Bab 22| Lebih baik tahu di awal dari pada di akhir|

24 11 0
                                    

Haii! jangan lupa vote dan komen yaa

Elusan lembut terasa di surai laki-laki yang sedang tiduran di pangkuan seorang wanita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Elusan lembut terasa di surai laki-laki yang sedang tiduran di pangkuan seorang wanita. Tangan lentik itu terus saja membuat remaja itu manja dengannya.

Bianca terus saja memberi perhatian kepada anak sulungnya dengan menepuk-nepuk pelan pula kaki anaknya itu karena keinginan putranya.

“Bunda, di sekolah Arlan ada anak baru namanya Ghea. Dia kayaknya anak ambis deh soalnya hampir semua pertanyaan yang belum kita pelajari dia tahu,” ucap Arlan dengan menatap langit-langit rumahnya.

“Itu tandanya dia rajin belajar makanya tahu jawabannya. Nah kamu juga harus rajin belajar biar gak ketinggalan sama anak itu,” ujar Bianca dengan melengkungkan bibirnya tersenyum.

Arlan menatap Bianca dengan menyipit. “Bunda gak nyuruh Arlan kalahin dia? biar Arlan juara kelas.”

“Bunda gak peduli kamu mau juara atau tidak yang penting kamu tidak mengecewakan Bunda itu sudah cukup. Kalau kamu ingin ambis kayak dulu lagi saat ayah kamu terlalu menuntut, boleh asal gak buat kamu tertekan.”

“Beneran Bun? jadi Arlan gak harus juara dong,” tanya Arlan dengan semangat.

“Nggak harus, tapi kalau kamu bisa ya buktikan dan juga kebalikannya. Kalau gak bisa ya jangan dipaksa, Bunda belajar dari kesalahan. Kalau gak semuanya harus kita paksakan, kalau kamu memang gak terlalu lihai di akademik bukan berarti kamu gak bisa di hal yang lainnya,” jelas Bianca yang mendapat tatapan binar oleh Arlan.

Arlan menatap Bianca dengan tatapan yang sulit diartikan. Selama ini ia hanya bisa dituntut untuk juara walaupun tidak pernah diapresiasi. Namun, sekarang ia mendapatkan penuturan dari Bundanya, sangat senang karena Arlan tidak perlu terlalu menguras otaknya. “Terima kasih Bunda. Bunda memang yang terbaik.” Arlan memeluk Bianca dengan erat.

“Apa nih peluk-peluk,” ucap Randy yang baru saja masuk ke dalam rumah.

“Yea bilang aja iri.” Arlan menjulurkan lidahnya mengejek Randy.

“Wah gak bisa dibiarkan. Mau ikut juga.” Randy ikut menyusul Arlan yang sedang memeluk Bianca.

Bianca tersenyum simpul melihat kedua anaknya yang akrab. Ini yang ia inginkan sejak dulu, harmonis tanpa adanya selisih satu sama lain. Tangan-tangannya bersamaan mengelus rambut anak-anaknya dengan lembut. Tak lupa ia mencium kepala mereka dengan penuh kasih sayang.

***


“Kenapa, Bang, ngajak gue ke sini?” tanya Randy kepada Arlan yang mengajaknya ke balkon kamar milik Arlan.

Arlangga | Haechan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang