Saat keempatnya keluar dari portal, mereka langsung disambut dengan suasana yang berbeda. Udara di sekitar mereka terasa lebih berat, langit gelap dengan awan berwarna ungu berputar-putar di atas kepala mereka. Tanah yang mereka pijak tampak seperti reruntuhan kuil kuno dengan ukiran-ukiran simbol yang berpendar samar. Angin dingin bertiup perlahan, membawa bisikan-bisikan aneh yang sulit dipahami.
"Tempat ini... mengapa terasa begitu aneh?" tanya Jisung dengan waspada, matanya menyapu sekeliling mereka.
Jaemin melangkah maju, matanya meneliti simbol-simbol di pilar yang tersisa. "Kita sudah masuk ke tahap tiga. Ini adalah ujian terakhir sebelum kita mencapai tujuan."
Renjun mengerutkan kening, masih menggenggam tangan Jeno tanpa sadar. "Lalu apa yang harus kita lakukan?"
Jeno mendesah, menatap tanda kepemilikan di leher Renjun yang kini benar-benar menghilang. "Entahlah, tapi aku tidak suka tempat ini. Ada sesuatu yang mengawasi kita."
Tiba-tiba, suara langkah kaki menggema di sekeliling mereka. Bayangan mulai muncul dari reruntuhan kuil, sosok-sosok berjubah hitam dengan mata berpendar merah menatap mereka tanpa ekspresi. Aura mereka memancarkan kegelapan, seperti makhluk yang berasal dari dunia lain.
"Siapa mereka?!" seru Renjun, refleks menarik tongkat sihirnya.
Jaemin melangkah maju, mengangkat tangannya sebagai peringatan agar yang lain tetap diam. "Mereka penjaga gerbang. Jika kita salah langkah, mereka akan menyerang."
Salah satu penjaga melangkah lebih dekat dan berbicara dengan suara yang dalam dan menggema, "Hanya yang hatinya murni yang dapat melewati gerbang ini. Tunjukkan kesetiaan kalian, atau lenyap dalam bayangan."
Jisung menelan ludah, lalu melirik Jaemin. "Apa maksudnya? Kita harus bersumpah setia atau bagaimana?"
Jaemin menatap penjaga itu dengan tajam. "Bukan. Kita harus menunjukkan ikatan kita satu sama lain. Ini bukan hanya tentang kekuatan, tapi tentang kepercayaan dan rasa memiliki."
Renjun mengerutkan kening. "Jadi kita harus membuktikan bahwa kita saling percaya?"
Jeno tertawa kecil, "Kalau begitu, itu bisa jadi masalah besar untukmu, Renjun."
"Sialan!" Renjun mengibaskan tangan Jeno, tapi wajahnya terlihat lebih tenang sekarang.
Jaemin menghela napas dan melirik Jisung. "Kita harus melakukan ini bersama. Jika salah satu dari kita ragu, kita semua akan gagal."
Jisung mengangguk dan meraih tangan Jaemin, menggenggamnya erat. "Aku percaya padamu."
Jaemin, yang biasanya selalu dingin, tampak sedikit terkejut. Namun, dia tidak melepaskan genggaman itu.
Jeno menepuk bahu Renjun. "Bagaimana denganmu? Kau bisa mempercayai aku?"
Renjun mendengus, tapi akhirnya meraih tangan Jeno, meskipun dengan ekspresi kesal. "Jangan gunakan ini untuk mengolokku nanti."
Saat keempatnya saling menggenggam tangan, simbol-simbol di tanah mulai bercahaya, menciptakan lingkaran cahaya di sekitar mereka. Para penjaga perlahan mundur, dan gerbang raksasa di belakang mereka mulai terbuka dengan suara berderak keras. Di balik gerbang, hanya ada kegelapan.
"Kita berhasil?" Jisung bertanya dengan napas tertahan.
Jaemin mengangguk, matanya berbinar puas. "Ini baru permulaan. Bersiaplah, karena ujian sebenarnya baru akan dimulai."
Namun, sebelum mereka bisa melangkah masuk, suara tawa pelan menggema dari dalam kegelapan. Suara itu terdengar menyeramkan, seperti datang dari berbagai arah sekaligus.
"Selamat datang... Aku sudah menunggu kalian."
Tiba-tiba, hawa dingin semakin menusuk, dan bayangan hitam mulai merayap di tanah seperti kabut yang hidup. Renjun menggenggam tangan Jeno lebih erat, sementara Jisung tanpa sadar semakin mendekat ke Jaemin.
"Siapa itu?!" Renjun berteriak, matanya mencari sumber suara.
Tidak ada jawaban, hanya suara langkah kaki yang semakin dekat. Lalu, dari balik kegelapan, muncul sosok dengan jubah hitam yang berbeda dari penjaga sebelumnya. Mata sosok itu bersinar ungu, dan senyuman tipis terukir di wajahnya.
"Kalian harus membuktikan bahwa kalian layak melewati gerbang ini," katanya dengan suara yang lembut, namun mengandung ancaman tersirat. "Dan ujian pertama adalah... ketakutan kalian sendiri."
Tanpa peringatan, keempatnya tiba-tiba merasa dunia di sekitar mereka berubah. Jaemin melihat dirinya kembali ke masa lalu, saat ia kehilangan seseorang yang sangat berarti baginya. Jisung merasakan kehadiran sesuatu yang menghantui pikirannya, sesuatu yang tidak bisa ia lawan. Renjun melihat dirinya sendirian, ditinggalkan oleh semua orang yang ia pedulikan. Sementara Jeno, untuk pertama kalinya, merasakan ketidakberdayaan yang tidak bisa ia atasi dengan senyuman atau keberanian.
Mereka terjebak dalam ilusi masing-masing, dan hanya ada satu cara untuk keluar—menghadapi ketakutan mereka.
TBC.
See you
Salam hangat dari Semenya Jisung
- Ria

KAMU SEDANG MEMBACA
Historia De Amor 🔞
FanfictionPerjalanan menarik dari 4 lelaki manis yang bereinkarnasi menjadi perempuan di tempat asing. Dan mereka dapat kembali menjadi lelaki jika sudah menyelesaikan tantangan. Tetapi itu bukanlah akhir dari cerita ini melainkan kisah mereka baru saja di mu...