Perjalanan pulang Gi dan Harry tidak seramai perjalanan mereka yang sebelum-sebelumnya. Biasanya, Gi dan Harry berdebat beberapa hal tidak penting, seperti manakah yang lebih keren antara Iron Man dan Captain America, atau saling memamerkan sejauh apa keahlian mereka di dapur, atau hanya menertawakan lelucon Harry yang tidak pernah ada lucu-lucunya. Kali ini, di dalam mobil itu, mereka hanya berdebat dengan pikiran mereka sendiri.
Setelah berterimakasih kepada Harry, Gi memutuskan untuk tidak menambahkan kalimat apa-apa lagi karena ia teringat momen saat Harry terasa begitu dekatnya dengan Gi. Gi sendiri sudah merasa detak jantungnya terburu-buru dan deru napas Harry masih Gi ingat bagaimana rasanya. Gi hampir saja berciuman, namun entah kenapa Gi kecewa dengan kata 'hampir' yang ia selipkan di pikirannya. Ada sebuah bisikan di dalam hatinya yang berharap kalau saja ayahnya tidak menelponnya saat itu.
Tidak pula terbesit di otak Harry untuk berbicara pada Gi. Ia berusaha terlihat menyetir layaknya tidak pernah terjadi apa-apa beberapa saat yang lalu, padahal di kepalanya ia mati-matian mencoba menghilangkan ingatan bahwa wajah Gi sempat berjarak hanya beberapa senti dari wajahnya. Ia mengumpat dalam hatinya.
Bagaimana bisa Harry hendak mencium gadis itu? Harry sebenarnya ingin sekali mengecup bibir kecil milik Gi selembut mungkin yang ia bisa, namun ia tidak mau gadis itu menjauhi dirinya karena memang mereka belum terlalu dekat dan Gi merasa semuanya terlalu cepat. Lebih baik tidak mencium gadis itu dibanding harus menjauhkan dirinya dari Gi dan segala keunikannya.
Tak lama, rem mobil yang dinaiki Harry dan Gi terhenti di depan gedung flat Gi. Mau tak mau salah satu dari mereka harus bicara atau keadaan di mobil itu akan terasa semakin canggung.
"Gi, kita sudah sampai." suara Harry terdengar sedikit kaku.
Gi menatap Harry. "Iya, sekali lagi terima kasih atas hari ini. Aku tidak akan pernah melupakan tur kita." kata Gi yang disusul dengan tawa dari mulutnya.
Harry hanya tersenyum dan mengangguk. Ia bingung memilih kata yang tepat untuk diucapkan selanjutnya. Gi lalu turun dari mobil dan berjalan menuju trotoar sementara Harry menurunkan jendela penumpang agar bisa melihat Gi yang berdiri di luar mobil.
"Mmm... Gi," panggil Harry. Gi membalikkan tubuhnya dan mengangkat alisnya. "Aku ingin minta maaf."
Alis Gi mengerut. "Minta maaf untuk apa?"
"Aku ingin minta maaf atas kejadian tadi di dalam kapsul. Aku tidak bermaksud..." Harry menelan ludah. "Aku tidak bermaksud, kau tahu kan..."
Gi menangkap maksud Harry, lalu tertawa kecil. "Iya, santai saja, aku tahu itu." Tawa Gi reda namun pipinya masih terasa panas mendengar Harry membahas kejadian itu. "Tidak usah terlalu dipikirkan, Haz."
Mata Harry menyipit dan ia mendesah. "Kau memanggilku apa tadi?"
Sontak saja Gi mengatupkan bibirnya dan tersenyum malu. "Bukan apa-apa."
"Kau panggil aku apa tadi?"
Kali ini Gi menggelengkan kepalanya. "Sudah, lupakan saja. Bukan hal penting."
"Haz. Kau memanggilku Haz." sahut Harry.
"Baiklah, aku memanggilmu Haz, apa ada masalah?" Gi mencondongkan tubuhnya ke dalam mobil melalui jendela yang terbuka.
"Tidak, tapi kau kan tidak pernah memanggilku dengan sebutan itu." jawab Harry yang kemudian mendesah malas.
Gi mengangkat bahunya. "Iya memang, tapi kan semua penggemarmu memanggilmu dengan sebutan itu, jadi bukan masalah besar kan?"
"Kupikir begitu, lebih baik kau cari sebutan lain saja, yang lebih kreatif, nanti kalau bertemu lagi denganku cepat bilang padaku, oke?" tawar Harry dengan alis yang naik turun. "Anggap saja itu PR untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETED
أدب الهواةit all started when gina bumped into the one and only, harry styles. she is also introduced to all of harry's friends, including liam payne. then everything in her life changes and everyone convince her that she's the lucky one. (written in bahasa i...