"Are you okay, Mom?" Aku menoleh dan tersenyum mendapati Joey yang sedang menatapku dengan mata bulatnya. "It's been a week Mom. Kenapa tidak pernah datang ke toko lagi?"
Ya, ini sudah satu minggu aku menyerahkan seluruh pekerjaanku pada Abby dan pegawai lainnya. Aku masih belum sanggup menemuinya yang masih setia duduk disana selama satu minggu ini, dari toko yang baru saja buka sampai tokoku tutup. Entah sudah berapa kali Drew dan Abby menyuruhku untuk berbicara dengannya, tapi tetap saja ku tolak.
Aku belum siap, dan entah kapan aku akan merasa siap.
"Mom... apa karena lelaki itu yang selalu ada disana dan membuatmu takut?"
Aku mengecup kening Joey dan tersenyum. "Apa kau merasa terganggu?"
"Kalau aku merasa terganggu, aku bisa mengusirnya." Ucapnya dengan mimik wajah yang terlihat menggemaskan untukku.
Aku terkekeh geli dan mengusap lembut kepalanya. "Tidak. Itu bukan karena dia. Anggap saja aku sedang merasa lelah dan butuh bersantai."
"Mom... kau bilang berbohong itu tidak baik."
"Apa aku sedang berbohong?"
"Aku yakin ini semua karena lelaki yang duduk di toko kita selama seminggu ini! Aku melihat kalian berdua mengobrol minggu kemarin, Mom."
"Hey, bukannya mengobrol dengan pelanggan itu suatu hal yang wajar?" ucapku mencoba melempar sebuah alibi. Aku tahu, berdebat dengan Joey kadang terlalu sulit mengingat logikanya yang mendominasi cara berpikirnya.
Joey menyipitkan matanya dan mendengus sebal. "Okay, I'll trust you this time, Mom."
Joey berbalik dan menghentakkan kakinya kesal. Aku hanya bisa menghela napas dan menggeleng frustasi. Bukan saatnya Joey tahu tentang Kenneth sebelum aku berbicara dengannya dan dengan penuh meng-klaim kepemilikanku atas Joey.
Aku jelas tahu bagaimana reaksi Joey saat dia tahu siapa Kenneth sebenarnya. Tidak mustahil Joey bisa saat itu juga mengangguk setuju untuk ikut Kenneth kembali ke daratan Amerika yang saat ini sedang aku hindari. Aku merasa seluruh kehidupanku sudah terpusat disini, di Italy dengan Joey, Drew, toko coklatku dan pegawaiku. Dan semua itu sudah lebih dari cukup dari pada kehidupan bertumpuk materi tanpa kasih sayang yang sudah aku habiskan selama duapuluh lima tahun.
"Joey tampak marah. Kenapa?" tanya Drew sembari melonggarkan ikatan dasinya dan mencium pipiku sekilas.
"Bagaimana tender kali ini? Menang?" tanyaku mengalihkan pertanyaannya.
Drew bekerja sebagai manager pemasaran di sebuah perusahaan telekomunikasi. Dan yah, dengan jabatan setinggi itu, ia berhasil menarik perhatian kaum perempuan. Entah sudah berapa kali aku membatu Drew untuk menjauhkan perempuan-perempuan itu karena Drew sangat tidak tertarik dengan mereka. Dan semua itu akan berbanding terbalik kalau ada lelaki yang tertarik dengannya, Hahaha...
"Seperti biasa. Dan jangan coba mengalihkan pertanyaanku, Meg." Ucap Drew sembari mengambil cangkir jasmine tea ku.
"Joey menanyakan lelaki yang selalu ada di tempat yang sama selama satu minggu ini." Ucapku berusaha tenang. Dan dengan jelas aku bisa merasakan pandangan herannya saat aku berusaha mengalihkan perhatianku pada tablet di tanganku.
"So?"
"No 'so', Drew."
"Sampai kapan kau akan bungkam?"
"Hari ini aku akan menemuinya."
Sebelah alis Drew terangkat. "Untuk?"
"Oh ayolah Drew!" ucapku frustasi. "Aku sedang mengumpulkan nyaliku banyak-banyak. Jangan membuatku ragu untuk saat ini. Kau sendiri yang bilang aku harus mengalahkan rasa takut dan raguku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
001. Passing By
ChickLitIni perjodohan plus pemaksaan saat Megan di hadapkan dengan kenyataan kalau dia harus menikahi cucu dari sahabat kakeknya dengan alasan balas budi. Saat sederet rencana sudah ia susun agar perceraian bisa dilaksanakan secepatnya, tidak disangka-sang...