Part 22

505 30 5
                                    

Part 22

"Hey, ayo bangun, nona!"

Matahari menyingsing di langit timur menyinari wajah Callysta yang tengah dalam fase tidurnya. Sempurna sekali gorden telah dibuka oleh Lucas. Sepertinya matahari memang berniat untuk membantu Lucas membangunkan sepupunya itu. Yang dikategorikan 'pro' dalam hal tidak bisa dibangunkan di pagi hari.

"Kubilang bangun! Apa sinar itu tidak bisa menembus kelopak matamu?"

Lucas tidak mungkin melakukan hal yang sama seperti pertama kali ia membangunkan gadis itu. Berpura-pura marah lalu menunggu dibalik pintu kamarnya. Huh, Callysta sudah terlalu tahu modus itu. Mungkin kali ini bisa dilakukan dengan cara yang lebih 'licik'.

"Baik jika kau tidak mau bangun. Aku akan telpon orang tuamu dan aku akan kembali ke Nottingham. Hello, om dan tante Cleon? Ah.. ya, tepat sekali."

Callysta membuka mata kanannya, melihat Lucas sedang menelpon disana. Ia merasa bahwa ini antara pura-pura atau benar terjadi. "Lucas!"

"Ah.. anak gadismu memang sangat malas, om. Aku akan membereskan baju serta koperku sekarang, tante." Callysta merebut handphone Lucas lalu mengambil alih pembicaraan. "Ma, pa, aku sudah bangun. Kembalilah bekerja, sampai jumpa!" Ketika Callysta hendak menutup telponnya, ternyata ia dikejutkan dengan layar hitam yang tak memberi tanda panggilan atau apapun. Bahkan handphone itu saja mati.

"Hey, apa ini? Mati?"

"Handphone-ku memang lowbat. Lagipula aku tidak bisa menelpon dua orang dalam satu nomor."

Callysta melempar tatapan tidak percaya untuk Lucas. Benar juga, mama papa Callysta dalam nomor yang sama? Itu tidak mungkin. Bahkan mereka bisa memiliki lebih dari satu nomor di dunia ini. "Haha, kena kau. Jangan coba-coba tidur lagi. Pergilah mandi, ada yang ingin kutanyakan selama sarapan."

.

.

Callysta menuruni anak tangga terakhir. Sebelumnya ia mengikat dulu tali sepatunya kemudian pergi ke dapur, sudah dipastikan kalau Lucas telah berada disana.

"Pagi, sepupuku. Huh, nasi telur lagi?" Ia melihat gulungan nasi yang dilapisi oleh telur berwarna kuning lezat di atas meja makan. Dan seperti biasa, Lucas duduk di kursi paling ujung menantikan Callysta duduk disampingnya.

Gadis itu menarik kursi, "Baiklah, aku bisa sarapan sekarang?" Tanyanya menatap Lucas. "Ya. Selama itu juga kau harus menjawab pertanyaanku."

"Kau tak ikut sarapan?"

"Sudah selesai."

"Huh, cepat sekali?"

"Sudahlah, makan saja bagianmu. Aku akan mulai.."

"Sebenarnya kau ingin menanyakan apa sih? Repot sekali." Callysta mengambil dua gulung nasi telur dan memindahkan ke piringnya. Ia mulai memotong.

"Kemana saja kau kemarin?" Ucap Lucas pada pertanyaan pertamanya.

"Ah.. aku pergi main."

"Kemana? Dengan siapa?"

"London. Marcel."

Lucas menatap sesaat wajah sepupunya yang bahkan tak meliriknya sedikit pun. Dia menjawab sangat singkat. Nasi telur begitu nikmat rasanya ia makan dengan fokus. Lucas kembali memilah-milah untuk pertanyaan berikutnya. "Jadi pria itu bernama Marcel?"

"Kau tahu?"

"Mengapa kau tidak bertanya, 'bagaimana aku bisa pulang?' ?"

Callysta berhenti mengunyah, ia masih melayangkan garpu dan pisaunya. Astaga, kenapa sepupu itu selalu benar? Callysta kembali mengingat-ingat bagaimana dirinya bisa pulang setelah acara mainnya dengan Marcel kamarin. Bagaimana bisa yang ia dapatkan hanyalah kenyamanan dalam tidur? Tanpa mengetahui apa yang terjadi sebelum itu.

Heart by Heart ⇨ h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang