Part 34

265 24 4
                                    

Part 34

Mata indahnya yang berkaca-kaca langsung membulat lebar. Mencekat tenggorokan, siap menerobos pelupuk mata kala dibanjiri air bening. Kalimat itu merubah semuanya.

Sangat sederhana, mudah saja bila diucapkan dengan sepenuh hati, namun meninggalkan bekas mendalam bagi yang dituju. Apa seaneh ini?

Nadine Owen adalah salah satu gadis yang merasakannya secara langsung. "Apa..?" Ucapnya sangat lirih. Nadine tetap menatap wajah tampan di hadapannya dengan mata yang kian berair. Sedangkan pria itu sama sekali tidak ada niat untuk menoleh padanya, sedikit pun. "Sungguh maafkan aku, Nadine."

Lagi karena semua perkataan Harry membuat gadis itu pecah, hancur, bersamaan air muka yang menyatu dengan air matanya. Mungkin Nadine adalah gadis yang lebih memilih untuk tetap tegar tanpa sosok pria di sampingnya. Ketimbang dengan Nadine saat ini yang sangat rapuh dan hancur, bahkan sampai menangis.

Tentu kalian bisa bandingkan semua itu. Nadine saat ini, atau Nadine saat itu. Nadine yang gila akan cinta.

"Tidak, lihat aku, Harry. Lihat aku!" Kedua tangan gadis itu meraih pipi Harry hingga membuat wajah itu menatap dirinya. Dengan berat hati dan perasaan tidak enak, Harry menurut, ia menemukan pedih dalam mata Nadine.

"Kau pasti bercanda, bukan? Kau mencintaiku, 'kan??" Suara seraknya menembus keheningan malam. Sayang, Harry tak kunjung merespon. "Jawab aku, Harry!" Nafas Nadine memburu, isakannya semakin terdengar. Ia melepas telapak tangannya pada wajah Harry. Sudah cukup, ia menunduk.

"Nadine, gadisku," Suara lembut Harry berhasil membuat gadis itu kembali menatapnya, dengan lindungan tangan besar Harry pada kedua pundaknya. Manik mata Nadine seperti tak ingin berhenti berlinang. "Kau harus tahu bahwa kau adalah gadis pertamaku. Kau yang selalu berusaha untuk terus bersamaku." Harry memasukkan sosok dirinya tenggelam dalam mata Nadine. Membiarkannya seperti itu dengan posisi senyaman mungkin.

"Tapi ada hal lain yang perlu kau tahu. Kau bukanlah cinta pertamaku, dan kau tidak akan pernah bisa menjadikannya seperti itu. Kita bukanlah dua orang yang direncanakan untuk bersatu. Pasti ada jalan lain yang menghubungkan kita untuk tetap dalam posisi masing-masing." Ucapnya.

Mata mereka masih bertemu, saling menenggelamkannya ke dasar yang paling dalam. Hingga menyadarinya, Harry merasakan kesedihan dalam mata Nadine dan Nadine mengetahui keseriusan dalam ucapan Harry. Hati Nadine menolak untuk klaim bahwa Harry sedang bercanda namun ia tidak bisa.

"Aku tahu bahwa kau bukanlah takdirku, Nad."

"Huh, bagaimana kau bisa tahu itu?"

"Suatu saat nanti, aku yakin kau pun bisa merasakan mana takdirmu yang sebenarnya. Ini hanya masalah waktu, saat ini kau hanyalah belum."

Nadine berpaling, menoleh pada sungai di sampingnya yang menimbulkan riak. Harry sendiri melepas pundak gadis itu dan kembali pada posisinya. "Maka dari itu, tetaplah berjalan maju dan sapa setiap orang yang kau temui dalam jalanmu. Karena bisa saja satu dari orang-orang itu adalah takdir yang kau cari. Dan satu lagi, takdir yang kau dapatkan bisa merubah seluruh hidupmu."

Perkataan terakhir Harry, jujur, membuat perasaan aneh muncul dalan benak Nadine. Entah apa itu, tapi ia seperti baru saja membuka sebuah pintu besar yang menuntunnya ke dunia yang indah. Dan belum pernah ia datangi sebelumnya. Tahu perasaan itu membuat Nadine lebih tenang.

"Kau mengerti?"

Nadine mengangguk lembut dengan senyuman di wajahnya. Ia menghapus aliran air mata cepat-cepat. "Aku mengerti. Terima kasih, Harry." Pria itu yang mengangguk. Lesung pipi membuatnya terlihat lebih dan lebih tampan. "Kau bisa menerima ini?"

Heart by Heart ⇨ h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang