33. Keinginan dan Harapan

3.3K 346 22
                                    

Jordan tiba di rumah Anyelir lebih cepat dari yang ia janjikan. Jarum jam belum menunjukkan waktu tengah hari, tapi, pria itu sudah berdiri di depan pintu.  Menunggu sang tuan rumah untuk membukanya.

Pintu terbuka dan langsung menampilkan Anyelir, gadis itu tampak terkejut, "Loh, Jo? Katanya sore baru dateng."

Pria dengan mata sipit itu menatap Anyelir dengan sendu. Terlihat jelas gurat lelah dari wajah yang semalam masih tertawa lepas saat berhasil menjahilinya.

"Mana Lava?"

"Beli es krim sama Mama, baru aja pergi," jawab Anyelir sembari menatap Jordan intens. Dirinya maju selangkah kemudian dengan ragu menyentuh lengan dingin di hadapannya, "kamu baik-baik aja, kan?"

Jordan menunduk, menatap jemari Anyelir yang masih bertengger pada lengannya. Ia beralih menggenggam jemari lentik itu sembari menggelengkan kepalanya lemah.

"A-aku---"

"Ayo masuk dulu."

Keduanya lalu masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sengaja tidak di tutup rapat. Anyelir menuntun Jordan untuk duduk di kursi setelahnya barulah ia ikut duduk di sebelah pria yang nampak kacau itu.

"Kamu kenapa?" tanya Anyelir lagi.

Jemari Jordan bertaut, saling meremas satu sama lain. Perasaannya kembali bergemuruh, merasa sedih sekaligus bersalah karena memilih langsung pergi dari rumah orang tuanya karena terus menerus mendapatkan kata-kata tidak baik dari sang ibu. 

Namun, lebih dari semua itu, Jordan merasa marah. Marah karena sang ibu terus menerus ikut campur dalam kehidupannya. Mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan apa yang dirinya inginkan.

Mama ingin punya cucu kandung, bukan orang asing yang kamu angkat sebagai anak.

Jordan menutup matanya sesaat, "Aku kangen sama Lava, makanya cepet dateng."

Anyelir menatap Jordan dengan tatapan tak percaya. Bahu tegap pria itu masih terlihat tegang, bahkan jemarinya masih saling meremas satu sama lain.

"Bohong," ucap Anyelir yang langsung membuat Jordan menoleh kearahnya, "jangan bohongin aku."

Kalimat bernada lirih itu membuat Jordan tersenyum getir. Ia juga tak ingin membohongi siapapun, tapi, Jordan takut. Takut jika dirinya mengatakan apa yang Lauren ucapkan, maka Anyelir akan membawa Lava pergi jauh dari dirinya.

"Kapan aku pernah bohongin kamu, Nye?" tanya Jordan seraya meraih jemari gadis itu untuk ia genggam erat.

Jordan menyandarkan kepalanya ke bahu sempit Anyelir membuat gadis itu menegang seketika. Namun, Jordan memilih abai, ia semakin menyamankan diri, membawa genggaman mereka ke atas pangkuannya.

"Anyelir?"

Gadis yang di panggil hanya bisa berdehem canggung, berdoa agar Jordan tidak mendengar detak jantungnya yang benar-benar tak terkontrol.

"Tolong ... apapun yang terjadi nanti, jangan pernah mikir kalau perasaan sayang aku ke Lava cuma main-main. Dia hidup aku, nyawa aku, apapun keadaan aku kedepannya nanti, tolong jangan bawa anak aku pergi," ucap Jordan dengan suara yang agak bergetar, pemuda itu bahkan menutup matanya erat, menghalau air mata yang hendak turun.

Anyelir yang mendengarkan itu hanya bisa menatap bingung, ia ingin melihat wajah Jordan, tapi, pria itu sama sekali tak berniat mengangkat kepalanya.

"Kenapa tiba-tiba?"

Si pria tersenyum tipis, "Kamu tau? Hidup aku bener-bener berubah setelah aku keluar dari penjara. Aku nggak bisa mikir bakal ada hal baik atau buruk buat kedepannya nanti. Kehadiran Lava satu-satunya hal baik yang aku dapetin waktu keluar dari penjara."

BAD PAPA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang