Mikail marks Delia, in front of wide-eyed ex fiancée, Maureen Johanson.
Who says revenge is bittersweet? It's fucking sweet.
-
"Apa kau sengaja menjebakku?" teriak Delia tiba-tiba, begitu mereka sampai di rumah.
Mikail yang mendengar ini mengerutkan keningnya tidak mengerti. Sepanjang perjalanan setelah mereka selesai dengan furniture shopping, Delia sama sekali tidak membuka mulutnya. Dan sekarang, saat gadis itu membuka mulutnya, ia berteriak pada Mikail .
"Pardon me, Delia?" tanya Mikail. Ia menarik tangan Delia, menahan gadis itu agar bicara dulu dengannya sebelum ia pergi masuk ke kamarnya sendiri.
"Miss Johanson dan toko furniture. Jelaskan semua padaku." Suara dingin Delia menyeruak penuh rasa pahit.
Delia menatap kedua mata Mikail dengan penuh amarah. "Apa kau baru saja memamerkan diriku sebagai rekan tidur yang baru saja kau sewa?"
"Tunggu, hei! Apa maksudmu?" Mikail tidak percaya dengan apa yang didengarnya keluar dari bibir Delia.
Ia, seorang Mikail Weston, memamerkan Delia di depan umum? Seingatnya ia hanya melakukan apa yang seharusnya dia lakukan di depan Maureen. Ia tidak pernah menyangka Delia akan keberatan dengan hal itu.
Bukankah seharusnya Delia mengerti?
"Tu no entiendo," (Anda tidak mengerti) bisik Delia tegas seraya menghempaskan tangan Mikail yang tadi menggenggamnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Delia melesat menuju kamar Mikail.
Ia tidak peduli apa pandangan Mikail setelah ini. Ia hanya, benar-benar kesal kali ini.
"Delia!" panggil Mikail. Tapi gadis itu tidak bergeming.
Mikail menatap pintu kamarnya ditendang tertutup oleh kaki Delia, masih dengan bibirnya yang mengomel dengan bahasa spanyol yang sama sekali tidak dimengerti Mikail.
Dan bagaimana ia bisa tidak tahu kalau gadis itu bisa berbahasa Spanyol?
-
Hampir satu jam Delia berada di kamar Mikail. Hari sudah beranjak larut dan mereka sama sekali belum makan malam.
Mikail tidak lapar, tapi ia mengkhawatirkan gadis itu. Bagaimanapun sekarang ia tinggal di rumahnya, dan berada dalam tanggung jawabnya.
Sejujurnya, ini pertama kalinya Mikail mendapatkan perlakuan seperti ini dari seorang perempuan kecuali adiknya. Semua—hampir semua—gadis akan bertekuk lutut di hadapannya, akan mengiyakan apapun yang dikatakannya.
Ia pikir Delia juga akan seperti itu. Dan sekarang ia sedikit tahu jika Delia adalah gadis yang ekspresif.
Mengumpulkan keberaniannya, perlahan Mikail memutar kenop pintu kamarnya sendiri. Ia melongokkan kepalanya ke dalam dan melihat kamarnya masih benar benar rapi seperti saat ditinggal tadi pagi.
Tidak ada tanda-tanda Delia mengamuk dan menghancurkan kamarnya—seperti yang sudah ia antisipasi. Langkah kakinya beranjak masuk lebih dalam. Mikail sedang menyisir setiap sudut ruangan kamarnya ketika ia menangkap tirai balkonnya berkibar ditiup angin.
Delia pasti ada di situ.
Perlahan Mikail menghampirinya. Gadis itu duduk tertunduk dengan memeluk lutut, tubuhnya menghadap muka balkon yang memberikan pemandangan halaman belakang yang cukup luas.
"Hei, maafkan aku," bisik Mikail halus. Ia tidak ingin mengagetkan Delia dan membuatnya tambah marah.
Tubuh tertekuk Delia tak bergerak, tapi ia mengeluarkan suara. "Aku baik-baik saja, aku tidak akan pergi meninggalkan rumah ini, hanya karena kau sedang pamer kepada semua orang tentang diriku yang menjadi rekan tidurmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mountain Of Light
RomanceCopyright © 2013 by agustineria Dilarang mengcopy, menjiplak, dan memperbanyak tanpa seijin penulis. Jangan membudayakan plagiarism. Perhatian: Cerita ini dikhususkan bagi followers saya saja. *** Aku membutuhkanmu lebih dari apapun di dunia ini...