11. Prenuptial

323 73 37
                                    

Gistara menekuri ruang tempatnya berpijak. Masih terasa asing, kali pertama dirinya menyambangi kantor Erlangga. Bukan tanpa sebab kehadirannya di tempat ini, Erlangga sengaja memintanya datang untuk membahas prenuptial agreement atau kontrak pernikahan antaranya dia dan Gistara.

Erlangga sendiri yang datang menjemput Tara di rumah gadis itu. Gistara sengaja meminta Erlan datang siang hari, saat rumah sepi, sebab dia belum siap mempertemukan Erlangga dengan kedua orangtuanya.

Gistara dipersilakan duduk menempati sofa three seater yanga dan di seberang meja kerja Erlan, sementara lelaki itu pamit keluar sebentar, menjemput seseorang yang akan menjadi saksi perjanjian.

Mata Gistara masih dilabuhkan pada setiap sisi ruangan yang didominasi warna hitam dan cokelat itu. Kesan misterius langsung terendus begitu kakinya menapaki dalam kantor Erlangga. Sama seperti sisi kehidupan lelaki yang lebih tua 10 tahun darinya, Erlangga selalu tampil meninggalkan jejak misterius bagi Gistara.

Bagaimana tidak misterius? Setelah sekian lama tidak saling jumpa, lantas tiba-tiba menawarkan kerjasama di luar nalar pada Gistara. Lebih aneh lagi Gistara mengiakan.

Gistara sempat menerka-nerka, apakah seorang Erlangga Danapati benar tidak memiliki pacar? Rasanya kok muskil laki-laki seperti Erlan masih menyandang status jomblo di usianya menjelang tiga puluh lima. Kecuali memang ada kelainan pada lelaki itu.

Pintu ruangan dikuak dari luar, sontak Gistara menoleh ke arah pintu. Matanya langsung berserobok dengan sosok yang baru saja memasuki ruangan. Di antara kehadiran Erlan, ada seseorang yang membuat Gistara terkejut bukan main. Sempat terdiam beberapa saat ketika pemilik kaki jenjang berbalut pantofel itu mengekori langkah Erlangga.

"... Mas Naka?" Gistara baru bisa berbicara setelah sekian menit. Naka mengangguk singkat, lalaki itu mengambil posisi duduk tepat di sisi Gistara, sementara Erlan menempati kursi kerjanya di seberang sofa.

Gistara ancang-ancang, otaknya sibuk merangkai alasan, kalau-kalau Naka akan murka setelah tahu tentang perjanjian pranikah ini. Alih-alih marah, Naka mengusap kepala Gistara seperti yang biasa lelaki itu lakukan saat bertemu sang adik.

"Mas udah tahu, Erlan udah cerita semuanya, Gis. Kamu kenapa enggak jujur dari awal sama Mas, Gis?" Kalimat Naka mereaksi Gistara. Mata hazelnya terpancang pada Erlangga, memberi tatapan tajam.

"Tadinya Mas enggak percaya kamu dan Erlan bisa secepat ini dekat, lebih kaget lagi waktu Erlan bilang kalau kalian sangat serius. Mas lega dengarnya, Gis." Tatapan Mas Naka mutlak menyiratkan kelegaan. Justru Gistara seperti  dipukul oleh perasaan bersalah. Ternyata Mas Naka belum tahu yang sebenarnya. Mungkin presentasenya hanya lima persen kebenaran yang Erlangga ceritakan pada kakaknya itu.

"Alhamdulillah Erlan juga cerita kalau dia ikhlas bantu kamu keluar dari masalah ganti rugi itu, Gis. Feeling mas enggak salah, kan, Erlangga memang baik. Kamu enggak salah pilih, Gis."

Gistara benar-benar dibuat melongo untuk beberapa saat.

Pardon?!
Kemarin siapa yang menyatakan jangan dulu kasih tahu orang-orang terdekat, terutama Naka? See ... belum apa-apa Erlan sudah curi start, melanggarnya lebih dulu.

"Maaf Ka, gue yang minta Gistara  jangan cerita apa-apa dulu sama lo, Ka." Erlangga menukas santai.

Mata dengan mata mendelik, Gistara membuka suara,
"Ini maksudnya yang jadi saksi prenuptial kita, Mas Naka?" Pertanyaan Gistara tertuju pada Erlan. Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban. "Kalau gitu kenapa dari awal aku enggak boleh kasih tahu Mas Naka?" Nada bicaranya mengandung protes.

"Udah, Gis, jangan marah dulu, biar Mas jelasin." Interupsi Naka berusaha menenangkan sang adik. "Tadinya Mas juga kaget dengan penjelasan Erlan, tapi setelah tahu kalau kamu yang menginginkan perjanjian pra nikah ini, Mas bisa memaklumi."

BamboozleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang