Apa aku pernah memberitahu kalian kalau Drew sudah seperti guru plus psikiater untukku? Ya, dia selalu bisa membuatku bungkam dengan kata-kata bijaknya, dengan segala filosofi hidupnya yang seakan-akan mewajarkan segala permasalahan yang ada.
Selama kita hidup masalah akan selalu ada, kalau tidak mau menghadapi masalah ya sudah mati saja. Sesedehana itu.
Aku tahu bagaimana berat hidup Drew dibanding denganku. Dia didepak dari keluarganya setelah tahu dia seorang gay. Ayahnya seorang pendeta dan semua keluarganya merupakan aktivis gereja. Mengetahui salah satu anak kebanggaannya ternyata seorang gay, membuat mereka malu dan akhirnya mendepaknya. Tapi entah kenapa aku yakin, Drew bukan gay sepenuhnya.
Dan hari ini, sehari setelah Kenneth keluar dari rumah sakit, Drew dan Kenneth memaksaku untuk bertemu dengan keluargaku dan membicarakan semua masalah ini baik-baik. Mereka ingin aku mendengarkan semua penjelasan dari semua keluargaku. Tentang Pop dan Jessica yang menutupi hubungan Haley dan Ken, tentang Haley dan segala keluh kesahnya untuk diriku, tentang kedua orangtuaku yang sering menganggapku tidak ada.
Yah, menurut mereka aku harus mendengarkan penjelasan keluargaku, mulai bersikap dewasa dan berpikiran terbuka.
Karena tidak semua yang ada didunia bisa kita dapatkan.
"Toh, kau sudah memiliki Joey, Kenneth dan aku kan? Kau punya cafe yang sukses, lalu kurang apa lagi Megan? Jangan serakah. Tuhan tidak suka." Ucap Drew saat aku mengatakan bahwa dunia tidak pernah adil padaku.
Dan ya, aku mengakui kalau aku serakah dan menginginkan semuanya.
"Hey, are you okay?"
Aku menoleh dan menerima secangkir jasmine tea dan menggumamkan terima kasih. "I'm okay, dan dimana Joey?"
Drew mendesah sebal, "Sedang bermanja dengan ayah barunya."
Aku terkikik geli. "Anggap saja Joey senang dengan mainan barunya."
Drew mengernyit dan menggeleng mendengar penuturanku. Aku hanya tersenyum innocent dan kembali menyesap teh ku.
"Apa kau sanggup memeluk semua pilar dalam satu ruangan, Megan dear?" tanya Drew tiba-tiba.
"Maksudmu?"
"Di dalam sebuah gedung ada lima buah pilar, apa kau sanggup memeluk semuanya?"
"Tidak." Jawabku tanpa pikir panjang.
Drew tersenyum "Sama saja kan dengan hidupmu. Kalau kau ingin semua sempurna, kapan kau akan belajar kalau satu kebahagiaan sangat berarti? Jangan ingin memeluk semuanya dalam waktu bersamaan Meg, peluk satu persatu, dan lepaskan yang tidak bisa kau raih. Tuhan selalu punya rencana untuk semua hambanya."
Aku menoleh ke arah Drew yang sekarang sedang menatapku dengan wajah teduhnya. "Maafkan mereka, Meg. Dan raih kebahagiaanmu satu persatu."
Aku menghambur memeluknya. "Kenapa bukan kau saja yang menjadi suamiku, eh?"
Drew terkekeh. "Jadi kau mau menjadi istriku?"
Aku melepas pelukannya dan menatapnya curiga, "Drew..."
"Hm?"
"Kau tidak sepenuhnya gay kan?"
"What?" matanya melebar dan aku tahu ada kepanikan dimatanya. "Kau bahkan pernah melihatku berciuman dengan Samuel, Meg!"
"No, you're not completely gay. So tell me."
"I'm out." Drew bangun dari duduknya. "Pikiranmu terlalu merajalela, Meg."
KAMU SEDANG MEMBACA
001. Passing By
ChickLitIni perjodohan plus pemaksaan saat Megan di hadapkan dengan kenyataan kalau dia harus menikahi cucu dari sahabat kakeknya dengan alasan balas budi. Saat sederet rencana sudah ia susun agar perceraian bisa dilaksanakan secepatnya, tidak disangka-sang...