[33] Still Not Over

1.6K 238 148
                                    

sorry for typos.

________________________________

Bukan dia. Bukan dia yang pertama kali ia sebut.

Batinnya tertawa mengejek. Memangnya, apa yang ia harapkan? Pelukan untuk melepas semua perih? Senyuman yang mengatakan semuanya baik-baik saja?

Tentu saja tidak. Semua hal tadi takkan mungkin terjadi. Terlebih ketika ia melihat buliran bening itu. Air mata yang mulai mengalir melalui pelupuk matanya. Membasahi wajahnya yang masih sayu.

Itu semua merupakan gambaran pikiran Zayn saat ini. Ia sama sekali belum bergerak dari posisinya. Ia masih duduk di tepi tempat tidur di samping Audrey. Ia masih mengamati lekuk wajah gadis itu. Gadis yang hampir selama setengah tahun ini ia abaikan, berpura-pura tidak mengenal, menutup-nutupi kerinduannya dengan perilaku dingin. Pantas saja ia mendapatkan semua itu. Pantas saja, ketika ingatan gadis itu pulih bukan namanya yang pertama kali dipanggil. Bukan Zayn, tapi orang lain. Saudaranya sendiri.

Dia pantas mendapatkannya.

"Di luar. Kau ingin menemuinya?"

Suara Zayn terlampau datar untuk pendengaran Audrey. Ia tidak menyangka pria yang pernah menjalin hubungan dengannya ini bersikap sedatar itu. Seakan semuanya tidak bermakna apa-apa. Seakan dirinya--Audrey--masih sama seperti Audrey yang belum ingat apa pun. Tapi, setelah ingatannya pulih, akankah lelaki ini berperilaku dingin padanya seperti hari-hari berikutnya?

Tidak, Audrey tidak tahu. Dalam batinnya, ia sama sekali belum lega akan kenyataan bahwa ingatannya pulih. Ia tidak merasa puas ketika mengingat dan berhasil mengidentifikasi bahwa pria yang selalu datang di mimpinya itu adalah orang ini. Mantan kekasihnya sendiri.

Mantan?

Tidak, sebutan itu tidak cocok untuknya. Audrey sendiri tidak yakin hubungan mereka telah berakhir. Memangnya, siapa yang telah memutuskannya? Lelaki yang ada di hadapannya ini tidak pernah mengatakan sepatah kata pun mengenai masalah tersebut.

Ia hanya menjauh. Hilang. Pergi.

Mencoba menetralkan berbagai macam emosi yang sudah campur aduk, Audrey berusaha duduk. Ia sedikit terkejut ketika melihat lengan lelaki itu yang terulur untuk membantunya agar tidak goyah. Rasa pusingnya masih ada, tapi sudah tidak separah tadi. Mungkin, beberapa menit lagi pening itu juga akan hilang.

Kini keduanya tengah duduk berhadapan. Audrey meletakan kedua tangannya di atas pangkuan. Rasanya seperti tidak bertemu setelah sekian lama. Ia tak tahu harus berkata apa. Sering bertemu dengan lelaki ini selama enam bulan terakhir tampaknya tidak berefek apa-apa padanya. Terlebih saat itu ia tak mengingat apa pun mengenai lelaki ini.

Ketika mengingatnya, tiba-tiba ia menjadi merasa lucu. Sebab, bagaimana tidak? Kesannya terhadap orang ini telah berganti-ganti selama enam bulan terakhir. Dari sosok menakutkan, lelaki tak acuh sialan, hingga kekasih sialan yang dengan seenaknya main hapus ingatan begitu saja.

Oh, betapa banyaknya kesan yang ditinggalkan Zayn padanya. Memang tidak salah lagi, hanya orang itu yang mampu membuatnya merasa berantakan seperti ini.

Hampir sepuluh menit keduanya duduk tanpa suara. Keduanya ingin mengungkapkan banyak hal. Tapi, tidak bisa. Seolah ada dinding transparan di antara mereka yang bertujuan untuk menghalangi keduanya agar tak pernah membahas kejadian lalu. Agar tetap saling mengabaikan satu sama lain.

Audrey menundukan pandangan. Ia tak bisa berlama-lama menatap iris mata itu. Sorot mata yang sejak awal melihat sudah berhasil menarik perhatiannya--seakan ada makna tersendiri di dalamnya--bahkan ketika ia tidak mempunyai memori seutuhnya.

Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang