Setelah kejadian saat Amelia pingsan, kini Dumbledore, McGonagall dan Snape benar-benar menjaga Amelia dalam pandangan mereka. Sedangkan Amelia sendiri masih agak sedikit galau karena ingatannya mengenai hal hal kedepan sudah hilang sepenuhnya.
Dirinya menjalani kehidupan di Hogwarts dengan santai setelahnya, mencoba untuk bersikap seperti benar-benar murid baru. Bukan seseorang yang mengulang waktu.
Sampai tak terasa 2 bulan sudah berlalu, kedekatan Amelia dan ketiga sahabatnya juga mengalami kemajuan.
Pada pagi Hallowe'en mereka terbangun oleh bau lezat labu panggang yang menguar di koridor-koridor.
Lebih asyik lagi, Profesor Flitwick mengumumkan di pelajaran Jimat dan Gunaguna bahwa menurut pendapatnya mereka sudah siap untuk mulai membuat benda-benda melayang, sesuatu yang sudah ingin sekali mereka coba sejak mereka melihat Profesor Flitwick membuat kodok Neville terbang berputarputar di dalam kelas.
Profesor Flitwick membagi mereka berpasang-pasangan untuk berlatih. Partner Harry adalah Seamus Finnigan
Sedangkan Amelia...dia bersama Draco Malfoy. Entah apa yang terjadi itulah yang terjadi.
Ron harus bekerja sama dengan Hermione Granger.
"Nah, jangan lupa gerakan manis pergelangan "tangan yang sudah kita latih!" seru Profesor Flitwick, yang seperti biasa bertengger di atas tumpukan bukunya.
"Ayun dan sentak, ingat, ayun dan sentak. Dan mengucapkan mantra dengan benar juga sangat penting—jangan lupa pada Penyihir Baruffio, yang menyebut 's' alih-alih 'f', dengan akibat dia mendadak tergeletak di lantai dengan kerbau di atas dadanya." Sulit sekaliuntuk mereka kecuali Amelia yang sudah menguasai semua mantra standar tingkat satu.
Mata sebelah Amelia sedikit berkedut karena merasakan tatapan bocah pirang itu menatapnya tanpa henti,"bisakah kau hentikan itu?!" Amelia menyentak ke Malfoy.
Malfoy membalas," melakukan apa?" Amelia hanya memutar mata, Oh ayolah dia bisa melihat bahwa bocah pirang itu menatapnya lagi dengan intens dari sudut matanya.
Amelia menggeleng, tatapannya fokus ke buku angsa di depannya,"Winggardium Leviosa." Dengan gerakan tongkat dan bulu itu terbang membuat Profesor Flitwick memperhatikannya.
"Bagus sekali Nona Brighton! 5 poin untuk Griffindor." Membuat fokus kelas tertuju pada Amelia. Tentu mereka iri karena Amelia berhasil dalam sekali coba.
Draco," Haruskah begitu sombong? Heh aku bisa saja membuat semua bulu di kelas ini terbang," lihat ekspresi sombong diwajahnya? Harus dikatakan bahwa dia iri.
Kemudian Draco mencoba mantra tersebut, dan bulu miliknya tak bergerak se inci pun. Membuat Amelia tersenyum miring mengejeknya. Draco memerah, disisi lain malu dan disisi lain kesal.
Harry dan Seamus mengayun dan menyentak, tetapi bulu yang seharusnya mereka buat melayang ke udara tetap saja tergeletak di atas meja. Seamus akhirnya habis sabar sehingga dia menyodok bulu itu dengan tongkatnya, dan membuat bulu itu terbakar—Harry terpaksa memadamkannya dengan topinya. Ron, di meja sebelah, nasibnya tidak lebih baik.
"Wingardium Leviosa!" seru Ron, melambaikan tangannya seperti kincir. "Cara ngomong mu salah," terdengar Hermione menukas. "Mestinya Wing-gar-dium Levio-sa, 'gar'-nya yang enak dan panjang."
"Lakukan saja sendiri, kalau kau begitu pintar," kata Ron geram. Hermione menggulung lengan jubahnya, menjentikkan tongkatnya dan berkata, "Wingardium Leviosa!" Bulu mereka terangkat dari atas meja dan melayang layang kira-kira satu seperempat meter di atas kepala mereka.
"Oh, bagus sekali!" seru Profesor Flitwick seraya bertepuk tangan. "Semua lihat ke sini, Miss Granger sudah berhasil juga!"
Saat pelajaran usai, Ron sudah marah sekali. "Pantas saja tak ada anak yang tahan berteman dengannya," katanya kepada Harry dan Amelia sementara mereka berdesakan di koridor. "Dia mengerikan sekali. Sungguh!"
Ada yang menabrak Ron ketika anak-anak bergegas melewatinya. Ternyata Hermione. Sekilas Amelia melihat wajahnya—dan tercengang melihat air matanya bercucuran. "Kurasa dia mendengarmu."
"Jadi?" kata Ron, tapi dia kelihatan tidak enak. "Dia pasti sudah menyadari dia tak punya teman."
"Itu kasar." Amelia berjalan mendahului mereka berdua.
Hermione tidak muncul pada pelajaran berikutnya dan tidak kelihatan sepanjang sore itu. Ketika turun menuju Aula Besar untuk pesta Hallowe'en, Harry, Ron dan Amelia mendengar Parvati Patil memberitahu temannya, Lavender, bahwa Hermione sedang menangis di toilet untuk anak perempuan dan minta ditinggalkan sendirian.
Ron menjadi tambah tidak enak, tetapi sesaat kemudian mereka sudah memasuki Aula Besar. Dekorasi Hallowe'en di aula itu membuat mereka berdua melupakan Hermione. Sedangkan Amelia sendiri hanya diam, dia tak ada ide atau petunjuk mengenai kejadian hari ini, karena itu dia dipenuhi pikiran-pikiran negatif tentang apa saja yang bisa terjadi.
Seribu kelelawar hidup beterbangan di dinding dan langitlangit, sementara seribu lainnya melayang di atas meja membentuk awan-awan hitam gelap, membuat lilin-lilin di dalam labu bergoyang.
Makananmakanan tiba-tiba muncul di piring emas, seperti waktu pesta awal tahun ajaran baru. Amelia sedang mengambil labu rebus ketika Profesor Quirrell terburu-buru masuk Aula, turbannya miring, wajahnya diliputi kengerian.
Semua anak mengawasinya ketika dia tiba di kursi Profesor Dumbledore, bersandar lemas ke meja, dan berkata dengan tersengal-sengal, "Troll—di ruang bawah tanah—saya pikir Anda harus tahu." Kemudian dia merosot ke lantai, pingsan. Aula geger.
Perlu beberapa ledakan mercon ungu dari ujung tongkat Profesor Dumbledore untuk membuat ruangan tenang kembali. "Prefek," gelegar Profesor Dumbledore, "bawa kembali anak buah kalian ke asrama masing-masing, segera!" Percy senang sekali.
"Ikut aku! Berkumpul, kelas satu! Tak perlu takut troll kalau kalian mengikuti perintahku! Berada dekatdekat di belakangku. Beri jalan, kelas satu duluan! Maaf, aku Prefek!" "Bagaimana troll bisa masuk?" Harry bertanya ketika mereka menaiki tangga. "Mana aku tahu, mereka kan makhluk-makhluk konyol," jawab Ron.
"Mungkin Peeves yang memasukkannya sebagai lelucon Hallowe'en." Balas Amelia
Mereka berpapasan dengan rombongan berbedabeda, dengan jurusan berlainan pula. Ketika mereka menyelip-nyelip di antara rombongan Hufflepuff yang kebingungan, mendadak Harry mencengkeram lengan Ron dan Amelia. "Aku baru ingat—Hermione."
"Kenapa dia?"
"Dia kan tidak tahu tentang troll ini." Tukas Amelia yang menyadari hal terlebih dahulu.
Ron menggigit bibir. "Oh, baiklah," tukasnya. "Tapi lebih baik Percy jangan sampai melihat kita."
Sambil menunduk, mereka bergabung dengan anakanak Hufflepuff menuju arah yang berlawanan, menyelinap ke koridor samping yang sepi dan bergegas ke toilet anak perempuan.
Amelia berada dibelakang mereka," ku harap kita tak terlambat."
Baru saja membelok di sudut, mereka mendengar langkah-langkah cepat di belakang mereka. "Percy!" desis Ron, menarik Harry dan Amelia ke belakang patung baru besar makhluk berkepala dan bersayap elang, tapi bertubuh singa.
Mengintip dari balik patung itu, yang mereka lihat bukan Percy, melainkan Snape. Dia menyeberang koridor dan menghilang dari pandangan. "Apa yang dilakukannya?" bisik Harry. "Kenapa dia tidak di ruang bawah tanah bersama guru-guru yang lain?"
"Um mungkin dia ingin memeriksa sesuatu?" Komen Amelia.
"Mana kutahu." Mereka bicara Sepelan mungkin, tanpa bersuara, mereka merayapi koridor berikutnya, mengikuti langkah-langkah Snape yang menjauh.
"Dia menuju lantai tiga," kata Amelia, tetapi Ron mengangkat tangannya. "Apakah kau membaui sesuatu?"
Amelia mengerutkan kening,"Bau ketekmu?" Ron mendelik kesal padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forecast
Fantasy-Bagaimanan jika Harry kalah saat pertempuran akhir melawan Voldemort? ... Amelia Brighton. Seorang penyihir berdarah campuran. Gadis cantik dengan rambut pirang pudar. Hampir menyerempet ke putih. Kedatangannya ke Hogwarts membuatnya membuka suatu...