Sorry for typo(s)
___________________________________
"Kau harus melupakanku."
"Aku tidak akan pernah mau melakukan itu."
"Aku yang akan melakukannya. Aku yang akan membuatmu melupakan semua hal mengenaiku."
Aku menggeleng, mencoba melepaskan cengkramannya dari tanganku. Tapi aku tidak bisa. Suasana di sini sangalah gelap. Aku hanya bisa mendengar suaranya, aku tidak bisa melihatnya. Aku tidak bisa menjauh darinya.
"Kumohon," gumamku sekali lagi.
Ia membawaku ke tempat yang lebih terang. Sebuah komplek yang cukup jauh dari tempat di mana rumahku berada. Tidak ada orang yang berlalu lalang. Di sini hanya ada aku. Hanya ada kami.
"Kau akan menyesal setelah mengetahui semuanya. Aku tidak bisa terus bersamamu."
"Aku tidak peduli!" teriakku sambil sedikit terengah.
"Audrey, kau tidak tahu dengan apa yang kau bicarakan," jemarinya yang terasa dingin menyentuh kulit pipiku dengan lembut. "Lebih baik seperti ini. Aku mencintaimu.."
Telapak tangannya meremas telapak tanganku. Aku kembali menggeleng dan mencoba menjauh darinya, bulir hangat mengalir di pipiku. Telingaku terasa berdenging, aku mendongak dan menatapnya yang masih memandangku pilu. Aku tahu ia takkan melakukannya. Aku tahu.
Tapi detik kemudian tubuhku terasa kaku. Napasku tercekat. Wajahnya semakin buram dari indra penglihatanku. Lalu, semuanya menjadi gelap.
**
Audrey tersentak dari tidurnya. Napasnya memburu. Pipinya basah karena menangis. Ia memandang kosong ke udara. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menghapus bekas air mata itu secara kasar, Audrey menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya lalu turun dari sofa.
Kakinya melangkah dengan gontai ke dapur. Tangannya dengan otomatis mengambil sebuah gelas dan mengisinya dengan air putih yang tersimpan di dalam lemari pendingin. Ia duduk pada kursi yang terdapat di ruang makan lalu meminum air putih itu secara perlahan.
Helaan napas panjang keluar dari mulutnya. Ia meletakan gelas itu begitu saja sebelum kembali ke ruang tengah. Tempat di mana ia tidur tadi. Audrey meraba dinding dekat tempatnya berdiri untuk menyalakan saklar lampu.
Cahaya memenuhi seluruh ruangan. Audrey mendongak dan mendapati jarum jam yang masih menunjukan pukul dua dini hari. Ia berdecak pelan lalu kembali berjalan menuju sofa. Kakinya terlipat di atas sofa, tangannya sengaja ia gosokan satu sama lain. Seperti semacam gestur yang biasa ia lakukan ketika sedang berpikir ataupun khawatir yang berlebihan.
Mimpi itu lagi.
Audrey tidak ingat jelas detail dari mimpi yang baru saja menghampirinya. Tapi ia yakin, mimpi barusan adalah mimpi yang sama seperti hal yang ia mimpikan sejak satu bulan terakhir ini. Ia merasa hal itu memang pernah bener-benar terjadi. Namun ketika kembali mengingatnya, semuanya tetap terasa kosong. Ia sama sekali tidak ingat kapan kejadian itu terjadi. Kejadian yang selalu ia mimpikan.
Anehnya lagi, Audrey juga tidak pernah bisa melihat wajah lelaki itu. Lelaki yang ada di dalam mimpinya. Lelaki yang menyatakan perasaannya pada Audrey.
Hanya ada beberapa hal kecil yang bisa ia ingat. Sentuhan dingin dari tangan lelaki itu ketika mengelus pipinya. Sorot mata pilu yang seakan menandakan bahwa ia juga terpaksa membuat Audrey melupakannya. Genggaman lembut dari tangannya yang mampu membuat Audrey merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]
Fanfiction"I don't wanna let you know.. Just read this book." Aku hanya akan menceritakan tentang usaha Audrey Alisson yang tidak berhasil melawan rasa ingin tahunya setelah mengenal sekelompok orang di kampusnya. Keingintahuan yang semakin sulit ditolak sete...