Vote dulu nggak sih? Terlalu malam kah? Mianeee~ bontot kelelawar memang!!
***
Bima mendorong motor Ara, sedang sang pemilik menaiki motornya. Ia sudah bilang untuk membawa pulang motornya saja, namun jawabannya hanya singkat.
"Takut lo yang kena begal, kan gue jadi bersalah nanti."
Senyum Bima masih merekah, Ara mengendarai motornya dengan pelan. Sejajar dengan langkah Bima, cowok itu menoleh, "Kamu pulang aja."
Ara masih melaju pelan, "Enggak."
"Kenapa bisa bocor?" tanya Bima mencari topik. Ara memutar bola matanya dengan kesal.
"Ada topik yang lebih masuk akal? Kalo ban bocor gue mana tau, Abi." Mereka tertawa terbahak-bahak.
Gadis itu menoleh pada Bima, "Kata Celo lo anak pertama? Adik lo berapa?" Bima mendongak, menatap bintang di atasnya. Seolah berpikir lalu menghela nafas.
"Ada banyak."
Ara mengangguk, masih melaju perlahan di sisi Bima. "Adik lo masih kecil semua? Nggak ada yang sebaya kayak Celo gitu?" Langkah Bima berhenti.
Ara menghentikan gas motornya.
"Kenapa?" tanya Ara bingung.
Bima menggeleng, menurunkan standar motor dan berjalan menuju trotoar. Mendudukkan diri, di belakangnya Ara mengerutkan kening. Namun, tetap memilih mengejar langkah Bima.
"Aku aslinya kembar," ujar Bima sesaat Ara mendudukkan diri di sampingnya.
Ara melongo, "Serius, siapa kembaran lo?"
Bima tersenyum, ia mengambil ponselnya dan menunjukkan salah satu foto di album favorit. Dua anak laki-laki dengan senyum dan wajah yang sama.
"Bimo. Namanya Bimo, dia dua menit lebih tua dari gue. Tapi, di umurnya baru eman tahun, Tuhan lebih sayang sama dia."
Ara menaikkan alisnya terkejut, "Sorry, Bim. Gue nggak bermaksud bikin lo sedih," tuturnya. Bima tersenyum lalu menggeleng.
Ara mengusap punggung Bima, "Lo kuat banget ternyata."
Cowok di sebelahnya terkekeh, ia sering mendengar perkataan itu.
"Tapi lo butuh sandaran ya?" Tapi tidak dengan ini, Bima menutup matanya dengan kedua telapak tangan.
Bima mengerjapkan mata menahan air matanya. Ara tersenyum tipis, "Lo lelah ya?"
Tidak ingin Ara mengerti seberapa lemah aslinya. Bima menangkup wajah pada kedua tangannya.
"Sorry," lirihnya.
Ara menggeleng khawatir, ia merangkul bahu sang lebih tua ke dalam dekapannya.
Tiba-tiba Bima terkekeh, ia mengusap pipinya dengan kasar. "Jangan kasih tau anak lain ya." Ara mengangguk dengan memajukan bibirnya.
Ia merasa sangat bersalah, "Maaf Bim, gue nggak bermaksud bahas Bimo." Cowok itu mengusap lengan si mungil.
"Bukan salah kamu, semuanya udah takdir."
"Tapi kalo nggak gara-gara gue, lo nggak a—"
"Enggak, Ara. Bukan salah kamu, stop minta maaf," potong Bima. Cowok itu tersenyum lebar, lantas melirik foto di ponselnya.
"Dia suka basket, dia yang ngajarin aku belajar basket."
Ara mengangguk, menatap foto dengan wajah cowok di sisinya itu. "Emang mirip, enggak ada bedanya." Bima tersenyum simpul mendengarnya.
"Dia juga suka makan kerak telur, terakhir dia minta kerak telur tapi aku nggak sempat beli. Ibu nggak punya uang dulu," lanjutnya lagi.
"Waktu itu cuma ada aku, Bimo, sama orang tuaku." Bima mendongak, menatap bintang-bintang yang seakan menguatkan dirinya.
Apa kabar Bimo di sana?
"Sampai sekarang, aku belum bisa dekat sama Ayah." Ara mengedipkan matanya, menatap sisi wajah Bima yang tersenyum dengan tulus.
"Ayah bunuh Bimo," lirihnya dengan hela nafas perlahan. Ara membulatkan mata, menutup mulutnya dengan kedua tangannya, tidak menyangka berita-berita di televisi ia dengar langsung dari temannya.
Sungguh, benarkan itu pembunuhan?
"Tapi Ayah nggak ditangkap, karena bukan salah Ayah."
Ara semakin mengerutkan kening, tidak mengerti maksudnya. Bima menatap Ara, "Lain kali aku ajak main ketemu Ibu, aku nggak sekuat Ibu kalo cerita kayak gini," sahut Bima dengan kekehan di akhirnya.
"Bima."
"Jangan kasihan sama aku, aku nggak suka." Bima tersenyum lebar, menyipitkan matanya lalu mengangkat tangan berniat mengusap surai rambut sang gadis.
Namun, tertahan di udara.
"Sorry aku lancang." Segera Bima menarik tangannya itu, bukan, bukan takut Ara marah.
"KUTU BABI!!"
"Gue cari di rumah, ke rumah Bima, ternyata pacaran di sini. Kampret lo berdua!!" Motor tidak asing itu berhenti dengan ocehannya.
Bima terkekeh melihat Celo berantakan, "Apa kabar, bro?"
"Mau mati! Gue pikir lo di begal, di telefon cuma berdering." Celo melepas helm lantas mendekati keduanya.
"Lo pulang sama gue aja," kata Celo menunjuk Bima.
Bima mengangguk, "Ara gimana?"
Celo menghela nafas pendek, "Lo naik motor Bima pulang ke rumah, motor Kak Ara biar gue sama Bima yang ngurus, sana pulang." Bima tertawa, mengerti maksud terselubung Celo.
Ia tidak mau Jono—motornya—terkena musibah lagi jika dibawa Ara. Selain orang tua, Melodi sang kekasih, Jono juga bagian hidup temannya itu.
"Ya udah, gue bawa pulang dulu ya, Bim."
Setelahnya Ara menghidupkan motor Bima, ia melirik Celo tajam. "Jagain Bima."
Jantung Bima hendak meloncat mendengar perkataan Ara, sedangkan Celo melotot terkejut. Ia menunjuk kedua insan yang saling diam itu, "Kalian udah pacaran ya?"
Bima menepuk jidat Celo, "Mulut lo."
Ara tersenyum kecut. Bima menghadap Ara, "Jawaban pertanyaan kamu di olimpiade tadi, karena kamu istimewa, Ra. Hati-hati ya," ujar Bima sekali nafas.
Lantas Ara melongo terkejut, namun urung bertanya. Hanya mengangguk kaku dan melajukan motornya meninggalkan kedua cowok itu.
JANTUNGNYA MULAI TIDAK AMAN.
Celo di samping Bima mengernyit, "Pertanyaan apa?"
"Yang olimpiade-olimpiade aja, ayo buruan ke bengkel."
***
Bima membuka matanya, hari ini adalah Rabu. Sepandai-pandainya Bima, ia tetap tidak jago di bahasa Inggris. Jika tidak berangkat, maka siap-siap Ibu akan melemparkan pancinya.
Menarik ponsel di atas bantal, melirik sekilas lalu terkekeh geli. Ara spam banyak sekali pagi ini.
Tok... tok!!!
Ketukan pintu kamar dengan keras membuat Bima menggerutu, "Hm, siapa?" Bima menjawab malas, lantas bangkit membuka pintu kamar.
"Bangun, Bang. Mandi, makan, terus berangkat pagi, Dina ada piket hari ini."
Siapa lagi jika bukan sang ratu kedua yang mengomel, lantas meninggalkan Bima setelah berhasil.
Bima segera kembali untuk bersiap mandi, ia mengambil handuk di depan rumah. Lantas mengerutkan dahi, lalu tersenyum kecil melihat motor Ara masih di rumahnya.
"Si mungil itu khawatir sama gue," ujarnya kesengsem.
***
Bahaya, siaga satu senyum-senyum sendiri!!
Guys, vote nya mana?
See u babay!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Januari untuk Desember [continue]
Любовные романы[iamgigi_] 🚫𝐀𝐑𝐄𝐀 𝐀𝐍𝐓𝐈 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐑𝐈𝐒𝐌𝐄🚫 [[‼️Perubahan cerita dari Teman Tapi Mantan]] Baca nggak!!? Maksa, kalo nggak Jakarta dan sekitarnya aku acak-acak! ••• Sosok yang hidup sebagai sulung itu harus berhadapan dengan kisah cintany...
![Januari untuk Desember [continue]](https://img.wattpad.com/cover/371152764-64-k103504.jpg)