Part 7

900 38 2
                                    

Part 7

"Um, aku hanya.. uh, aku hanya lewat saja tadi."

"Maksudmu?" Tanya Louis bingung. Mereka berdua berjalan santai menyusuri koridor. Sangat sepi tapi tidak begitu sepi karena gelak tawa para siswa sering kali terdegar dari beberapa kelas yang mereka lewati. "Ya, sewaktu aku melewati UKS, dia meminta bantuanku untuk memolesi obat di kakinya. Itu saja." Jawab Harry berbohong. Louis yang mendengarnya justru menunjukkan ekspresi kaget pada wajahnya.

"Apa kau bilang? Dia meminta bantuan padamu?" Tanyanya tak percaya. Harry hanya menanggapinya dengan anggukan cepat. Kemudian Louis berdecak sambil menggelengkan kepala. "Berani sekali dia meminta bantuanmu. Kau juga, mengapa kau membantunya, Haz?" Untuk kedua kalinya Harry harus memikirkan jawaban yang pas. Untuk kedua kalinya pula ia harus menjawab dengan berbohong. Tapi tidak seperti biasa, rasanya kali ini untuk mencari kata-kata suatu kebohongan saja sulitnya minta ampun. Berlebihan? Tidak, karena itulah yang Harry rasakan.

Dirasa ia sudah mendapatkan jawaban yang bagus, Harry mengungkapkannya dengan sedikit terbata-bata. "K-kau ini banyak tanya, ayolah cepat ke kelas." Namun sepertinya itu bukan jawaban yang sebenarnya. Setelah mengatakan itu, Harry buru-buru mempercepat jalannya mendahului Louis. Sedangkan pria ber-rompi garis-garis itu hanya diam di pijakannya dengan wajah yang berekspresi kebingungan. Beberapa detik kemudian, ia mengejar kawannya itu yang sudah berjarak dengannya.

.

.

Suasana di ruangan itu sangat sepi. Ruangan serba putih yang berbau obat. Mereka yang berada di dalamnya hanya diam tanpa berkata apapun. Seorang gadis yang duduk di atas kasur itu hanya melihat pada kedua kakinya yang dibaringkan. Gadis yang satunya lagi hanya duduk dengan pandangannya menatap wajah temannya itu.

Kecemasan tergambar dari raut muka Mya yang sedari tadi tak henti-hentinya mengerutkan keningnya. Banyak yang ia pikirkan tentang gadis di hadapannya itu sekarang. Dan salah satu dari apa yang ia pikirkan adalah, betapa sedih dan sakitnya jika dalam posisi Callysta. Siswi baru yang tiga hari bersekolah saja sudah mendapat masalah dan masuk UKS.

Namun suatu hal yang sangat Mya sukai dari seorang Callysta ialah, gadis berparas manis ini tidak pernah menampakkan ekspresi sedih pada raut wajahnya. Ia selalu terlihat tenang, santai, bahkan ceria. Walaupun hanya tiga hari untuk menilai itu, tapi waktu tiga hari cukup untuk Mya ketahui karakter dari seorang Callysta Cleon. Hal yang sangat ia kagumi dari gadis itu dan berharap ia bisa se-berani Callysta.

"Kau ingin menceritakan bagaimana kejadiannya?" Mya menatap wajah Callysta dengan senyuman. Gadis itu pun balas menatapnya dengan ekspresinya yang terlihat biasa saja. Biasa dalam artian tidak bahagia juga tidak sedih. "Kalau kau keberatan, tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksa." Kata Mya lagi agar ia tidak terkesan memaksakan keinginannya untuk mendengarkan kejadian Callysta.

Kini senyuman manis terukir di kedua sudut bibir Callysta. Sedetik kemudian ia menunjukkan rentetan gigi putihnya yang rapi. "Tidak usah seperti itu, aku mau menceritakannya padamu." Jawab Callysta dengan suaranya yang lembut. Hal itu dibalas oleh Mya dengan wajahnya yang berseri-seri. Siap mendengarkan Callysta bercerita.

"Kau ini, ini kejadian menyakitkan. Mengapa wajahmu malah terlihat senang begitu ingin mendengarkannya?"

Heart by Heart ⇨ h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang