14. Tamu Tak Diundang (?)

332 78 48
                                    


Tiga puluh menit dikepung rikuh saat berdua di dalam mobil menuju kediaman Erlangga. Pasalnya sepanjang perjalanan Erlan terus melontarkan obrolan yang menurut Gistara sangat tidak penting. Dari bahasan soal merk tas, sampai pertanyaan ambigu tentang cewe matre. Mau tidak mau Tara meresponsnya, meski dengan nada jutek atau ucapan spontan khas dirinya.

Gistara melepas embusan napas ketika mobil Erlan berhenti sempurna di depan rumah besar bergaya modern elegan. Belum merasa lega sepenuhnya bisa lepas dari kurungan Erlangga, tapi mengingat sebentar lagi dia harus memerani akting sebagai calon istri dan menantu keluarga Harris Danapati. Gugup - lebih tepatnya bingung dan canggung harus bersikap bagaimana nanti di depan Om Harris dan Tante Saras.

Erlan menuruni mobil lebih dulu, lelaki itu lantas berlari kecil memutari mobil, sampai di pintu sebelah kemudi, dia lantas membukanya untuk Gistara.

Bukannya terharu, Gistara refleks mencibir dalam hati. Pasti Erlan bertindak seperti itu hanya agar kedua orangtuanya tidak menaruh curiga. Berlagak seperti calon suami sungguhan.

"Ayo!" Erlan menyodorkan lengannya pada Gistara. Respons sang gadis menaikkan kedua alisnya, merasa tindakan Erlan terlalu lebay.

Tidak sabar menunggu gerakan Gistara, Erlan meraih tangan si gadis, menautkan di lengannya, lantas mulai melangkah masuk. Gistara sampai terkejut mengikuti gerakan kaki Erlangga. Tipikal Erlan yang sukanya maksa.

"Assalamualaikum, Ma, tamunya mama sudah datang, janji sudah ditepati, kan." Erlan langsung berbicara dengan mamanya. Tante Saras menyambut keduanya di ruang tamu.

Tante Saras - perempuan lima puluh tahunan itu terlihat cantik di usianya yang mendekati senja. Setelan blus dan kulot longgar membungkus tubuhnya yang bugar dan ramping. Tidak ketingalan hijab segi empat dimodel simple and clean membungkus rapi kepalanya.

"Wa'alaikumussalam, eh, Gistara, cantik sekali kamu, Nak." Tante Saras mendekat ke sisi Gistara, refleks Tara adalah mengambil tangan mamanya Erlan untuk salim. Di luar dugaan, Tante Saras malah merekatkan pipinya ke wajah Gistara, barter cipika-cipiki. "Kamu apa kabar, Nak?" Sambung mamanya Erlan.

Gistara tersenyum canggung. "Alhamdulillah, baik, Tante Saras juga cantik sekali, pangling loh saya, Tan." Tara mencoba mengakrabkan diri.

"Erlan ganti baju dulu, Ma." Erlangga pamit, tapi langkahnya tertahan oleh pertanyaan mamanya.

"Kok, Tara ditinggal sih, Lan?" Protes Tante Saras pada putranya.

Membuang napas pelan, "Erlan belum mandi, Ma, gerah. Habis dari kantor langsung jemput Tara." Alibi yang tidak sepenuhnya bohong. Dia belum mandi, itu jujur, tapi menjemput Gistara usai ngantor? Padahal Erlan keluar dari ruangannya tepat di pukul lima sore. Andai konfrontasi dengan Naima tidak terjadi, pasti dia bisa sekalian numpang mandi di apartemen kekasihnya itu seperti biasanya.

"Enggak papa, Tante, kan ada Tante Saras. Tara bisa ngobrol sama Tante dulu." Seiring kalimat Gistara, Erlan menatap mamanya sekilas lantas meneruskan langkah meninggalkan Tara bersama mamanya.

"Kalau bantuin Tante siapin makan malam gimana, Tar?"

"Mau banget, Tante." Gistara merespons antusias. "Oh iya ini Tara bawain kue lekker, semoga Tante Saras suka, ya. Ini buatan Tara sendiri loh." Gistara mengangsurkan paperbag yah sejak tadi ditenteng.

Gistara bisa menangkap binar cerah di kedua mata Tante Saras. Semringah terpancar di antara senyum mamanya Erlan ketika menampani pemberiannya.

"Masyaallah, Tara tahu banget ya kesukaan Tante. Pasti Erlan yang cerita, ya?"

Gistara menanggapinya dengan senyum dan anggukan sekilas. Mana mungkin dia mengatakan kalau yang menspoiler kesukaan mamanya Erlan adalah Mas Naka. Lebih baik cari aman. 

BamboozleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang