Hai, jangan lupa untuk dukung author dengan vote dan komen ya. Ramaikan komentarnya dong😸😾
Happy reading!
|•|Ramainya siswa saat ini yang ke sana kemari untuk melihat-lihat ada apa saja di bazar sekolah. Tenda yang untuk tempat berteduh penjual dan meja yang berguna untuk menjajakan dagangannya masing-masing terlihat ramai dengan aneka macam makanan maupun minuman. Tak hanya makanan dan minuman, tetapi banyak juga aksesoris yang menjadi pusat utama para perempuan di sana.
Arlan tengah membantu Nara menjual beberapa makanan dan minumannya. Tampak sedikit kewalahan karena tak sedikit orang yang berdatangan ke tempat dagangan Nara.
"Ini makin banyak, Ra," ujar Arlan sembari melayani pembeli.
"Iya, Ar. Baguslah kalau ramai tapi cape juga."
Mereka pun bergegas mengejar waktu. Di kejauhan terlihat seseorang yang menatap Arlan dengan intensif. Selang beberapa lama kemudian sudah terlihat jika para pembeli di lapak Nara sedikit demi sedikit berkurang karena datangan mereka telah habis. Nara pun pergi untuk mengambil sesuatu dan meninggalkan Arlan bersama dengan teman-temannya.
Seseorang datang menghampiri Arlan dengan tapak kaki yang lebar ia pun sampai menjumpai sang empu. Arlan pun menatap orang tersebut dengan penasaran.
"Lo Arlan?" tanya orang tersebut kepada Arlan.
"Iya, ada apa?" jawab Arlan dengan ramah.
"Ikut gue."
Arlan mengerutkan keningnya tak paham. Mengapa tiba-tiba saja pria di depannya mengajak Arlan. Tanpa berfikir panjang, Arlan pun mengikuti pria tersebut.
"Lo ada hubungan apa sama Nara?" tanya Faris dengan ketus.
"Hubungan apa? cuma teman."
"Yakin? teman sampai sedekat itu."
"Gue bantuin Nara karena gue juga hutang budi sama Nara. Dia udah bantu gue, Nara udah baik sama gue dan gue harus bales kebaikannya," jelas Arlan dengan menatap Faris saksama.
Faris tersenyum tipis sembari menaikan alisnya. Ia mencengkram kerah baju Arlan. "Jangan deket-deket sama Nara. The girl is mine." Faris mendorong Arlan yang menyebabkan pemuda itu jatuh.
"Siapa lo berani ngatur gue? Nara juga gak punya pacar." Arlan pun berani menjawab dengan lantang.
"Ya, walaupun Nara belum mempunyai pacar but he is mine. Lo gak pantes bersanding sama Nara."
"Gue gak peduli apapun itu dan enyah lo dari hidup gue." Arlan pun membalas mendorong Faris dan pergi begitu saja.
"Sialan," decak Faris yang kesal melihat Arlan mendorongnya tadi.
***
"Makasih ya, Arlan udah bantu bazar tadi."
"Iya sama-sama, gak masalah juga kan Lo udah bantu gue juga kemarin."
Nara tersenyum tipis melihat Arlan. "Oh ya, gue denger kalau lo bisa main basket? Abang gue juga jago main basket. Kapan-kapan kita main basket mau gak?" tawar Nara.
"Boleh tuh bisa adu skill gue," kekeh Arlan.
"Yaudah gue pulang dulu ya, Arlan. Sampai jumpa." Nara melambaikan tangannya kepada Arlan dan mulai memasuki mobilnya.
Sementara Arlan, ia menghidupkan motornya dan pergi melajukannya. Panasnya matahari siang ini kemungkinan bisa membakar kulitnya. Untung saja Arlan memakai jaket jadi tidak terkena panas matahari langsung.
Arlan pun sampai di rumah. Namun, pria itu terkejut ketika melihat sang ayah yang sudah ada di depan pintu rumahnya itu. Dengan tatapan tajamnya dan urat dilehernya seakan sang Ayah itu marah besar. Arlan pun menghampirinya.
"Ayah? ayah ngapain di sini," tanya Arlan kepada ayahnya.
"Bagus ya. Bagus, Ayah baru dengar kalau kamu terlambat sampai ke sekolah kemarin. Ngapain aja kamu diluar sana? ngerokok? ugal-ugalan gak jelas atau apa!" hardik David pada Arlan yang baru saja pulang itu.
"Maaf, yah. Bukan itu, motor Ar—"
"Diam. Motor, motor dan motor itu saja pikiran kamu. Lebih baik kamu jual motor itu dari pada menyusahkan semua orang."
"Gak akan, Ayah. Arlan gak akan pernah jual motor itu. Motor itu hasil jerih payah Arlan," ucap Arlan yang tak mau kalah dengan David.
"Jerih payah apa? dengan balapan gitu atau apa? jadi anak yang berguna dikit, Arlan agar kamu bisa dicontoh adik kamu."
Arlan memalingkan wajahnya dengan kesal. Ia memejamkan matanya untuk meredakan emosinya. Emosi remaja laki-laki itu tidak stabil karena perkataan dari sang ayah.
"Pergi ke kamar. Belajarlah, ayah gak mau sekolah kamu sia-sia. Jangan main-main dengan sekolah kamu dan buat saya bangga agar uang saya tidak sia-sia untuk menyekolahkan kamu."
Arlan sedikit sakit hati mendengar perkataan sang ayah. Ia pun pamit untuk pergi ke kamarnya. Dibantingnya pintu kamar miliknya dengan keras. Tas yang ia gendong sejak tadi pun ia lempar entah kemana.
"Sialan. Apa yang gue lakuin selalu aja salah. Setidak ikhlas itukah dirimu, Ayah."
Mata Arlan memanas menahan air matanya agar tidak keluar. Namun, usahanya sia-sia. Ia menangis, Arlan terduduk sembari menenggelamkan wajahnya di kedua.
"Kenapa semuanya begini. Kapan kebahagiaan gue tercapai. Capek, kangen mama," ucap Arlan dengan lirih.
Ia beranjak dari duduknya menuju ke tempat tidur. Arlan memutuskan untuk tertidur tanpa mengganti baju sekolahnya terlebih dahulu. Suasana hatinya sedikit memburuk. Dengan air mata yang masih mengalir, pemuda itu memejamkan matanya dan menaungi alam mimpi.
update cepat kalau banyak yang baca dan komen 😹😺
KAMU SEDANG MEMBACA
Arlangga | Haechan [On Going]
Teen FictionArlangga Naka Bramasta, remaja laki-laki yang hidup dengan penuh pertanyaan. Hidup di keluarga yang tidak diinginkan menjadi tantangan terbesar dirinya sendiri. Di saat masalah satu persatu berdatangan, Arlan beruntung mempunyai teman-teman yang san...