4. Saya Sangat Normal

414 96 62
                                    

Happy baca 💚
Sorry for typo 🍓
.
.


"Kiw-kiw ...."

Gistara mendengkus. Rasa sebal mengakusisi mendengar suara godaan yang dilontarkan Mas-Mas Jawa yang  sangat tidak premium ... di matanya itu. Janaka.

"Apaan sih, Mas Naka!" Yap. Mas-Mas Jawa super jauh dari kata premium itu adalah Janaka - kakaknya sendiri. Sebal karena sepanjang perjalanan ke hotel tempat resepsi Naka terus saja menjejali isi kepala Tara dengan berbagai perspektif menyoal banyaknya teman Naka yang bisa dibidik menjadi calon suami idaman.

Nyatanya dari sekian banyak laki-laki too good to be true yang Gistara ditemui di pesta resepsi, konklusi Naka malah jatuh pada Mas-Mas Jawa yang sebelas dua belas kualitasnya mirip Naka di mata Gistara.

Erlangga Putra Danapati. Laki-laki yang dulu sering kali menggoda yang menjailinya sampai menangis sewaktu Gistara masih seumuran anak TK - sekarang telah bertransformasi menjadi pria dewasa yang pelit senyum. Wajah yang sebenarnya masuk dalam kriteria ganteng itu jadi tidak menarik di mata Tara.

Mari kita replay, Gistara Swasti Padmaja telah memasuki usia dua puluh empat tahun. Bolehlah dimasukkan ke dalam kriteria gadis penyandang gelar 'cantik' -- meski sampai tahap usia kepala dua lebih Tara belum memiliki pengalaman tentang kisah romansa. Sekadar suka atau kagum sering sih, tapi Tara sudah berjanji pada diri sendiri setelah memutuskan memakai hijab kalau enggak akan pacaran.

Demi Fajar yang sudah enggak jadi sadboy lagi, Tara merasa akhir-akhir ini hidupnya dipenuhi sad yang enggak ada habisnya. Mulai dari investasi yang berakhir zonk, bahkan dirinya terancam dipidanakan jika enggak segera membayar ganti rugi. Masalahnya ganti ruginya bukan sekadar sejuta-dua juta, tapi sembilan ratus delapan puluh juta, pemisah. Demi apa pun, tabungan Tara telah terkuras habis tapi belum bisa menutupi ganti rugi yang dibebankan padanya. Padahal Tara ingin ikut jastip boneka Labubu yang lagi viral itu. Sementara ini banyak keinginannya yang harus dibenamkan.

"Piye? Keren, kan, Erlan yang sekarang?" Kata Mas Naka membuka percakapan. Mobil yang dikendarai lelaki itu melaju pelan meninggalkan parkiran Sangri-La hotel usai menghadiri resepsi pernikahan Elbayu dan Hawa.

"Mbuh, males ah, Mas!" sahut Tara tak acuh.

"Lha, kenapa sih, Gis?" Naka menoleh sekilas, memamerkan keningnya yang berkerut.

Gistara mengempas napas ke arah kakaknya. "Lagian, dari sekian banyak cowo keren di pesta tadi, masa ujungnya dikenalin sama Mas Erlan. Enggak asyik banget sih, Mas Naka!" Protes Gistara dengan rona bersungut.

"Hei, eling utangmu, jangan jadi cewe pemilih, Gis."

"Ya kalau bisa milih, ngapain harus sama Mas Erlan, Mas?!" Kukuh Gistara. "Sama yang tadi itu loh, oke kayaknya, yang tadi pakai kemeja biru. Yang kulitnya putih, yang kata Mas Naka pemilik Lazarus,"  cerocosnya menambahi. Lagian Mas Naka ini aneh. Orang cantik seperti Gistara masa enggak boleh milih cowo keren? Malah disodorin Om-Om berwajah ketus seperti Erlan. Lagian siapa tahu jodohnya Gistara Om Nicholas Saputra, ya, kan? Daripada Om Erlan. Eh!

Sentilan Naka mampir ke jidat Tara. "Ojo ngawur, Ezar udah punya istri, malah istrinya lagi hamil besar. Yakali kamu mau jasi perusak rumah tangga orang gitu?!"

Perusak rumah tangga orang? Gila aja. Tara bergidik ngeri membayangkannya.

Sepanjang acara tadi, Gistara memang awalnya lebih banyak ngobrol dengan Tante Saras - mamanya Erlan. Namun, beberapa menit kemudian Tante Saras pamit, ingin menemui dan ngumpul sama saudaranya yang lain. Sialnya lagi Naka ikut melipir pergi berfoto bersama sepasang pengantin. Tinggal Gistara bersama Erlan yang duduknya agak sosial distance, selisih dua kursi. Tak dinyana Erlan menggeser duduk, merapat tepat ke sisi Gistara. Mendadak perasaan Gistara jadi tak enak. Kan, benar, belum sempat bibirnya memproduksi kata-kata, mulut embernya Erlan lebih dulu nyerocos.

BamboozleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang