RANJANG TERLARANG (4)

97 0 0
                                    

THIS WORK BELONGS TO FIELSYA (Fielsya)

VOTE DAN KOMEN YANG BANYAK

🔥🔥🔥

"Aku udah peringatkan dari waktu itu, jangan pernah sakiti dia! Dia itu perempuan baik-baik. Jangan sampai nyesel suatu saat nanti!" Terdengar Angga sedang memarahi seseorang. Baru kali ini aku mendengar adik iparku itu menggunakan nada tinggi saat berbicara dengan seseorang.

"Ekhm ...." Aku berdeham seraya membawa dua cangkir kopi susu. Wajahnya seketika menegang melihat ke arahku. Dengan cepat dia mematikan telepon itu tanpa mengatakan apa pun lagi.

"Eh, Mbak udah lama di situ?" tanyanya yang masih dengan wajah tegangnya.

"Nggak, kok. Baru aja. Nih, buat kamu, diminum dulu." Aku menyodorkan secangkir kopi lalu duduk di sampingnya.

"Ah, iya thank you. Wah, aku dikasih kopi, kayanya bakal ngajak aku begadang nih. Mau di mana? Kamar, di sini, dapur, atau kamar mandi?"

Astaga, bisa-bisanya dia sefrontal itu padaku. Tapi, jujur saja aku tidak merasa risih sedikit pun. Entahlah, mungkin karena sudah terbiasa, atau ada hal lain yang tidak aku sadari sedang terjadi dalam hatiku.

"Dasar ya kamu. Nanti kalau aku beneran ladenin kamu, malah nyesel loh!" tantangku yang kemudian meniup cangkir kopi itu lalu meneguknya sedikit demi sedikit.

"Ya kalau Mbak mau sih, ayo, eh tapi Lita udah tidur belum?" tanyanya sambil celingukan memastikan tak ada bocah TK yang sedang berada di antara kami.

"Aman kok, tapi aku nggak mau ya kalau cuma seronde. Minimal sampai Subuh," tantangku sambil tertawa. "Eh, tapi tadi kamu lagi teleponan sama siapa sih? Kayanya serius banget?" tanyaku berusaha mengalihkan perhatiannya dari pembahasan ranjang, kalau tidak, mungkin aku bisa benar-benar terjebak dalam godaanku sendiri.

Angga meneguk kopinya hingga tersisa setengah cangkir, kemudian meletakkannya ke atas meja yang ada di hadapan kami. Dia juga mengubah channel televisi yang sedang dia tonton, dari yang awalnya bola, sekarang berganti film barat yang bergenre aksi-romantis.
Beberapa adegan ciuman panas seorang wanita berpakaian seksi dengan pria berotot yang dipenuhi luka di wajah dan tangannya, terpampang jelas di hadapan kami. Sentuhan demi sentuhan sang pria, hingga mengangkat dress si wanita dengan sesekali meremas pantatnya, sukses membuatku membayangkan itu sedang aku lakukan.

"Bukan siapa-siapa, orang nggak penting. Nggak usah dibahas. Tapi, serius deh, Mbak, aku penasaran, sebenernya Mbak bahagia nggak sih sama Mas Bagas?" tanya Angga yang sebenarnya membuatku jengkel.

Dia merusak fantasiku yang sedang membayangkan bercinta dengan pria berotot. Tapi, pertanyaan itu juga membuatku tergelitik. Aku tersenyum, telunjukku berputar-putar di atas cangkir dengan mata yang tak lepas dari arah televisi, walaupun pikiranku entah ada di mana saat ini.

"Menurutmu setelah tinggal di sini beberapa hari, aku bahagia nggak sama Masmu?" tanyaku balik. Seulas senyum miris kembali tercetak di wajah.

"Aku nggak berani menerka-nerka, Mbak. Tapi yang aku tahu, wanita yang selalu menangis karena suaminya, pasti karena dia nggak bahagia. Cuma, aku juga nggak tahu, apa hal itu berlaku untuk Mbak, dan kalaupun iya, jujur aku penasaran apa yang buat Mbak justru bertahan?" tanyanya lagi.

Aku menaruh cangkir kopiku ke meja, lalu duduk menyamping dan menatap lekat pria yang sebenarnya dari wajah saja adalah tipeku. Hidung mancung, dengan sedikit jambang yang menghiasi dagu. Kami saling bertatapan, tapi kali ini tak ada candaan menggoda seperti biasanya.

THE WWG HOLIDAY PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang