Preview:
"Jangan pergi lagi..." bisik gadis itu lirih. Pelan, lembut, namun penuh dengan permohonan. Urgensi untuk selalu bersama terdengar kental dalam kalimat tiga kata tersebut.
Pria itu mengangguk. Tersenyum.
Jarak di antara mereka semakin sedikit dan sedikit sampai akhirnya bibir mereka bersentuhan. Tanpa bicara, tanpa isyarat mata. Kali ini hanya hati mereka yang saling mengerti.
Malam itu menjadi sebuah tonggak bersejarah dalam kehidupan keduanya. Di mana satu sama lain saling mengikatkan diri dalam hubungan emosional dan fisik yang kuat.
***
Two days later...
"Hello, Delia speaking," sapa Delia dengan nada terburu-buru setelah ia berhasil menarik ponselnya yang tergeletak di meja sisi tempat tidur.
Matanya membelalak ketika mendengar suara di seberang sana. "Oh, Mr. Willingham. I'm sorry I..."
*Click.*
Mikail menarik telepon itu, mematikan sambungan hanya dengan sebuah tombol.
"Hey! Teleponku!" seru Delia tidak terima.
"Kau tidak membutuhkannya!" jawab Mikail sambil melemparkan ponsel tipis itu entah ke bagian mana dari kamar mereka yang cukup luas.
"Mikail! Astaga!" gertak Delia. "Tapi itu Mr. Willingham, dia mungkin bertanya-tanya ke mana saja kau dua hari ini!"
"Kalau dia bertanya, akan kujawab, aku berada di surga," desah Mikail, melemparkan kembali punggungnya ke atas tempat tidur yang begitu empuk, membuat Delia yang sedang duduk disisi tempat tidur sebelahnya ikut terbawa jatuh.
Senyum tidak pernah lepas dari bibirnya. Terutama ketika ia menarik Delia kembali dalam pelukannya.
Delia ingin protes pada awalnya. Mengingat Mr. Willingham dari perusahaan partner MW. Corp, mungkin sedang kelimpungan karena dua hari ini, baik Delia dan Mikail menghilang dari kantor maupun dunia luar.
Mereka mengisolasi diri mereka dalam dinding bernama rumah.
"Apa kita bergerak terlalu cepat?" tanya Delia, merujuk pada hubungan mereka yang kini bahkan lebih dari sepasang kekasih.
Ia menatap langit-langit kamar Mikail yang menjadi pemandangan yang paling sering ia lihat belakangan dua hari ini.
Mikail yang tertidur terlentang mengubah posisinya. Kini ia tidur menyamping dengan tangan kiri menyangga kepalanya.
Matanya berbinar nakal. "Apa aku 'bergerak' terlalu cepat?"
Awalnya Delia tidak mengerti.
Tapi melihat raut wajah Mikail yang begitu menggoda dan bisikan halus, "dua hari tanpa tertidur sepanjang malam," yang seduktif, Delia melemparkan bantal yang dipakainya menghantam langsung wajah Mikail.
"Oh Tuhan ada apa denganmu!" seru Delia frustasi. Ia menarik selimut yang mereka pakai lebih tinggi, menutupi tubuhnya yang hanya memang dibalut bahan tipis.
Mikail menahan tawanya, dikesampingkan bantal yang tadi dilempar Delia padanya. "Apa?"
"Ewww kau basah dan berkeringat!" Delia berseru frustasi dan mengernyit.
"Apa-ku? Basah?" Mikail bertanya seakan akan tidak mengerti dengan maksud Delia, tak ayal menjurus kearah yang lain.
"Dan kenapa kau harus menutupi 'nya'!" serunya merujuk pada Delia yang menutupi seluruh tubuhnya dengan tarikan selimut. "Aku sudah melihat semuanya Delia, dan aku cukup kehilangan kata-kata untuk melihat keindahan itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mountain Of Light
RomanceCopyright © 2013 by agustineria Dilarang mengcopy, menjiplak, dan memperbanyak tanpa seijin penulis. Jangan membudayakan plagiarism. Perhatian: Cerita ini dikhususkan bagi followers saya saja. *** Aku membutuhkanmu lebih dari apapun di dunia ini...