sorry for typos.
______________________________
Sebenarnya, pagi itu tidak ada yang spesial bagi Audrey. Tapi, entah kenapa kepalanya terasa nyeri tiap kali ia mencoba untuk mengingat sesuatu. Pikirannya masih tidak tenang. Ia belum terbiasa dengan semua ketidaktahuannya. Rasanya seperti terombang-ambing, tidak tahu arah dan tujuan. Parahnya, ia juga merasa tidak enak badan. Audrey merasa dingin--hampir menggigil--sampai ia hampir berniat ingin bergelung di kamar seharian.
Tapi, tidak. Tentu saja ia tak melakukannya. Sekarang ini ia sedang berada di rumah orang lain. Audrey harus bersikap sopan. Maka, ketika Victoria memanggilnya untuk sarapan, Audrey tak mampu menolak. Ia menerima saja dan sangat berterimakasih ketika dipinjami sweater dari perempuan berambut hitam itu.
Sejauh ini Victoria terlihat sangat baik di mata Audrey. Perempuan itu ramah. Setahu Audrey, Victoria juga merupakan kakak dari Harry maupun Zayn. Sesuatu yang membuatnya bingung dan memutuskan untuk bertanya ketika berjalan beriringan dengan Victoria sebelum sarapan dimulai.
"Oh itu," ungkap Victoria begitu menangkap pertanyaan Audrey. "Harry dan Zayn memang bersaudara. Tapi, bukan saudara kandung. Waktu aku berumur lima tahun--Zayn masih tiga tahun--kami kedatangan anggota keluarga baru. Mum yang menemukannya, bergelung kedinginan di bawah pohon ek ketika musim salju, langsung saja ia membawa bocah laki-laki seumuran Zayn itu ke rumah. Menggigil kedinginan, tidak tahu informasi apa pun tentang orangtuanya, kami benar-benar tak sampai hati membiarkannya pergi lagi dari rumah ini. Yeah, jadi, semenjak itulah aku dan Zayn mempunyai seorang saudara baru."
Audrey menggosokan kedua telapak tangannya. "Tapi, kenapa mereka berdua terlihat tidak akur?" tanyanya begitu ingat interaksi kecil antara Zayn-Harry di rumah Aiko kemarin pagi.
"Tidak semua yang bersudara selalu akur, Audrey. Bahkan, kelihatannya Zayn juga tak menyukaiku," Victoria tersenyum tipis. "Menurutku, mereka berdua memang selalu berada dalam keadaan tidak bagus. Selalu ada saja kemungkinan kecil yang membuatnya tak bisa akur. Kebiasaan itu sudah sejak dulu. Tapi aku yakin mereka akan tetap rela mengorbankan diri kalau salah satunya dalam bahaya. Misal, kalau Harry terkena racun ular, Zayn pasti akan menghisap keluar bisa tersebut meski ia tahu bahaya yang ada. Nah, Audrey, kita sudah sampai. Selamat datang di keluarga besar kami."
Victoria berhenti menjelaskan begitu mereka sampai di ruang makan. Di sana ternyata sudah banyak sekali orang yang duduk. Meja yang digunakan juga sangat panjang dengan kursi-kursi yang ada disekelilingnya. Suasana seperti ini membuat Audrey ingat tentang setting film kerajaan. Rumah Harry sangat patut disebut mansion meski tatanannya lebih condong ke arah kuno daripada modern. Namun dari segi inilah yang membuat Audrey seperti tersedot ke zaman dahulu. Masa saat negara masih bersistem pemerintahan monarki absolut.
Dengan cepat, Audrey menjauhkan pemikiran itu. Sepertinya ia terlalu berlebihan. Rumah besar ini memang dihuni oleh seluruh keluarga Malik. Bukan hanya terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak. Tapi juga kerabat-kerabatnya. Jadi, pantas saja kalau suasananya berbeda. Mungkin tadi malam sepi karena ia yang pulang sedikit larut.
Harry tampak sudah duduk di sebrang Audrey begitu tatapan keduanya bertemu. Audrey tersenyum, ia kemudian melihat ke sekeliling. Ada banyak sekali orang. Mungkin bisa lebih dari sepuluh kursi yang tertata mengelilingi meja.
"Duduklah," bisik Victoria.
Audrey tampak tersadar ada orang yang ia kenal disampingnya. Segera saja ia duduk.
"Kalian memang selalu sarapan bersama seperti ini? Satu keluarga besar?" tanya Audrey dengan suara rendah.
Victoria menggeleng. "Kami hanya melakukannya waktu ada acara tertentu. Biasanya cuma aku dan kedua orangtuaku. Mungkin kembalinya Harry serta Zayn dianggap sesuatu yang spesial untuk mereka. Sampai mau mengundang semua anggota keluarga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]
Fanfiction"I don't wanna let you know.. Just read this book." Aku hanya akan menceritakan tentang usaha Audrey Alisson yang tidak berhasil melawan rasa ingin tahunya setelah mengenal sekelompok orang di kampusnya. Keingintahuan yang semakin sulit ditolak sete...