Apa yang sebenarnya diharapkan dari sebuah kehidupan? Kebahagiaan? Mungkin iya bagi sebagian orang. Tapi yang aku mau sekarang hanya sebuah kepastian dan bukan kebimbangan yang mendominasi pikiranku. Sebenarnya apa yang terjadi aku bisa menyelesaikannya dengan sangat sederhana kalau aku mau menyingkirkan fakta bahwa aku merebut calon suami sepupuku sendiri -walau dia Pop dan Jessica bilang tidak- yang sampai sekarang masih belum bisa dilupakan sama sekali oleh Haley. Dan sekali lagi aku merasa dibodohi oleh keluargaku sendiri.
Tapi sayangnya- atau malah untungnya- pikiran negatif yang sering mendominasi hilang entah kemana kali ini. Yang aku tahu, tiba-tiba aku sudah dibandara dengan tiket menuju Seattle dan Drew yang berlari tergopoh-gopoh membawa koper kecilku dan berkali-kali bertanya apa aku perlu ditemani olehnya yang sama sekali tidak ku jawab. Aku hanya melihat kearahnya dan entah kenapa airmataku menetes begitu saja tanpa ijin.
"Meg.... Are you okay?"
Aku menggeleng. "Drew...."
"Yes, dear?"
"I need your company."
"Sure...."
Drew menarikku ke dalam pelukannya yang makin membuatku menangis sesenggukan. Demi Tuhan, rasa sakitnya melebihi apapun mengingat keadaan Kenneth yang sekarang terbaring di rumah sakit. Tidak, aku tidak pernah membencinya. Aku hanya ingin melepaskan hal yang membuat diriku berpikir kalau aku terlalu kejam sebagai manusia. Setidaknya itu yang aku yakini dari pendapat Haley tentangku.
Aku tahu aku termasuk manusia jenius yang bisa menyelesaikan masalah diperusahaan dengan sangat efisien dan tepat, tapi sayangnya hal itu tidak sejalan dengan kemampuanku untuk menyelesaikan masalah pribadiku. Yang kutahu selama ini adalah aku berusaha membangun diriku sendiri sebaik mungkin dan menyingkirkan fakta kalau orang-orang disekitarku juga mempunyai perasaan yang harus ku pedulikan.
Aku yang selalu hidup tanpa pernah peduli dengan pendapat orang lain, aku yang selalu dituntut mengambil keputusan untuk diriku sendiri karena tidak ada orang bisa ku ajak diskusi. Ya, aku yang selalu bisa mengandalkan diriku sendiri, kini merasa lemah hanya karena Kenneth yang beberapa waktu yang lalu baru saja kutemui, sekarang sedang terbaring tak berdaya di rumah sakit karena kecelakaan.
"Kau tahu apa yang kau rasakan padanya saat ini kan, honey?" Drew mengusap lembut bahuku sembari mencium puncak kepalaku.
Aku mengangguk lemah dalam pelukannya. "Bolehkah?"
"Tentu."
-o0o-
Aku berjalan kaku dengan tanganku yang masih ada dalam genggaman tangan Drew yang sesekali meremas tanganku perlahan seolah memberi kekuatan padaku. Aku baru saja mendapat email dari Joey yang menyebutkan nama rumah sakit dimana Kenneth di rawat. Awalnya aku tidak mau kesana, tapi drew selalu saja berhasil mempengaruhiku untuk dating. Dan disinilah aku sekarang, berdiri duapuluh meter dari kamar rawat Drew dimana Pop, Haley, Jessica dan beberapa orang yang tidak ku kenal berdiri di depan kamar rawat Kenneth.
"MOM!" pekik Joey sembari tersenyum lebar dan langsung berlari ke arahku. Aku tahu, orang-orang itu pasti sedang menetap ingin tahu ke araku, tapi untuk kali ini aku memilih untuk bersikap masa bodoh.
"I miss you so much." Aku berjongkok di depannya dan Joey mendekapku erat lalu mencium wajahku berkali-kali. Aku tersenyum tipis menanggapinya. "Are you okay, Joey?"
"Well, with my dad condition, I'm not." Joey tersenyum terpaksa menatapku. "Hi, Daddy Drew."
Aku menegakkan tubuhku dan memandang interaksi Drew dan Joey yang selalu menjadi tontonan favorite-ku.
"Hi, dude." Drew memeluk Joey sekilas lalu mencium kilat pucuk kepalanya yang langsung di hadiahi dengan gerutuan panjang lebar tentang dirinya yang sudah akan berumur lima tahun akhir bulan depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
001. Passing By
ChickLitIni perjodohan plus pemaksaan saat Megan di hadapkan dengan kenyataan kalau dia harus menikahi cucu dari sahabat kakeknya dengan alasan balas budi. Saat sederet rencana sudah ia susun agar perceraian bisa dilaksanakan secepatnya, tidak disangka-sang...