Kami dekat, tak cukup sedekat aku dengan yoshua. Kami akrab, tak cukup seakrab aku dan vania. Kami teman, tidak dekat dan tidak jauh.
Teman sekelas yang mampu menjungkir balikan keadaan. Aku dan dia bukan sahabat, kami teman. Hanya teman, yang selalu ku harapkan lebih dari itu.
Namaku raina, aku suka hujan. Hujan bagai titik dimana aku merasakan perasaan baru. Semua orang memanggilku rain. Hampir semua temanku memanggilku hujan.
Karena sebagian dari mereka tau artis korea terkenal 'rain'. Abaikan bagian itu.
Aku dan dia, tak akan pernah menjadi kita. Karena hatiku tak pernah sampai menyentuh hatinya yang terkunci untuk semua orang.
"Rain" yoshua, cowo tinggi pemain futsal. Menghampiriku dengan tampang datar.
"Kenapa? Mau apa?" masih dengan tatapan datar dia berdiri dihadapanku.
"Pulang bareng siapa?"
"Lu"
"Arfan?"
"Mati"
"Bego"
"Dian"
"Kenapa jadi dian sial" cowo itu mencibir marah.
"Elu kenapa jadi arfan?"
"Oh, haris"
"Tai"
"Hahaha" aku memukul cowo itu dengan gemas sekaligus geram.
Yoshua, cowo menyebalkan yang rela menjadi sahabat seorang raina. Mempunyai masalah pribadi yang hampir mirip.
"Apaan dah, lu kesini sendiri?" aku melirik sekilas kebelakang tubuhnya.
"Keliatannya?"
"Sama setan" kembali seperti biasa, melengos dan menatap kearah taman belakang sekolah.
Aku dan yoshua sedang berada di atap gedung sekolah. Jam istirahat selalu aku pakai untuk kemari. Kenapa? Karena disini aku merasa nyaman.
"Woi, susu sialan. Ninggalin gua lu bocah" vania, datang dengan terengah - engah menatap yoshua a.k.a. susu kesal.
"Nini bawel, lu kan tadi lagi ngobrol sama rio" yoshua memutar bola matanya jengah.
"Berisik lu berdua, pusing gue" aku bangkit dari kursi bekas yang sudah patah bagian senderannya.
Berjalan melewati vania yang melotot menatap yoshua "lu sih" maki vania. Dengan acuh turun kembali kekelas. Tujuan setelah menikmati pemandangan taman belakang yang sepi.
...
"Rain, mau bareng gue ga pulangnya?" aku menoleh, arfan. Tersenyum lalu menggeleng pelan.
"Sama yoshua?"
"Ya"
"Bukannya dia baru aja ngajak dian balik tadi"
"Apah?!" susu sialan, pasti kerjaannya. Kalo ga lempar arfan pasti haris. Dua cowo paling ia hindari. Karena perasaan ia pada arfan dan perasaan haris padanya.
"Barusan lewat sama dian ke parkiran"
"Apah?! Sialan cucurut" dengan geram berjalan menuju parkiran. Baru sampai pintu kelas, seseorang menarik pergelangan tanganku.
"Bareng gue aja"
"Hah?"
"Lagian kita satu arah, si yoshua kan harus muter"
"Heh?"
"Udah sama gue" arfan menarikku kearah parkiran sampai kulihat vania sedang berdiri disebelah motor arfan. Bukan, di sebelah motor arfan adalah motor rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daybreak Rain
Teen FictionHidup itu tak selamanya mulus, semulus jalan tol. bahkan jalan tol saja ada lika - likunya. sama seperti kehidupan, entah itu percintaan atau pun masalah sosial lain. seperti takdir yang mungkin tak bisa kita ubah. tapi, ketetapan hidup itu tergant...