(Preview)
Mikail terus-terusan menendang Julius meski pria itu sudah hampir pingsan karena kesakitan. "Kau keberatan aku berkenalan dengan pria brengsek ini?"
"Holy God," desis Delia. Ia tahu berteriak pada Mikail tidak akan membuatnya mendengar.
Ia memutar otak untuk mencari cara lain sampai pada akhirnya...
"Lihat aku, Mikail, lihat aku!" bisik Delia, di tengah kebisingan orang-orang yang mencemooh. Kedua tangan Delia berada di kedua sisi pipi Mikail tanpa menyentuh bagian yang terluka.
Matanya memohon, bibirnya gemetar. "Hentikan, okay?" Lirihnya memohon. "Hentikan?"
Amarah itu masih membara, tapi sedikit terkendali. Mikail tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Apa yang membuatnya semarah itu? Apakah karena fakta Delia makan siang dengan pria yang dikenalnya sebagai anak buah Simon Hill?
Atau sederhana, karena Delia makan siang dengan seorang pria?
Mikail tidak mengerti. Ia sama sekali tidak mengerti.
-
Kejadian itu terasa begitu cepat. Tapi dalam waktu yang sama, terasa sangat pelan.
Delia bisa mengingat setiap detik yang dia habiskan melihat dengan mata kepalanya sendiri pukulan demi pukulan Mikail pada lelaki brengsek itu. Bagaimana setiap pukulan yang dilayangkan meninggalkan luka bukan hanya di tubuh, tapi hati dan juga ingatan.
Delia juga ingat bagaimana kejadian itu seakan terjadi dalam satu kedipan mata. Sedetik yang lalu dia sedang beradu argumen dengan Julius, sedetik kemudian ia melihat Mikail melayangkan pukulan tanpa basa-basi, dan selanjutnya ia merasakan tubuhnya ditarik dalam sebuah pelukan hangat.
Pelukan Mikail.
Ia tidak ingat apa-apa lagi ketika tubuhnya terperangkap dalam rengkuhan kedua tangan besar itu. Hangat, nyaman, melindungi. Barulah kemudian ia menyadari, ia sedang duduk di pinggiran tempat tidur mereka dengan posisi memeluk lutut, ia sudah bersih dan sudah berganti pakaian.
Delia tidak ingat. Secepat itukah waktu berlalu? Selambat itu kah setiap adegan yang terkenang setiap detiknya dalam ingatan Delia.
Satu hal yang pasti, meskipun Delia tidak membenarkan sikap Mikail yang membabi-buta, ia tahu Julius pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.
-
(Sebelumnya di restoran)
"Delia, menjauh dari pria itu," bisik Julius. Matanya menyiratkan rasa tidak suka.
Delia mengerutkan keningnya. Apa-apan ini yang diminta Julius?
"Apa maksudmu?"
"Mikail Weston," katanya. Wajah Julius antisipatif. "Ada apa hubungan antara pria itu denganmu? Apa kalian berpacaran? Apa dia mengancammu agar menjadi wanita simpanannya atau bahkan menjadi budaknya?"
Tiba-tiba saja rasa kesal menerpa Delia. Bagaimana bisa Julius berkata seperti itu? Bagaimana Julius bisa mengatakan hal sejelek itu tentang Mikail? Apa yang diketahui Julius yang bahkan tidak mengenalnya.
"Apa-apaan ini?" salak Delia kesal. Hal yang kini paling dibencinya adalah ketika orang lain berbicara hal buruk tentang pria yang dicintainya.
Pria yang dicintainya? Mikail?
Delia menelan ludah atas pikirannya. Ia mencintai Mikail? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa seorang gadis berpikir dia mencintai seorang pria padahal tidak ada sedikitpun hubungan romantis di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mountain Of Light
RomanceCopyright © 2013 by agustineria Dilarang mengcopy, menjiplak, dan memperbanyak tanpa seijin penulis. Jangan membudayakan plagiarism. Perhatian: Cerita ini dikhususkan bagi followers saya saja. *** Aku membutuhkanmu lebih dari apapun di dunia ini...