Beberapa hari ini berjalan begitu lancar.
Sejak makan siang dengan Gemma tempo hari, segalanya terasa semakin baik menurut Gi. Ia menghabiskan akhir pekannya dengan mengunjungi rumah Harry lalu membereskan rumah itu. Harry tentu selalu berada di dekatnya, sampai-sampai Gi ikut ke acara-acara Harry yang jumlahnya tidak sedikit juga.
Di tempat kerjanya pun Gi merasa semuanya baik-baik saja. Walaupun bosnya masih seperti biasa, sangat mudah tersinggung dan berprasangka buruk padanya, tapi Gi masih bisa menerima hal itu karena memang seperti itulah atasannya sejak lama. Rekan kerjanya pun juga diperlakukan demikian oleh atasannya jadi Gi tidak pernah ambil pusing.
Jalanan saat jam pulang kerja memang lebih padat ketimbang jalanan biasanya. Semua orang berlalu lalang untuk kembali ke rumahnya masing-masing, termasuk Gi. Cukup banyak orang di jalan menuju stasiun kereta bawah tanah yang ditujunya saat ini. Ini bukan hari Senin, tapi hiruk pikuknya hampir serupa dengan hari Senin.
Saat menuruni anak tangga, Gi menerima sebuah pesan singkat di ponselnya. Kebetulan Gi memang sedang menggenggam ponselnya dan mencermati kegiatan-kegiatan grup musik pacarnya. Pesan singkat itu berasal dari Liam dan hal tersebut berhasil merebut perhatian Gi. Sudah seminggu lebih Gi belum bertemu dengan orang yang ia sudah anggap sebagai sahabat itu.
- Gi boleh aku mengajakmu pergi? Kau sudah selesai kerja kan? Aku temui di stasiun kereta bawah tanah yang dekat tempat kerjamu ya.
Pas sekali Liam mengajak pergi. Gi memang ingin keluar sepulang kerja tapi karena tidak ada yang menemaninya jadi ia memutuskan untuk pulang. Di flatnya juga sedang tidak ada siapa-siapa. Tia sibuk berlatih tari untuk pertunjukannya nanti dan Neo sengaja dibawa Harry pergi. Kadang Gi tidak habis pikir dengan Harry, sebenarnya Harry ikhlas atau tidak memberikan anak anjing itu karena ia selalu yang paling sering menghabiskan waktu dengan Neo, bukanlah Gi.
Gi membalas pesan yang dikirim Liam dan mengiyakan tawaran dari Liam. Ia cukup merindukan keberadaan pria itu.
Liam menyuruhnya untuk menunggu di pinggir jalan, di puncak anak tangga yang menuju ke jalan raya. Kemudian Gi melangkahkan kakinya lagi kembali ke atas untuk dijemput oleh Liam. Semakin banyak anak tangga yang ia naiki, semakin ringan pula langkahnya. Liam berhasil membuatnya senang kali ini.
Beberapa menit terlewati dan sebuah mobil SUV hitam mendekat ke arah Gi. Mobil itu kemudian menempatkan diri beberapa meter dari Gi dan berhenti. Sudah terparkir dengan sempurna, tapi tidak ada yang turun dari mobil tersebut.
Satu pesan singkat masuk lagi ke inbox pesan di ponsel Gi. Ternyata mobil itu dikendarai oleh Liam dan ia memang tidak mau turun karena tidak mau dilihat orang. Gi segera berlari kecil menghampiri mobil itu.
Liam menyapanya dengan senyum lebar kemudian senyum tersebut sirna begitu cepat. Gi sadar hal tersebut tapi ia belum mau bertanya lebih jauh. Gi memeluk sahabatnya itu sebelum ia memasang sabuk pengaman untuk dirinya. Mobil lalu menyala dan berjalan.
"Mau ke mana kita?" Gi menoleh ke Liam. Ia memperhatikan wajah Liam dan Gi tahu sahabatnya itu sedang memikirkan sesuatu. Ekspresi lelah di wajahnya sangat terlihat jelas.
Liam tersenyum tipis. "Aku mau mengajakmu ke suatu tempat." Sesekali ia melirik kaca spion, tapi ia sama sekali tidak melirik Gi. Hal yang aneh bagi Gi, biasanya temannya itu tidak pernah tidak gembira kalau bertemu dengannya.
"Ke mana?" Gi mengangkat alisnya bingung. Asing sekali rasanya kalau Liam merahasiakan tempat seperti yang diucapkannya barusan. Laki-laki itu kan banyak omong tapi sangat aneh mendapatinya berkebalikan 180 derajat seperti ini.
"Ke rumah sakit."kata Liam pelan.
Gi lalu sadar kalau daritadi Liam mengambil jalan yang memang ke arah rumah sakit. Ia semakin tidak mengerti dengan Liam. Ingatan di otak Gi mengatakan bahwa Liam tidak punya penyakit apapun dan tidak pernah periksa kesehatan selain untuk kebutuhan sebelum tur mereka. Itu pun dilakukan bersama beberapa kru, bukan sendirian seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETED
Fiksi Penggemarit all started when gina bumped into the one and only, harry styles. she is also introduced to all of harry's friends, including liam payne. then everything in her life changes and everyone convince her that she's the lucky one. (written in bahasa i...