49.

841 74 19
                                    

Dia masih tetap cantik dari terakhir kali yang dilihat Gi.

Gi mengulas senyum lebar saat mendapati ibunya berjalan di dalam flatnya. Wanita itu terlihat begitu menawan walaupun harus membalut tubuhnya dengan kain yang berlapis-lapis. Walaupun ia tidak berhenti mengeluhkan cuaca London kala itu, tetap saja Gi senang mendengar ocehannya.

"Ya Tuhan, Gi, terima kasih sudah menyediakan pemanas ruangan di rumahmu." ucap ibu Gi saat menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

Tawa Gi terdengar kemudian. "Ma, mulai saat ini Mama harus terbiasa dengan hawa yang seperti ini. Ini belum seberapa lho."

"Iya, Mama tahu. Mama hanya belum bisa beradaptasi, nanti juga lama-lama Mama biasa kok." Ibu Gi memposisikan dirinya senyaman mungkin. Gi ikut duduk di sofa yang sama dan wajahnya tampak cerah. Gadis itu malah mendekatkan tubuhnya lalu memeluk ibunya dengan erat. "Ya ampun, Gi rindu sekali dengan Mama."

"Mama juga. Oh ya, bagaimana ceritanya Ayah bisa setuju denganmu dan Harry?" tanya wanita berambut sebahu di samping Gi. Sorot matanya penuh rasa ingin tahu yang Gi tidak bisa acuhkan. Ibunya selalu menyukai semua cerita Gi, begitu juga sebaliknya.

Lalu mengalirlah kata-kata dari ujung bibir Gi. Dipancing seperti itu, jelas Gi langsung bercerita. Tanpa ditanya sebenarnya Gi sudah mau menjelaskan pada ibunya, tapi niatnya beberapa saat nanti. Ia mengira ibunya lebih memilih beristirahat ketimbang harus mendengarkan ocehannya, tapi perkiraannya salah.

Alis ibu Gi terangkat saat mendengarkan semua detil kejadian Gi dan Harry saat berada di restoran ayahnya. "Mama kira tidak akan berjalan lancar seperti itu." Itulah komentar pertama yang dilontarkannya pada Gi.

Gi menepuk tangannya. "Aku pun begitu, Ma! Aku pikir Ayah bakal menyeramkan seperti saat Kevin dan Tia meminta izin."

Ingatan Gi kembali pada saat Tia dan Kevin yang tidak menerima persetujuan dari ayah Gi. Ayahnya bahkan menolak mentah-mentah untuk mendengarkan Kevin yang berusaha membujuknya. Walaupun begitu, Tia dan Kevin masih berhubungan, lebih tepatnya tanpa sepengetahuan ayah Gi.

"Memangnya Mama bicara apa saja dengan Ayah?" Rasa penasaran Gi sejak pulang dari restoran masih ada dan belum terpuaskan kalau belum mendengar pernyataan dari ibunya.

"Panjang. Intinya Mama meminta Ayah untuk memberikan satu kesempatan untuk kamu dan Harry dan meyakinkannya untuk percaya dengan anaknya. Mama tidak mau Ayah mengulang kejadian Tia dulu."

Senyum Gi melemah dan dalam hati ia berterima kasih sekali dengan ibu Gi. "Terima kasih, Ma." Gi memutuskan untuk menyuarakan isi hatinya.

"Sama-sama, sayang. Tapi kamu harus ingat, jangan menyia-nyiakan kepercayaan yang sudah diberikan kepadamu. Kesempatan mungkin datang dua kali, tapi kepercayaan tidak akan kembali seutuhnya." tutur ibu Gi lembut.

Nasihat ibunya tentu tidak akan terhapus dari ingatan Gi. Mungkin itu bentuk rasa terimakasih Gi pada ibunya. Lagipula, ibunya memang benar, jadi Gi harus bisa menjaga dirinya dan berusaha sebisa mungkin menjalin hubungan yang baik dengan Harry.

"Kapan Mama bisa bertemu dengan Harry?" tanya ibu Gi tidak sabar. "Mama ingin bertemu Harry, kalau mendengar ceritamu sih, Mama mungkin bisa jatuh cinta juga dengan Harry."

Gi menyikut lengan ibunya. "Who doesn't love Harry Styles, Ma? Sepertinya seluruh dunia juga mencintainya. Kalau Mama berkenalan dengannya, kumohon jangan jatuh cinta juga dengannya."

Ibu Gi tergelak mendengar perkataan Gi. "Mama harus mendengar ceritamu dulu baru memutuskan apakah akan jatuh cinta atau tidak dengannya."

Kalau disuruh mengingat Harry, bibir Gi tak kuasa menahan diri untuk tersenyum. Mendengar namanya disebut saja, membuat Gi langsung mengingat setiap kebaikan yang diberikan laki-laki itu padanya. "Dia tampan."

the lucky one (h.s./l.p.) | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang