44.

837 70 6
                                    

Hari kerja, hari Selasa.

Seperti normalnya hari Selasa, Gi menghabiskan waktu di meja kerjanya. Ia harus menyelesaikan beberapa hal seperti kedatangan buku baru dan membuat daftar baru untuk buku-buku yang tersimpan rapi di rak-rak perpustakaan.

Mug teh yang terduduk di mejanya sudah ia isi tiga kali, menandakan sudah lama sekali ia juga terduduk di kursi kerjanya. Sesekali ia beranjak dari tempatnya kalau-kalau ada pengunjung yang bertanya atau meminta referensi buku.

Kalau sudah fokus bekerja seperti itu, Gi memang sering lupa waktu. Pesan singkat dari Harry pun tidak ia gubris sejak tadi pagi. Baru sekarang Gi memiliki niat untuk mengecek pesan singkat itu.

Isinya sama seperti biasanya. Harry sedang sibuk dengan jadwalnya yang akhir-akhir ini padat. Mempromosikan album, menghadiri acara-acara formal di luar Inggris, dan masih banyak lagi. Dan seperti biasanya pula, Gi tidak tertarik untuk ikut dan lebih memilih menghadapi pekerjaan yang menumpuk.

Sebentar lagi tiba juga jam makan siang dan Gi juga belum menyadarinya, sampai Katie mengingatkannya untuk melirik jam tangan. "Ya ampun, Gi, jangan sampai kau terlalu asyik mengerjakan tugas Mr. Phillips dan lupa sebentar lagi makan siang." Katie melemparkan pandangan kasihan pada rekan kerjanya itu.

"Aku tidak mengerti kenapa ia memberiku pekerjaan yang tidak seharusnya aku lakukan," Gi menghela napasnya. "Maksudku, dia tahu ini bukan jatahku tapi ia malah menyerahkannya padaku. Seperti dua jam yang lalu, ia memasukkan daftar buku yang harus dipesan."

Katie hanya tersenyum singkat. "Aku tahu, Gi. Sepertinya ada sesuatu yang membuatnya begitu. Ini pertama kalinya ia melakukan hal itu padamu dan seberapa sebalnya ia padamu, ia tidak pernah melakukan yang seperti itu."

Gi mengangkat bahunya. "Entahlah, mungkin aku sudah memicu emosinya sampai-sampai ia tega seperti ini. Kalau saja aku bisa membuang semua berkas ini ke tempat sampah." Gi memijat-mijat dahinya yang sudah bermenit-menit menampakkan kerutan gara-gara semua kertas di hadapannya.

"Ya sudah, sebentar lagi kita bisa istirahat kok. Kau lupakan dulu sebentar pekerjaanmu itu." Katie membereskan kertas yang berada di atas meja dan Gi iri sekali melihat Katie bisa bebas beristirahat serta tidak usah repot-repot memikirkan tugas.

Tepat pukul dua belas, mereka berdua segera menuju ruang istirahat. Gi mengeluarkan kantung bekal makan siangnya dan menuang teh ke dalam gelas kertasnya. Katie ikut duduk di samping Gi dan sudah sibuk mengunyah makanannya.

Katie dan Gi menjadi semakin akrab sejak perubahan Katie yang mendadak. Gi tidak mau berpikir jauh dan berburuk sangka dengan Katie, perubahan ini arahnya ke yang lebih baik, jadi bagi Gi sama sekali tidak ada ruginya.

"Bagaimana akhir pekanmu kemarin?" Gi membuka percakapan di antaranya dan Katie.

Katie mengalihkan pandangannya dari layar ponsel yang ia pegang sejak tadi. "Baik, semua berjalan lancar."

"Oh, Katie, kau tahu aku tidak mengharapkan jawaban yang seperti itu." Gi menggeleng-gelengkan kepala sambil menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

"Hm, akhir pekanku? Bukankah aku sudah menceritakannya padamu kemarin?" Katie menautkan kedua alisnya.

"Yap, dan ceritamu saja baru hanya pada awalnya karena kau menerima telepon."

"Ah, ya. Akhir pekanku biasa saja, kukira demikian. Tapi setelah itu aku pergi ke bar bersama teman satu flatku dan yah, kau tahu berapa banyak laki-laki yang biasanya datang ke bar saat Sabtu malam."

Gi terkekeh dan jadi bertambah penasaran. "Kau berkenalan dengan seorang laki-laki bukan?"

"Bagaimana kau tahu?! Ya ampun, apa wajahku terlalu jelas begitu sampai kau bisa mengetahuinya?" Katie ikut tergelak di depan Gi.

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang