60.

501 64 11
                                    

Sehari setelah kejadian di tempat tinggal Mike, Gi mengurung diri di dalam kamarnya.

Persis dengan kejadian saat itu, saat Gi berhadapan dengan berbagai berita miring tentangnya di media massa. Ia sama sekali tidak mengijinkan orang lain masuk ke dalam kamarnya sejak Harry mengantarkannya pulang ke flat.

Di dalam kamar, Gi tidak melakukan apa-apa selain menangis. Ia merasa sudah membuang waktunya hanya untuk orang seperti Mike dan menyesali dirinya sendiri karena sempat berpikir untuk kembali kepada Mike. Kepada orang yang sudah berulang kali memperlakukannya tidak seperti yang seharusnya.

Justru, ia malah mengabaikan peringatan adiknya dan bersikeras kalau Mike itu sudah berubah. Kenyataannya Mike justru semakin mengecewakan. Dan Gi baru menyadarinya.

Yang semakin membuat Gi merasa buruk adalah ia tidak mempedulikan Harry, di saat Harry berusaha memperbaiki hubungan dengannya. Harry muncul untuk mencegah Gi kembali dengan Mike dan Gi justru menyambutnya dengan sangat tidak ramah.

Harry mengantarkan Gi dari flat Mike lalu pergi lagi. Tapi Harry tetap mencoba menghubungi Gi walaupun Gi enggan menjawab teleponnya. Alasannya adalah Gi merasa tidak siap dan bersalah pada Harry.

Karena khawatir, Harry akhirnya kembali lagi ke flat Gi dengan kunci yang pernah diberikan Gi padanya. Harry tidak ingin meninggalkan Gi sendiri dengan keadaan yang seperti itu. Tia sedang pergi bersama Niall sejak kemarin dan entah kapan akan kembali lagi, jadi Harry memutuskan untuk menginap di flat Gi sampai Gi mau membuka pintu kamarnya.

Harry mengetuk pintu kamar Gi berkali-kali. Yang didengar Harry membuatnya semakin tidak nyaman. Isak tangis Gi adalah hal yang paling tidak ingin Harry dengarkan. Harry sendiri belum tahu alasan Gi menangis, karena ia belum bicara lagi dengan gadis itu setelah pulang dari tempat Mike.

"Gi?"

Tidak ada balasan dari dalam kamar.

"Gi? Mau mengurung diri berapa lama?"

Gi tidak merubah posisinya, malah semakin tenggelam dalam pikirannya dan menangis hebat.

"Gi? Kalau kau tidak mau keluar juga, aku akan mendobrak pintunya." 

Harry mulai gemas dengan tingkah gadis itu. Ia tidak mau melihat Gi tiba-tiba kurus kering karena belum makan apapun sejak dua belas jam yang lalu. Ia juga sudah bosan duduk di depan pintu kamar.

"Jangan!" teriak Gi.

Harry menghela napas lega. Kalau tahu mengancam bisa membuat Gi bersuara lagi, seharusnya ia sudah lakukan sejak awal. "Kalau begitu buka pintunya."

"Tidak mau!"

"Lalu maunya apa?" tanya Harry pada pintu di depannya.

Tidak ada balasan lagi. Tapi Harry mendengar suara langkah kaki dari dalam kamar. Kedengarannya Gi berjalan mendekat ke arah pintu.

"Tinggalkan aku, Harry." Suara Gi bergetar. Tipikal suara orang yang habis menumpahkan air matanya begitu lama.

Keinginan Harry untuk tetap tinggal malah bertambah. Permintaan Gi yang satu ini tidak bisa ia lakukan. "Buka pintunya, atau aku mendobraknya dalam hitungan ketiga."

Gi terisak lagi.

"Satu..." Harry sudah bersiap mundur.

"Dua..." Masih belum ada sahutan dari dalam kamar.

"Ti..."

Pintu kamar pun terbuka. "Jangan didobrak. Memasang pintu lagi bukan hal mudah."

Harry tersenyum tipis mendengar ucapan Gi. Gadis itu ternyata masih sama seperti yang ia kenal. Perbedaannya hanya pada penampilannya. Ia terlihat berantakan. Matanya berkantung dan ada lingkaran hitam di sekitarnya. Pandangannya sayu dan wajahnya muram.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang