Sorry for typo(s)
*p.s: subtitle don't have clear corelation with this chapter lol. So pls don't take it seriously im too confused to named this part.
______________________________Audrey melihat keduanya secara bergantian, pandangannya lalu tertumbuk pada Zayn yang sedang menatapnya tanpa minat.
Lelaki itu menghela napas, cukup keras untuk bisa terdengar oleh Audrey. "Sudah, sana. Aku sudah terbiasa sendiri."
Nada suaranya datar. Tapi entah mengapa malah membuat Audrey enggan pergi dari sini.
Tidak jauh berbeda dengan reaksi Audrey, Harry pun merasa tidak enak dengan temannya yang satu ini. Pertikaian kecil mereka berdua sudah memasuki tahap yang tidak wajar. Parahnya, akhir-akhir ini Zayn sering sekali marah-marah meski hanya untuk urusan sepele. Lelaki itu entah mengapa jadi bertambah sinis padanya dua minggu terakhir ini.
Dan ketika Zayn mengeluarkan kalimat tadi, Harry lagi-lagi merasa tidak enak hati. Sedari dulu, ia sudah tahu masalah lelaki itu. Apa yang dirasakannya. Semua itu memang karena dirinya.
Tapi untuk kejadian akhir-akhir ini, Harry tidak mengerti. Zayn cenderung lebih suka marah-marah tanpa hal yang jelas.
"Kami akan tetap di sini kalau kau mau," ujar Harry dengan nada senormal mungkin. Ia tak mau memancing pertikaian lagi.
Tepat ketika Harry hendak mengambil posisi duduk di dekat Audrey, Zayn berdecak keras. Ia menatap acak ke lingkungan sekitar, asal tidak ke arah dua insan yang ada di sampingnya ini.
"Kalian pergi saja. Akan lebih baik kalau aku sendirian."
Harry melihat Audrey yang hendak ikut buka mulut, membantu meyakinkan Zayn. Tapi Harry sudah menghentikan niatan Audrey terlebih dahulu. Ia tak mau Audrey tergena getah dari kemarahan tanpa sebab temannya ini. Cukup dirinya. Zayn memang sukar dimengerti.
"Baiklah, kami pergi," jelas Harry. Ia bangkit berdiri, diambilnya pergelangan tangan Audrey agar ikut bangkit. "Makanan kecil-kecilan, dari Niall. Kita tidak punya persediaan lain, jadi manfaatkanlah itu dengan baik."
Setelah meletakan kantung kresek putih pada Zayn, Harry langsung melenggang pergi. Audrey yang berjalan di sisi lelaki itu, termangu. Ia tak tahu harus berkomentar apa di situasi semacam ini.
Mereka berjalan mendekati keramaian. Ah, bukan mereka. Tetapi, Harry yang menuntun Audrey menuju keramaian. Ia ingin mengalihkan perhatian gadis ini, meski kelihatannya usahanya gagal. Audrey masih tampak termenung, sama sekali tidak mempedulikan suasana yang sudah berubah.
Kedua ujung bibir Harry melengkung membuat senyuman. Ia menelusupkan telapak tangannya pada jari-jari gadis itu, lalu menyuruhnya duduk di sebuah bangku panjang.
"Tidak usah terlalu dipikirkan," ujarnya menenangkan. "Kalau kau masih berpikir mengenai kejadian tadi, lupakanlah. Karena semua pertanyaan yang ada di otakmu takkan terjawab."
Kalimat itu menarik perhatian Audrey. Ia mendongak pada Harry, menatapnya penasaran. "Apakah dia memang seperti itu?"
Harry tahu siapa yang dimaksud gadis ini. Ia pun mengangguk.
"Setiap hari? Selalu seperti itu?" Tanya Audrey lagi.
Tidak seperti tadi, kali ini Harry tidak langsung menjawab. Ia mengingat-ingat tentang Zayn, bagaimana perilakunya.
Ah, ia ingat. Zayn memang seperti itu, selalu sinis padanya, suka marah-marah tidak jelas. Tapi ia bukanlah lelaki yang jahat. Zayn itu sebenarnya baik.
Iya, dia orang baik. Buktinya...
"Tidak juga," balas Harry setelah terdiam beberapa saat. "Zayn memang kadang seperti itu. Mungkin bersikap dingin pada orang lain sudah menjadi kebiasaannua. Ia hanya akan bersikap normal kalau suasana hatinya sedang baik. Kalau tidak, yah, akibatnya seperti tadi. Kau bisa lihat sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]
Fanfic"I don't wanna let you know.. Just read this book." Aku hanya akan menceritakan tentang usaha Audrey Alisson yang tidak berhasil melawan rasa ingin tahunya setelah mengenal sekelompok orang di kampusnya. Keingintahuan yang semakin sulit ditolak sete...