[12] Dream

2.5K 326 74
                                    

Sorry for typo(s)

*harry - audrey at mulmed.
__________________________

"Aku mendapat jatah tidur di luar malam ini."

"Jadi, aku akan tidur sendirian di sini? Mengapa tidak lelaki saja yang tidur di sana?"

Audrey yang sudah membawa sebuah bantal dan juga selimut pun kembali berbalik. Ia menatap Mila yang masih tidak bisa menerima keputusannya untuk tidur di luar malam ini. Batinnya mengoceh, kenapa anak ini cerewet sekali? Ia bahkan berperilaku seakan Audrey adalah kekasihnya.

Pemikiran itu berhasil membuat Audrey bergidik ngeri. Ia segera membuka mulutnya untuk menjawab perkataan Mila.

"Pertama, kau takkan tidur sendirian. Kedua, aku dengan suka rela tidur di luar karena rasanya tidak akan adil kalau dalam tujuh hari nanti hanya para lelaki yang melakukan itu."

Audrey hendak beranjak dan sudah memegang kenop pintu. Namun ia lagi-lagi harus membalas sebuah pertanyaan yang kembali dilontarkan Mila.

"Aku tidak tidur sendirian? Apa maksudmu?"

"Kau akan sekamar dengan Niall, puas?" Balas Audrey kesal. Ia menatap datar ke arah Mila yang sedang memasang ekspresi janggal. Perpaduan antara air muka terkejut, tidak terima, dan juga senang. "Tapi kalau ia mau. Itu pun kalian tidak boleh tidur seranjang. Ia harus mengalah untuk tidur di lantai jika harus sekamar denganmu."

Kali ini Audrey benar-benar sudah tidak ingin lagi menanggapi perkataan Mila. Ia segera melangkahkan kaki keluar ketika suara perempuan itu kembali terdengar di telinganya. Audrey menutup pintu dari luar lalu turun ke lantai bawah melalui tangga.

Suasana di lantai dasar sudah sangat senyap. Mungkin karena semua penghuninya sudah tertidur. Jarum jam baru menunjukan pukul sebelas malam, tapi semua lampu ruangan sudah dimatikan sehingga membuat ruangan ini terlihat remang dengan sebuah pencahayaan yang terdapat dari luar rumah. Cahaya bulan yang menelusup masuk dari kaca jendela dan juga sebuah lampu jalan yang kapasitas terangnya tidak seberapa.

Audrey membiarkan gorden jendela tetap terbuka. Ia meletakan bantal dan selimutnya di atas sofa sebelum melangkahkan kaki ke dapur untuk sekedar minum air putih, sebuah kebiasaan yang tanpa sadar sudah berubah menjadi rutinitasnya.

Kedua matanya menyipit ketika melihat sebuah bayangan yang sedang berdiri di samping meja dapur. Ia merabakan tangannya pada dinding untuk menyalakan saklar lampu yang agak redup. Kakinya kembali melangkah mendekati bayangan itu, bayangan seorang lelaki yang tampaknya masih belum sadar akan kehadirannya meskipun ia baru saja menyalakan penerang ruangan.

Setelah semakin dekat, Audrey yakin bahwa lelaki itu adalah Zayn. Ia sedang menuangkan air mineral pada sebuah gelas lalu meminumnya dengan cepat. Ia kembali menuangkan, lalu meminumnya lagi dengan lebih cepat. Zayn melakukannya secara berulang-ulang, hampir sampai tujuh kali. Seolah-olah tujuh gelas air mineral itu tidak mampu menghilangkan rasa dahaganya.

Zayn meneguk satu gelas terakhir lalu meletakannya pada meja tanpa mengisi gelas itu lagi dengan air. Kedua tangannya menggenggam erat sebuah senderan kursi, kepalanya menunduk. Napasnya pendek-pendek dengan rahang yang mengeras, seperti sedang menahan sesuatu.

Audrey melangkah lebih dekat pada lelaki itu. Kejadian tadi siang cukup membuatnya yakin bahwa Zayn tidak seburuk seperti apa yang dipikirkannya. Ia lelaki baik. Semua asumsinya mengenai Zayn yang membencinya sudah menguap entah ke mana.

Tangan Audrey terulur, ia sudah berada di belakang lelaki itu dan hendak menepuk bahunya ketika Zayn dengan tiba-tiba berbalik. Sebuah gerakan tak terduga yang membuat Audrey hampir menabrak lelaki itu kalau saja ia tidak segera melangkahkan kaki ke belakang. Audrey merasa terkejut, namun rasa terkejut itu tidak seberapa ketika ia mendongak dan menatap keseluruhan wajah Zayn. Termasuk kedua bola matanya.

Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang