Sorry for typo(s)
___________________________________
Saat itu Zayn hanya sempat menatap Harry sekilas sebelum memukul telak tengkuk lelaki tersebut menggunakan sikunya, menghajar sebagian wajahnya, dan yang terakhir menendang punggung Harry sampai lelaki itu jatuh tersungkur tak sadarkan diri.
Kondisi Harry masih lemah pasca tembakan peluru yang ia terima. Jadi, mudah saja bagi Zayn untuk menumbangkannya hanya dalam waktu kurang dari lima detik.
Kedua temannya yang lain—Louis dan Niall—tidak menyangka akan tindakan Zayn yang amat tiba-tiba. Kedua lelaki tersebut baru saja menolehkan kepala dengan ekspresi terkejut ketika sebuah ayunan kaki mengenai bagian samping leher mereka. Baik Niall ataupun Louis sama-sama terhuyung, tapi—seperti yang diterima Harry—mereka kembali dikenai pukulan telak di bagian tengkuk dan juga hantaman keras di punggung. Masih dengan ekspresi penuh tanda tanya, keduanya pun tersungkur ke depan, tatapannya kosong karena kesadaran yang telah lenyap.
Zayn menghembuskan napas kecil ketika mendengar tepukan tangan dari Carter. Sorot matanya tak dapat ditebak, ia juga hanya menatap datar lelaki yang dulunya ia anggap sebagai teman itu.
"Apakah mereka juga harus kubunuh?" tanya Zayn sambil sedikit menggulung lengan bajunya.
Carter menyeringai.
"Tawaran menarik. Tapi, sebaiknya jangan dulu. Aku masih membutuhkan orang-orang ini. Mereka kaum kita, sangat sayang kalau nyawanya disia-siakan begitu saja."
"Ya, sangat sayang sekali," timpal Zayn.
Carter tertawa geli. "Betul. Tapi hal itu hanya berlaku untuk mereka, bukan untukmu. Jadi, kau janganlah berharap apa pun."
"Bahkan aku sudah tak lagi mempunyai harapan."
Ketika mendengarnya, Carter mendapati Zayn yang tengah memasukan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana. Gestur tersebut terlihat amat sangat rileks, terlihat seperti Zayn yang biasa. Teman Paling Tak Acuh yang pernah dimiliki Carter. Orang yang dianggap sangat mengesalkan karena seolah tak peduli pada apa pun. Bahkan pada wacana kematiannya sendiri yang sudah sangat dekat.
Carter berusaha keras untuk tidak mendengus. Lelaki itu pun memilih berdeham. Ia memanggil tiga orang anak buah untuk membawa Harry, Louis, dan Niall.
"Aku masih belum percaya padamu," ujar Carter pada Zayn ketika anak buahnya mulai membawa teman-teman Zayn. "Kau tak mungkin menyerah begitu saja."
"Terserah," balas Zayn malas. Ia menggedikan dagu ke arah pondok kecil yang ada di depan mereka. "Apakah aku sudah bisa ke sana?"
Orang-orang yang membawa Harry dan yang lain sudah mulai berjalan. Mau tak mau, Carter mengikuti mereka. Yang bisa dilakukan lelaki itu adalah mendengus ketika ia mendengar pertanyaan Zayn. Tangannya terulur ketika ia berucap, "Serahkan pedangmu," pada Zayn.
Lagi-lagi, tanpa disangka, Carter menerima bilah pedang pemuda itu. Zayn menyerahkan pedangnya dengan sangat mudah dan tanpa ragu sedikit pun. Hal tersebut cukup membuat Carter heran, namun lelaki itu memilih untuk tak ambil pusing.
Di sisi lain, Zayn tengah mencoba menenangkan diri mati-matian. Kemampuan aktingnya memang tak lagi diragukan. Tapi, akhir-akhir ini ia selalu ditimpa nasib buruk. Zayn tak ingin nasib tersebut masih membuntutinya hingga kemari. Zayn tak ingin semua ini gagal. Kalaupun iya, berarti artinya ia sendiri yang harus membayar kegagalan itu.
Waktu untuk sampai ke dalam pondok merupakan waktu terlama dalam hidupnya. Ia sudah ingin menyusup ke sana dan menyelamatkan Audrey. Ia sudah ingin mengakhiri semua ini, tapi ia sadar bahwa terburu-buru sama saja bunuh diri. Jadi, ketika melangkahkan kaki ke dalam sana, Zayn masih bisa berekspresi datar. Bahkan aroma pengap pondok sama sekali tak membuatnya mengernyitkan dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]
Fanfiction"I don't wanna let you know.. Just read this book." Aku hanya akan menceritakan tentang usaha Audrey Alisson yang tidak berhasil melawan rasa ingin tahunya setelah mengenal sekelompok orang di kampusnya. Keingintahuan yang semakin sulit ditolak sete...