sorry for typos.
____________________________________
Suara jeblakan pintu awalnya tidak membuat Aiko ataupun Zayn langsung menoleh. Aiko masih menahan tangannya berada di tengkuk Zayn, menahannya agar tidak segera menjauhkan diri tepat setelah bibir mereka bertemu. Aroma mint dari lelaki itu berhasil memenuhi indra penciumannya, membuatnya makin tidak ingin mengakhiri semua ini. Ia bersikeras ingin mendapatkan lelaki ini kembali. Orang yang sudah sangat ia cintai sedari dulu, bahkan semenjak mereka masih kanak-kanak.
Tangannya merambat ke rambut lelaki itu, hendak memperdalam ciuman yang ternyata tidak mendapatkan balasan setimpal. Zayn sama sekali tidak merespon apa yang dilakukan Aiko. Ia hanya berdiri di sana, kedua tangannya masih berada di pinggang gadis itu karena gerakan reflek. Ia tidak menyangka Aiko akan senekat ini padanya. Ia tidak punya antisipasi untuk langsung mendorong menjauh.
Kedua lengannya baru melepaskan pinggang Aiko begitu ia melihat pintu yang terbuka. Zayn melangkahkan kakinya ke belakang, lalu menguraikan kedua tangan Aiko yang masih menahannya. Apa yang dilakukan perempuan itu jelaslah sangat sia-sia. Ia tak akan mungkin membalas perasaan seseorang yang hanya ia anggap sebagai teman masa kecil.
Dilihatnya ekspresi kecewa dari wajah Aiko. Tatapannya menuntut penjelasan. Sedangkan ia merasa tidak perlu menjelaskan lagi. Tak ada yang perlu dijelaskan ketika semuanya sudah terlihat jelas.
Mungkin saja perilaku Aiko barusan berhasil membuatnya terkejut. Tapi, di sini masih ada kejutan lain. Hal yang sama sekali tidak ia kira.
Seorang perempuan terkulai lemas dengan tubuh bersandar ke badan pintu. Matanya terpejam, wajahnya pucat dengan bibir membiru.
Langkah kakinya langsung menuju ke sana. Zayn berlutut di sebelah Audrey, memeriksa keadaannya. Telapak tangannya menggenggam gadis itu, merasakan suhu dingin dari tubuh si gadis. Tiba-tiba saja, detak jantungnya menjadi lebih cepat. Ia mengeratkan genggamannya pada Audrey. Zayn hendak mengulurkan sebelah tangannya pada wajah gadis itu ketika suara dingin sesorang lelaki terdengar dari balik tubuhnya.
Harry berada di sana, air mukanya menandakan bahwa ia amat sangat khawatir bercampur kesal. Kedua telapak tangannya terkepal di masing-masing sisi tubuhnya. Tatapannya menusuk, tepat mengarah pada seorang pria yang sedang berlutut di samping Audrey.
"Puas dengan apa yang kau lakukan pada Audrey? Semua ini tujuanmu 'kan? Membuatnya kehilangan nyawa?"
Zayn mengabaikan perkataan tersebut. Ia mengalihkan pandangannya dan hendak menyibakan rambut Audrey yang menutupi sebagian wajahnya ketika merasa Harry akan kehilangan kontrol. Harry memang hendak memukul telak wajah saudara tirinya itu sebelum orang tersebut menghindar. Wajah tanpa eksresinya berubah sewaktu kembali bertatapan dengan Harry.
"Tak perlu memperpanjang masalah. Kita harus mengurus Audrey kalau kau mau gadis itu selamat."
"Kaulah yang harus menyembuhkan dia," Harry berangsur mundur. Ia ikut berlutut di samping gadis itu, menatap wajah pucatnya sembari menguraikan rambut Audrey ke sisi wajahnya. Napasnya sedikit memburu. "Kau harus mengembalikan ingatannya."
"Tidak. Cukup berikan dia obat yang biasa kita pakai."
"Tidak akan bekerja," Harry menghela napas pelan. Ia makin kesal dengan pria yang ada di sebelahnya ini karena masih sempat memikirkan cara lain. "Aku sudah mencobanya, keadaannya tidak berubah. Lakukan saja apa yang kuminta. Kembalikan ingatannya dan ia akan baik-baik saja."
"Kau pasti tidak akan mau ia menjadi Mila yang kedua."
"Semua itu lebih baik daripada ia mati karena ulahmu! Tidakkah kau mengerti?!" Bentakan itu tak lagi dapat Harry tahan. Ia tak habis pikir dengan Zayn yang mengulur waktu. Menolak mengembalikan ingatan Audrey seakan keadaan gadis itu tak menggambarkan bagaimana kritisnya keadaan perempuan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]
Fanfic"I don't wanna let you know.. Just read this book." Aku hanya akan menceritakan tentang usaha Audrey Alisson yang tidak berhasil melawan rasa ingin tahunya setelah mengenal sekelompok orang di kampusnya. Keingintahuan yang semakin sulit ditolak sete...