Singapore, dua tahun lalu...
Saat kedua mata Tari terbuka, yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit ruang rawatnya. Air mata Tari menetes. Ia menangis dalam diam. Kenapa? Pertanyaan pertama yang ia tanyakan pada dirinya dan Tuhan.
"Kenapa aku masih hidup?" tanya Tari pelan. Tenaganya terkuras habis.
Hati Tari sesak, bahkan untuk bernapas pun ia harus menenangkan dirinya terlebih dahulu. Ia melirik sekitar, ruang rawatnya terlihat luas. Awalnya Tari berpikir Galaksi yang menyewa ruang rawat mewah ini, namun pikiran itu sirna saat seorang wanita paruh baya memasuki ruangan. Tari tampak asing dengan wanita itu.
Saat mata keduanya bertemu, wanita itu membulatkan mata terkejut. Ia sedikit berlari untuk menghampiri brankar Tari.
"Syukurlah kamu sudah sadar, Nak. Tante panggil dokter dulu." Wanita itu kembali berlari ke luar untuk memanggil dokter. Saking senangnya, wanita itu sampai lupa kalau ia hanya perlu menekan bel di samping brankar Tari untuk memanggil dokter.
Saat dokter dan beberapa perawat masuk, mereka memeriksa kondisi Tari yang masih sangat lemas. Tenaga Tari terkuras habis, bahkan untuk bertanya wanita paruh baya itu siapa, Tari enggan. Ia dituntut untuk bisa mengemat tenaganya.
Setelah pemeriksaan, dokter bilang kalau Tari berangsur membaik. Anehnya, air mata Tari tidak berhenti mengalir. Gadis itu menangis tanpa sebab. Hatinya sesak. Entah karena gagal bunuh diri, atau menyesal dengan tindakannya. Galaksi, alasan ia tidak berhenti menangis. Tari sadar tidak memikirkan perasaan Galaksi. Suara sialan yang menghantui Tari membuatnya hilang akal dan menyerah.
Selama hampir satu hari Tari hanya diam. Bahkan saat wanita paruh baya yang menyebutkan dirinya tante itu mengajaknya bicara, Tari hanya diam saja. Tari masih terasa asing.
Hingga malam tiba, Tari melirik wanita paruh baya yang siap untuk tidur di atas sofa empuk yang ada di ruangan itu. Tari dengan suara lirih bertanya, "Kak Galaksi mana?"
Wanita itu mengurungkan dirinya untuk merebahkan diri, ia senang akhirnya Tari bersuara. Wanita itu kembali menghampiri Tari, ia duduk di kursi samping brankar Tari seraya menggenggam tangannya lembut.
"Nak, kita pikirin kesehatan kamu dulu, ya? Kamu harus sembuh dulu. Raga, dan jiwa kamu harus kembali normal," balas wanita itu penuh kelembutan.
"Anda siapa?"
"Tante Nadira. Tante adalah adik mama kandung kamu."
"Tante Nadira?" Tari mengulang untuk memastikan.
Tante Nadira mengangguk, ia mengecup punggung tangan Tari, "Maaf karena Tante terlambat datang, ya? Harusnya dulu Tante nggak nyerah untuk merebut hak asuh kamu. Kamu pasti tersiksa dengan keluarga sinting itu. Tapi sekarang kamu tenang. Ada Tante. Mereka nggak bisa usik kamu lagi. Mereka nggak bakal bisa tuntut kamu ini itu lagi."
"Mereka jahat, Tante," ucap Tari kembali menangis. Ia seperti mengadu kepada mama kandungnya sendiri. Sejak dulu ia ingin mempunyai tempat mengadu, tapi ia tidak pernah punya hal itu. Sekarang seperti mimpi tiba-tiba ada orang yang membelanya. Di saat Tari merasa dunia tidak adil dan ia tidak punya siapa-siapa lagi. Galaksi dan wanita paruh baya yang di hadapannya saat ini yang menjadi tempatnya berkeluh.
"Dunia ini tidak adil bagi kita di mata mereka. Si kaya dan si miskin, keduanya seperti tidak bisa disatukan, kan? Tapi kamu nggak perlu khawatir, tante berhasil ngejalanin usaha keluarga yang sempat bangkrut. Kita tidak akan dipandang remeh lagi sama keluarga papa kamu itu."
"Tari sayang mereka, Tante. Tapi mereka nggak pernah sayang Tari, Salah Tari apa?" tanya Tari.
"Kamu nggak salah, Nak. Nggak ada yang salah sama diri kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Galaksi: Extraordinary Love
Teen Fiction"Gue terima surat cinta lo." "Hah? Kak! Tapi surat itu dari...." "Hari ini kita jadian. Lo sama gue pacaran," tegas Galaksi seraya menampilkan smirk andalannya. *** Berawal dari kesalahpahaman surat cinta, Tari dipaksa menjadi kekasih seorang Galaks...