Amelia sedang makan malam, di tangannya ada buku buku mantra tingkat tinggi. Dia mendapat itu dengan meminjam ke Perpustakaan.Kening Amelia berkedut, dirinya memang sudah mengingat semua hal sebelum mengulang waktu tapi entah kenapa, lama kelamaan dirinya merasa melupakannya secara perlahan.
Sebelumnya dia sangat ingat peristiwa peristiwa mengejutkan selama tahun tahun dirinya di Hogwarts, namun sekarang. Memori itu seolah hilang, lenyap secara bertahap.
"Kutukan." Gumamnya. Dirinya tau saat menyerahkan jiwanya agar bisa mengulang waktu, namun biasanya ada bayaran tambahan jika kau melintasi waktu. Karena artinya garis waktu dirinya berasal sudah musnah. Efek perjanjiannya yang ingin mengubah sejarah.
Karena itu secara otomatis, secara perlahan-lahan Ingatannya mengenai kejadian pada garis waktu asalnya itu akan terlahap secara otomatis.
Amelia menghela nafas lega,"untung saja aku meminta untuk bisa melihat masa depan, jadi kalau ingatanku mengenai tahun berikutnya hilang, setidaknya aku masih bisa mengintip sedikit." Amelia bersyukur karena membuat keputusan tepat. Namun apakah begitu?
Dalam perjanjiannya dirinya akan mati jika sudah berhasil mengubah takdir. Mengubah masa depan agar tidak memiliki akhir yang sama.
Ekspresi Amelia terlihat sendu, artinya dirinya akan tetap berpisah dengan semua ini walau sudah berhasil. Menyesal pun tidak, dia hanya merasa sedih jika harus melihat teman-teman menangis lagi saat dia pergi nanti.
Saat itulah dia mendengar percakapan Ron dan Harry, membuat Amelia memperbaiki ekspresi wajahnya dan bangkit menghampiri mereka.
"Kau bergurau." Harry baru saja selesai bercerita pada Ron apa yang terjadi waktu dia meninggalkan lapangan bersama Profesor McGonagall.
Ron sudah hendak menyuap pai daging, sudah setengah jalan, tapi pai itu terlupakan begitu saja. "Seeker?" katanya. "Tetapi anak kelas satu tidak pernah-kau pastilah pemain termuda selama..."
"... seabad ini," kata Harry lalu menyuapkan pai ke dalam mulutnya. "Wood bilang padaku."
Amelia mendengarkan, sepertinya mereka berdua sangat terlarut dalam obrolan hingga tak menyadari dirinya yang duduk disebelah Harry.
Ron begitu terpana, dia hanya ternganga menatap Harry. "Aku mulai latihan minggu depan," kata Harry. "Tapi jangan bilang siapa-siapa. Wood ingin merahasiakannya."
"Rahasiakan dari siapa?" Amelia berkata sambil menumpu wajahnya dengan telapak tangan, matanya menatap mereka berdua dengan senyuman di wajahnya.
Ron dan Harry tersentak dan terlihat sangat kaget,"sejak kapan kau di situ Amelia?" Ron bertanya, sambil kembali menyuap pai daging ke mulutnya. Sedangkan Harry hanya mendengarkan dan mengangguk menyetujui.
"Sejak kalian dalam obrolan penting." Namun sebelum Harry atau Ron bertanya lagi, kehadiran dua orang menyita perhatian mereka bertiga.
Fred dan George Weasley muncul di aula. Mereka melihat Harry dan bergegas mendekat. "Bagus," kata George dengan. suara pelan. "Wood bercerita kepada kami. Kami anggota tim juga- Beater." Rupanya mereka berdua pemukul bola.
"Kuberitahu kau, kita pasti akan memenangkan Piala Quidditch tahun ini," kata Fred. "Kami belum pernah menang sejak Charlie pergi, tetapi tim tahun ini akan brilian. Kau pastilah hebat, Harry, Wood nyaris melonjak-lonjak ketika dia memberitahu kami."
"Tapi kami harus pergi. Lee Jordan mengira dia telah menemukan lorong rahasia menuju ke luar sekolah."
"Taruhan pasti yang ditemukannya lorong di belakang patung Gregory si Penjilat, yang telah kami temukan pada minggu pertama kami di sini. Sampai ketemu." Baru saja Fred dan George menghilang, muncullah anak lain yang sangat tidak diinginkan.
Amelia mengerutkan kening," kenapa hal hal merepotkan selalu muncul jika aku bersama kalian?" Tanya Amelia, sedang Ron dan Harry menggelengkan kepala.
Malfoy, diapit oleh Crabbe dan Goyle. "Makan malam terakhir nih, Potter? Kapan kau naik kereta kembali ke dunia Muggle?"
"Kau jauh lebih berani sekarang setelah kembali ke tanah dan berada bersama teman-teman kecilmu," kata Harry tenang.
Tentu saja Crabbe dan Goyle sama sekali tidak kecil, tetapi karena Meja Tinggi penuh para guru, tak seorang pun dari mereka berdua bisa berbuat lain kecuali mengertakkan bukubuku jari mereka dan merengut.
"Aku siap menghadapimu sendirian kapan saja," kata Malfoy. "Bahkan malam ini juga, kalau kau mau. Duel penyihir. Hanya tongkat-tanpa kontak. Kenapa? Belum pernah dengar tentang duel penyihir, rupanya?"
"Tentu saja sudah," kata Ron, berpaling menghadap mereka. "Aku orang keduanya. Siapa orang keduamu?" Malfoy memandang Crabbe dan Goyle, menilai mereka. "Crabbe," katanya. "Tengah malam nanti, oke? Kita bertemu di ruang piala, ruang itu tak pernah dikunci." Setelah Malfoy pergi, Ron dan Harry berpandangan. "Apa sih duel penyihir itu?" tanya Harry. "Dan apa maksudmu kau menjadi orang keduaku?"
Ron akan menjawab namun sudah didahului Amelia.
"Yah, orang kedua adalah orang yang akan mengambil alih kalau kau mati," kata Amelia sambil lalu, seraya menyuap bolu ke mulutnya. Gadis itu sangat suka jika menjelaskan sesuatu mengenai mati.
Melihat ekspresi wajah Harry, Ron cepatcepat menambahkan, "Tapi orang hanya mati dalam duel yang sesungguhnya, antara dua penyihir betulan. Paling maksimal yang bisa dilakukan kau dan Malfoy hanyalah saling kirim percikan bunga api. Kalian berdua belum menguasai cukup sihir untuk membuat bencana besar. Lagi pula, berani taruhan, sebetulnya dia mengharap kau menolak."
"Lalu bagaimana kalau aku melambaikan tongkatku dan tak ada yang terjadi?"
Amelia menjawab lagi,"Lempar saja tongkatmu dan pukul hidungnya." Membuat Harry sedikit heran.
"Maaf." Mereka bertiga mendongak. Rupanya Hermione Granger. "Apa kita tidak bisa makan dengan tenang di sini?" komentar Ron.
"Hai Mione, malam yang indah." Amelia menyapa dengan senyum.
Hermione membalas sapaan Amelia dan berbicara kepada Harry, sepenuhnya tidak menganggap komentar Ron"Aku tak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan Malfoy..."
"Tidak heran," gumam Ron. Sedangkan Amelia terkekeh mendengar gumaman pria Weasley itu.
"... dan kau tidak boleh berkeliaran di sekolah pada malam hari. Pikirkan angka yang akan dikurangi dari Gryffindor kalau kau sampai tertangkap, dan kau pasti tertangkap. Kau benarbenar egois." Hermione terlihat menggebu-gebu.
Amelia bersiul, menikmati perdebatan antara tiga orang sahabatnya ini.
"Dan itu bukan urusanmu," kata Harry. "Selamat tinggal," kata Ron sambil menyeret Amelia.
Amelia memberontak," Hey apa maksudmu Ron! Lepaskan aku! Aku ingin tidur di kamarku malam ini!" Namun Ron terus membawanya. Membuat Amelia menghela nafas dan pasrah saja.
Selalu. Sikap si Weasley ini...Namun Amelia suka. Tidak.
Pria ini akan jadi milik Hermione, tidak mungkin dirinya menjadi orang ketiga diantara mereka. "Kau terlihat tampan Ron." Dan seketika Ron melepas tangannya dari Amelia, telinganya memerah.
Amelia menyeringai, masih sama. Weasley satu ini tidak tahan pujian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forecast
Fantasy-Bagaimanan jika Harry kalah saat pertempuran akhir melawan Voldemort? ... Amelia Brighton. Seorang penyihir berdarah campuran. Gadis cantik dengan rambut pirang pudar. Hampir menyerempet ke putih. Kedatangannya ke Hogwarts membuatnya membuka suatu...