PART 12 (Aku atau Dia)

88 69 13
                                        

(Mabuk Cinta - Armada)

Jam enam Bima sudah siap, pagi ini ia berangkat pagi. Sedangkan yang membonceng yang harus terburu-buru, Adim menggerutu, "Abang sukanya gitu."

Bima menoleh garang, "Gitu kumaha?"

Adim menghela nafas berat, lalu akhirnya bangkit. "Bikin malas, buruan ayo!"

Selanjutnya Dina juga menyusul, setelahnya motor itu berisi tiga orang seperti biasa, melaju meninggalkan rumah.

***

"Bang Bima ih, kenapa lewat sini sih?"

Adim yang dihimpit Bima dan Dina mengeluh, dari belakang Dina membekap mulut Abangnya satu itu. "Berisik banget gila, sia bacot pisan!" katanya.

Begitulah nasib hari ini, berniat datang awal, ternyata polisi juga datang awal.

"Kenapa ketinggalan sih, SIM nya?" gerutu Adim.

Bima mendesah, "Kemarin aing keluarin dari dompet, udah jangan banyak tanya. Nyangkut di jemuran mampus lo," katanya.

Di gang selebar satu setengah meter itu motor Bima dihimpit. Senggol kanan dikit cangcut nempel. Senggol kiri dikit, bonyok terkena dinding.

Tidak membutuhkan waktu lama, lima menit setelahnya mereka bebas.

Motor Bima berhenti persis di gerbang depan sekolah kedua adiknya, Dina lebih dulu meninggalkan Bima setelah bersalaman. Adim hanya mengusap peluh dengan kesal.

"Tau gitu, aing ikut Mang Jalu naik angkutan umum." Lalu menyalami Bima dan berjalan menjauh.

***

Ara melangkah gontai sembari membawa tepak biru kesayangannya. Entah kenapa, hari ini perasaannya sangat baik.

"Ara!" Tubuhnya berhenti saat suara cowok menyapanya, ia terkejut melihat Dimas berlari dengan membawa satu tepak biru persis miliknya.

Dimas tersenyum, "Mau ke kelas?" Ara mengangguk, mereka melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Sedikit, Dimas melirik gadis sebelahnya. "Bekal kita sama," katanya.

Ara tersenyum, "Emang dasarnya pasaran, maklum sih."

"Enggak, gue yang ikut-ikut lo." Ara mengerutkan keningnya, namun tidak berusaha mengulik. Cowok di sebelahnya berdeham.

"Lo nggak mau tanya?"

Ara mendongak, "Kenapa?"

Dimas tersenyum, "Soalnya gue suka sama lo," lanjutnya.

Langkah si gadis terhenti, ia mengerjapkan mata bingung. Kemarin temannya, sekarang si Dimas.

Ara memancing curiga, bahwa dirinya dijadikan taruhan.

"Gue serius suka sama lo, lo mau jadi pacar gue?"

"Ini truth or dare?"

"Serius, Ra."

Mata Ara semakin terbuka, tidak menyangka pernyataan tiba-tiba dari Dimas. "Gue tau lo kaget, gue cuma takut lo lebih dulu dimiliki orang lain."

Ara tersenyum kecil, "Lo bikin jantungan, Dim. Udah ah, ayo masuk."

Tangan Dimas terangkat, menarik lengan Ara dengan segera. Tangannya mengerat, "Gue serius, gue suka sama lo. Lo... mau jadi pacar gue?"

Ara melongo, jantungnya semakin berdegup. Perasaan yang ia rasa kini bukan bersemu dan bahagia. Ia takut.

"Ara?" panggilan dari belakang membuat Ara maupun Dimas menoleh, terdiam bersamaan melihat Bima tengah berdiri membawa satu tempat makan kecil.

Ara menarik lengannya, "Bima."

Januari untuk Desember [continue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang