Mountain Of Light : Part 14

144 10 9
                                    

(Trivia)

She may be the face I can't forget...

dia adalah wajah yang tak akan bisa kulupakan...

Something unfamiliar be running down her vein, right to the heart.

sesuatu yang asing akan mengalir tepat menuju jantungnya.

You let it be, you let it skip some beats, you let her go...

kau biarkanlah, kau biarkan jantung itu berdetak perlahan, kau biarkan wanita itu pergi.

And she'll live in his heart, without no one has to know.

dan wanita itu akan hidup dalam hati sang pria, tanpa satu orang pun yang tau.

***

Tumpukan dokumen itu sama sekali tidak menarik perhatiannya. Hampir semua karyawannya senewen karena sang bos besar tidak juga menandatangani surat-surat dengan keputusan penting, membuat perusahaan itu hampir lumpuh karena ujung tombak mereka tidak berfungsi sama sekali.

Atau lebih tepatnya, seminggu tanpa Delia, Mikail menolak untuk memfungsikan dirinya sendiri.

Ia merindukan gadis itu, merindukan malam-malam dimana mereka bisa bergelung satu sama lain sampai fajar menjelang. Malam dimana ia bisa mencium gadis itu sebanyak yang ia mau.

Pagi dimana pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sebuah wajah rupawan yang kini dirindukannya.

'Delia... apa yang telah kau perbuat padaku...?' lirih Mikail dalam hatinya. 'Dimana kau? Aku disini mati merindukanmu...'

Dan seperti menjawab pertanyaannya, ponselnya berdering keras. Dering khusus yang dia pasang untuk sambungan telepon orang terkasihnya.

"Mikail..." suara itu menyapanya. Begitu lembut, begitu hangat, sampai rasanya Mikail ingin terbuai selamanya dalam suara yang begitu ia rasakan kehilangannya seminggu ini.

"Baby?" desisnya tidak percaya. "Apa itu kau?"

Terdengar suara tawa renyah Delia. "Hello, darling, how are you?"

"Seperti di neraka tanpa dirimu!" keluhnya frustasi. Hatinya yang tadi berat kini sudah terasa sangat ringan. Seperti diisi dengan bulu-bulu halus yang begitu menyejukkan.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," kata Delia mendadak serius. "Aku telah menyelesaikan segalanya disini. Dan akhirnya, aku pikir aku harus segera pulang ke rumah."

Delia akan pulang... 

Mikail berusaha keras untuk mendengar keseluruhan ucapan Delia meski hatinya yang tadi sudah ringan kini terasa kembali memberat. 

Dia akan pulang.. dia tidak akan kembali lagi padaku.

"Okay..." jawabnya singkat.

"Tidakkah kau merasa bahagia jika aku pulang?" tanya suara feminim itu. Mikail seakan tergelak. Ia pernah mengatakan bahwa ia akan berlapang hati dimanapun Delia akan memilih untuk tinggal. 

Tapi rasanya ketika dihadapkan pada kenyataan yang sebenarnya, itu tidak semudah yang ia bayangkan.

"Tentu aku akan bahagia selama kau pun bahagia sayang. Indonesia akan selalu menjadi tempat yang indah." dustanya. Meski Indonesia memang indah, tapi tidak untuknya jika Delia tidak berada disisinya.

"Indonesia apa sih?" Delia terdengar tertawa cukup lantang. "Aku sedang di kursi pesawat sekarang, dan pesawatku akan take off dalam sepuluh menit lagi."

Mountain Of LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang