Langkah kaki yang terlihat sangat berhati-hati itu membawa sang pemilik tubuh untuk memasuki rumah dalam diam. Wajah tampan Jordan mematri sebuah senyum hangat saat melihat putranya sedang bermain di depan televisi.
Jordan mengeluarkan terompet kecil yang tadi ia sembunyikan di dalam saku lalu meniup benda itu hingga menimbulkan suara yang membuat kedua anak di hadapannya tersentak kaget.
Melihat keduanya menoleh ke belakang, Jordan lantas berteriak, "Siapa yang besok ulang tahun?!"
Lava masih diam mencerna pertanyaan sang ayah sedangkan Kaviel sudah bertepuk tangan gembira sambil melompat-lompat menggoda temannya.
"LAVA BESOK ULANG TAHUN, OM?!" tanya Kaviel dengan masih melompat-lompat senang seolah dirinya yang di beri kejutan.
Jordan mengangguk semangat lalu mendekati keduanya, "Iya, dong. Besok Lava udah enam tahun. Gimana kalau kita pesta? Ava mau, Nak?"
"Mau! Mau! Mau!" Tentu saja sorakan ini berasal dari Kaviel yang berjoget-joget tak terkendali, "Mau aja, Lava! Mau!"
Tawa kecil terdengar dari Jordan, pria itu berjongkok di hadapan Lava. Menyentuh bahu sang anak dengan lembut hingga membuat keduanya bertatapan dalam diam.
"Ava kenapa diem?"
"U-ulang tahun?" tanya Lava dengan suara bergetar, anak itu mundur selangkah hingga membuat jemari sang ayah terlepas dari bahunya, "besok?"
"Iya, sayang. Besok Ava ulang tahun yang ke-6, Ava lupa?" tanya Jordan dengan wajah bingung karena mendapati Lava yang terlihat seperti sedang ketakutan.
Lava menggelengkan kepalanya cepat sembari terus bergumam sesuatu yang tidak bisa Jordan dengar dengan jelas. Dirinya berusaha untuk mendekat, tapi, Lava lebih dulu berlari menjauhi mereka tanpa mengatakan apapun.
Kaviel sendiri berhenti bergerak, ia menatap punggung Lava yang sudah menghilang setelah menaiki tangga, "Lava kenapa, Om? Dia nggak suka ulang tahun, ya?"
Jordan mengelus rambut Kaviel lembut sembari menggelengkan kepala tak tau, "Om coba ke atas dulu, kamu tunggu di sini sebentar, ya."
"Aku mau pulang ah. Nanti kalau ada pesta undang aku, ya, Om!" pekik Kaviel seraya berlari keluar rumah sambil melambaikan tangannya.
Jordan sendiri hanya mengangguk kemudian memilih untuk menyusul sang anak. Saat membuka pintu kamar, Jordan mendapati Lava yang tengah duduk di atas ranjang dengan kepala tertunduk dalam. Sesegera mungkin Jordan mendekat, dirinya memilih duduk di lantai tepat di hadapan Lava.
Jemari besar pria itu bergerak untuk meraih tangan Lava hingga membuat sang anak mengangkat pandangan dan menatap mata sipit Jordan.
"Ava kenapa?" tanya Jordan lembut, jemarinya tak berhenti mengelus punggung tangan Lava penuh kasih sayang.
Lava menggeleng pelan, ia mengalihkan pandangan kearah lain sebelum bergumam, "Ava benci hari ulang tahun...."
"Ava, kenapa benci? Hari ulang tahun itu hari kelahiran Ava, hasil perjuangan Mama, hari---"
"Hari di mana Mama pergi dan itu karena ngelahirin Ava," potong Lava yang kini sudah menatap Jordan dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Wajah Jordan mendadak pucat mendengar hal itu, ingatannya tanpa di minta langsung memutar adegan enam tahun lalu. Di mana awal permulaan dari semua ini terjadi. Kematian, kelahiran, dan kehancuran yang terjadi dalam satu waktu.
Dirinya menatap gamang Lava yang mulai terisak sambil meremas jemarinya, "Itu yang selalu Nenek bilang selama ini. Ava nggak suka, Ava benci bukan karena A-Ava nggak menghargai Mama, tapi, ka-karena Ava nggak pernah dapat apapun di hari ulang tahun kecuali pukulan dari Nenek. Ava udah biasa, tapi, pukulan Nenek makin banyak kalau hari ulang tahun Ava datang. Nenek bilang ka-kalau kelahiran Ava cuma buat orang-orang jadi sial, Nenek bilang harusnya Ava nggak pernah lahir."

KAMU SEDANG MEMBACA
BAD PAPA 2
General Fiction📌NOTED: Season kedua dari cerita BAD PAPA. Saya menyarankan untuk baca bagian pertama supaya nanti kedepannya tidak kebingungan. Enjoy this story', guys!! ... Keseharian Jordan dan putra kecilnya di rumah yang baru. Sebuah rumah sederhana, namun, p...