Bima legawa.
"Bang, lihat. Raka bisa gendong Bara," teriak anak sekolah dasar itu. Bukan marah, Bima malah terkekeh.
Cara Raka mengangkat Bara dengan kaku dan ragu, Dina yang melihat segera turun dari kursi dengan omelan. "Dikasih tau jangan kayak gitu, kalo tiba-tiba jatuh gimana?"
"Apa sih, Kak. Kuat atuh ini," balas Raka ikutan teriak.
"Jangan, turun nggak!"
"Dasar bawel," ketus Raka menyerahkan Bara.
Dina segera mengambil alih, kembali duduk ke kursinya. Tidak berselang lama, Ibu berteriak, "Adis turunkan kakimu!"
Adis tersenyum, menurunkan kakinya dari kursi.
"Bang, apaan sih sakit eta." Adis mengaduh saat kakinya di cubit dengan keras oleh Adim. Sedangkan di sebelahnya, Adi tertawa terbahak-bahak.
Ayah hanya menimpali celotehan Bara di pangkuan Dina.
"Udah lama ya," ujar Bima tiba-tiba. Cowok itu tersenyum lebar, mengaduk sayur di depannya lalu memindahkan ke piringnya.
"Udah lama apa?" tanya Dina.
Bima terdiam, masih tersenyum sembari menyuap nasi ke mulut. Semua terdiam menunggu Bima menelan. Yang geram hanya menginjak kaki Bima.
"Buruan atuh, Bang. Lama banget cuma nelen nasi, dikunyah tiga puluh tiga kali apa gimana?!" Adis menggerutu.
Bima tersenyum, "Udah lama kita nggak ketawa di meja makan."
Semua hanya diam, terlebih Ayah. Bima melirik pria paruh baya itu, hanya tersenyum kecut mendengarnya. Sebelum Ayah mengeluarkan suaranya, Bima menyahut lebih dulu.
"Selanjutnya Ayah makan malam sama kita aja."
***
Guys, Bima itu yang benci Ayah. Cuma belum bisa dekat aja, karena masa lampaunya.
Mau aku buatin flashback deh kapan-kapan.
So, vote komen dulu>>
See u babay💌
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari untuk Desember [continue]
Storie d'amore[iamgigi_] 🚫𝐀𝐑𝐄𝐀 𝐀𝐍𝐓𝐈 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐑𝐈𝐒𝐌𝐄🚫 [[‼️Perubahan cerita dari Teman Tapi Mantan]] Baca nggak!!? Maksa, kalo nggak Jakarta dan sekitarnya aku acak-acak! ••• Sosok yang hidup sebagai sulung itu harus berhadapan dengan kisah cintany...
![Januari untuk Desember [continue]](https://img.wattpad.com/cover/371152764-64-k103504.jpg)