[32] Memories

1.5K 236 118
                                    


sorry for typos.

__________________________________

Keadaan di sekitarku kemudian berubah. Gang kecil yang tadinya menjadi tempatku berdiri kini sudah hilang. Kutatap sekelilingku tanpa merasakan kejanggalan. Seolah kejadian ini memang sudah sepantasnya terjadi.

Ah, di mana ini?

Cafe bernuansa warna cokelat membuat mataku tak berhenti memperhatikan setiap detailnya. Meja kayu berbentuk bundar, kursi kayu bermotif unik, lampion-lampion yang tergantung di langit-langit ruangan, lalu jendela besar yang menghadap langsung ke arah opera house di kota Sydney. Seakan keadaan tersebut masih kurang nyaman, alunan musik jazz juga terdengar di telingaku. Jenis musik yang mampu mengenyahkan perasaan gelisah.

Aku melihat keadaanku sendiri. Tampaknya aku tidak sendirian di sini. Ada dua buah piring yang sudah kosong, sehingga hanya tersisa cofee late dan sebuah susu putih. Aku tersenyum, pasti yang susu adalah minumanku. Lalu, siapa yang satunya?

Tasku gendongku kuletakan di bawah meja. Jenis tas gendong yang biasa kupakai. Hanya saja, setelah kubuka, ternyata di dalamnya ada satu setel baju wisuda. Senyum itu tersemat di bibirku, tiba-tiba saja aku teringat sesuatu.

"Apakah aku terlalu lama?"

Suara itu berhasil membuatku menoleh. Tanpa alasan khusus, hatiku terasa menghangat.

Bagaimana bisa aku melupakan semua ini?

"Uh--tidak. Kalaupun lama, aku takkan meninggalkanmu di sini kan?"

"Iya, kau pasti takkan meninggalkanku," ungkapnya seraya duduk di depanku. "Karena, kau menumpang di mobilku. Bagaimana mungkin kau pulang duluan?"

Ejekannya membuatku mengerut kesal. Namun, ia malah tertawa pelan sambil mengeluarkan sesuatu dari sebuah map yang ia bawa.

"Aku sudah mencetaknya. Bagaimana menurutmu?"

Tiga buah foto berukuran 10 R terlihat di sana. Yang satu bergambar seorang laki-laki dan perempuan dengan pose formal, sedangkan dua yang lain dengan pose bebas. Ketiga foto tersebut berisi dua orang yang sama. Perempuan dengan baju wisuda dan juga seorang lelaki yang memakai kemeja putih bergaris. Lengan baju pria itu ditekuk sampai siku, ekspresinya datar. Sangat berbeda jauh dengan patner fotonya yang tersenyum lebar.

"Kenapa kau pelit senyum, sih?" Aku menggerutu ketika melihat hasil jepretan kami tadi.

"Aku hanya bersikap formal."

"Formal apanya," balasku sambil berdecak pelan. "Zayn, orang formal itu harusnya pakai jas dan celana kain. Bukan kemeja yang ditekuk sampai siku plus jeans warna abu-abu."

"Yang ini bagaimana?"

Kali ini ia menunjukan dua foto lain. Dua buah foto selfie dengan pose random. Aku berusaha keras menahan senyuman ketika melihat ekspresinya ketika tertawa lepas.

"Kau benar-benar menggabungkan semua foto itu dalam ukuran 10 R? Kenapa tidak sesuai ukuran fotonya saja? " ujarku seraya meletakan jari di atas foto tersebut.

"Biar lebih praktis," balasnya singkat. Ia menyesap minumannya. "Nanti malam, kau 'kan bisa memotongnya, lalu membuatnya jadi semacam dokumen kecil di dalam buku kenangan itu."

"Bukan buku kenangan," aku menatapnya sebal. "Tapi, buku berisi foto-foto tertentu yang kemudian kuabadikan dengan tulisan-tulisan singkat di tiap fotonya."

Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang