sorry for typo(s)
________________________________
Audrey kurang mengetahui situasinya. Menurut ingatannya sebelum pingsan, ia mendengar teriakan seorang wanita. Setelahnya, kesadaran Audrey langsung lenyap akibat pengaruh dari cairan entah apa yang ia minum. Seperkian detik sebelum Audrey kehilangan kesadarannya, sebenarnya ia juga sudah sedikit merelakan harapan yang ada. Kondisi tubuhnya yang teramat parah membuatnya hampir tak bisa berpikir rasional lagi. Bahkan, suara di dalam otaknya semata-mata berseru 'Sudahlah, kau sudah tidak berdaya. Mati saja! Pasti jauh lebih menyenangkan.'
Saat itu Audrey pasti hampir mempercayai seruan itu, sebab ia dengan mudahnya jatuh pingsan tanpa melakukan perlawanan sedikit pun. Audrey rela-rela saja kesadarannya hilang setelah terjaga selama berhari-hari ditemani oleh siksaan tiada akhir dari Aiko. Akibatnya, sekarang ia jadi agak linglung, seakan memorinya yang telah kembali baru saja dihilangkan lagi. Audrey merasa baru ketinggalan banyak kejadian penting. Ia bingung, disorientasi ... Lalu, rasa nyeri di tubuhnya juga sangat tidak membantu.
Kehadiran sosok yang membuat kesadarannya pulih ini juga sebenarnya membuat Audrey marah sekaligus sedih. Ia marah karena rasa sakit di tubuhnya membuatnya ingat akan penderitaan yang ia alami, penderitaan yang terjadi karena menunggu dia yang terlalu lama. Di sisi lain, Audrey juga sedih karena otaknya yang seakan menyalahkan lelaki ini. Audrey tak seharusnya begitu. Ia harusnya bersyukur dan berterimakasih!
Kini, sisi melankolisnya seakan mengambil alih. Rasa marahnya tiba-tiba lenyap begitu matanya mendapat penglihatan yang lebih jelas akan lelaki yang tengah menunduk di hadapannya ini. Tatapan khawatirnya membuat Audrey lupa dengan rasa marah. Ia juga melihat bayangan hitam di bawah kantung mata lelaki itu. Hal yang mampu membuatnya luruh. Sebab, keterlambatan Zayn kemari pasti bukan tanpa alasan. Ia pasti sulit menemukan petunjuk dan berusaha teramat keras untuk menemukannya sampai-sampai kekurangan waktu tidur.
Jadi, alih-alih teriakan marah, kalimat pertama yang Audrey lontarkan justru kalimat yang sebenarnya agak berlebihan, terlampau puitis.
Audrey hampir ingin menutup wajahnya karena malu kalau saja Zayn menertawainya seperti apa yang biasa terjadi di masa-masa dulu. Untungnya, lelaki itu tak melakukan apa yang diperkirakan Audrey.
Zayn tidak menertawainya ataupun berkomentar tentang apa yang baru saja Audrey katakan. Lelaki itu tak melakukannya. Ia hanya tersenyum lega dan langsung merengkuh Audrey ke dalam pelukan. Memeluknya cukup erat, mengistirahatkan kepalanya di bahu Audrey. Kedua lengannya melingkupi tubuh perempuan itu, mengusap rambutnya pelan.
Di dalam pelukan Zayn, Audrey entah kenapa jadi ingin menangis. Tapi, ia tahu bahwa seharusnya ia tidak menangis. Karenanya, Audrey pun memaksakan tawa meski isakan itu juga kentara sekali dalam suaranya saat berkata, "Aku belum mandi, kau tahu."
Tanpa melihat ekspresi Zayn, Audrey sedikit mendengar gumaman rendahnya, "Aku tidak peduli."
Audrey membalas pelukan Zayn, menyandarkan kepalanya pada dada bidang pria itu, terdiam selama beberapa detik sebelum berkata, "Sungguh? Aku belum mandi sejak mereka membawaku kemari."
Zayn melepas pelukan, namun kedua tangannya masih memegang bahu Audrey. Ia menatap perempuan itu lurus-lurus kemudian merengut.
"Kau selalu saja merusak suasana," ujarnya sambil menghela napas pelan. "Lagi pula, apa yang kuharapkan dari seseorang yang telah disandera selama berhari-hari? Penampilanmu sekarang ini bahkan sangat tidak layak hanya untuk diajak kencan di taman kota."
Audrey mengusap matanya yang sudah berair. Kini ia benar-benar tertawa setelah mendengar kalimat yang baru saja dikatakan Zayn.
"Sepertinya selera humormu sudah mengalami peningkatan, ya? Aku sangat ingat, dulu saat di Sydney dan dulu saat kau pura-pura tidak mengenalku, kau sangatlah kaku. Persis seperti robot rakitan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathtaker || Zayn Malik / Harry Styles [au] [discontinued]
Fanfic"I don't wanna let you know.. Just read this book." Aku hanya akan menceritakan tentang usaha Audrey Alisson yang tidak berhasil melawan rasa ingin tahunya setelah mengenal sekelompok orang di kampusnya. Keingintahuan yang semakin sulit ditolak sete...