Kata menyakitkan

1.4K 76 2
                                    

Aku mulai menyanyi - nyanyi tak jelas. Ya, aku sedang berada di ruang paduan suara a.k.a. audio visual. Banyak dari anggota padus tengah menyanyi tak jelas.

Kami tengah menunggu pembina paduan suara hadir. Tiba - tiba rena -temanku di paduan suara- datang padaku dengan gelas cup berisi teh poci.

"Nih ra, lo bisa kan arahin akan kelas sepuluh? Soalnya kan kelas dua belas pada bilang ga masuk. Semua"

"Hah?" syok jelas, kemarin saat rapat anggota pengurus para kelas dua belas berbicara bahwa pertemuan berikutnya mereka tak akan datang. Alias bolos.

Aku menepuk dahi kemudian berjalan keatas podium.

"Tes tes.. Perhatian semua. Tolong berkumpul dengan masing - masing anggota suara. Karena latihan akan segera dimulai" banyak dari para anggota rusuh mencari teman kelompok suaranya.

Saat mataku menjelajah keseluruh ruangan tak sengaja kulihat seseorang tengah berdiri bersandar pada pintu masuk.

Mata kami bertemu. Tangannya terangkat menyuruhku menghampirinya. Aku melotot dan menunjuk diriku dengan telunjuk.

Kemudian turun dari podium dan berjalan kearahnya.

"Kenapa ris?" melirik kearah belakang dan menemukan anggota sudah membentuk lingkaran sesuai suara.

"Lu kapan balik? Gua anter ya?" aku mendengus dan melihat kearah belakang, lagi.

"Ga usah, gue lama dan gue bisa pulang sendiri atau minta jemput abang gue" haris terdiam sebentar lalu menatapku dalam. Tak berapa lama dia tersenyum dan mengacak rambutku.

"Yaudah, gue balik ya. Dah"

"Hem" aku menatap haris malas. Maaf bukannya aku sombong atau apa. Tapi, kalau sudah urusan hari itu semua berubah. Aku tak ingin memberi harapan palsu pada orang lain. Termasuk haris.

Karena sekali php-in pasti timbalannya lebih parah. Dan aku tak ingin mendapat balasan yang menyakiti perasaanku.

...

Lelah

Adalah kata yang sangat tepat untukku. Melirik jam, sudah jam 6. Tak sempat membantu bunda beres - beres dan menyiapkan makan malam.
Ini semua salah kedua abangku. Sudah ku telfon dan sms mereka tak juga membalas. Sampai sudah 1 jam aku menunggu dan tak ada angkutan umum lagi. Abangku yang ganteng itu a.k.a. dion membalas smsku yang berisikan menyuruhku pulang sendiri dengan alasan masih cape sepulang dari liburan.

Oh, hell.. Menyebalkan.

Dan berakhir aku berjalan kaki. Dari sini dapat kulihat pagar menjulang beberapa meter dihadapanku. Lelah, rasanya ingin pingsan.

"Ra?" menoleh kearah belakang, bang irgi tengah menatapku kaget.

"Lo jalan? Gila ya, cari mati apa? Sekolah lo sama rumah bukan kaya dari sini ke warung bakso" omel bang irgi.

"Ga ada angkot, lagian dari tadi abang sama bang dion di telfon sama sms ga jawab. Bang dion juga bilang naik angkot aja"

"Terus kenapa ga naik angkot?"

Aku mendengus malas. Dasar bolot, bathinku keki "mana ada angkot jam segitu daerah sini" bang irgi menepuk jidat dan menatapku memelas.

"Maaf ya ra, abang lupa. Tadi juga bunda udah marah - marah kamu ga pulang - pulang" haduh, bakal kena omel. Mukaku kembali tertekuk mendengar ucapan bang irgi.

"Nanti abang bilang bunda kalo abang lupa jemput. Biar kamu ga kena omel" aku tersenyum dipaksakan. Ya bang, makasih.

Memasuki rumah dengan bang irgi dibelakangku. Dapat kulihat bang dion tengah merajai sofa ruang keluarga dengan keripik kentang dipelukannya.

"Kok lama banget nyampenya sih ra? Dimarahin bunda tau rasa lu" aku mendengus dan menatap sinis bang dion.

"Pikir sendiri" melengos kearah kamarku dilantai atas. Sayup - sayup kudengar bang dion bertanya pada bang irgi apa apa denganku. Sampai teriakan memekik dari bang dion sampai kekamarku.

Aku mendengus lalu merebahkan tubuhku diatas ranjang sampai suara teriakan dari lantai bawah bergema diseluruh penjuru rumah berserta derap langkah menaiki tangga.

"Raina?!"

"Raina?!"

"Iya bun" teriakku menyahut. Bangun dari acara istirahat yang tertunda. Berjalan membuka pintu dan melihat bunda yang mendekat.

"Kamu kok pulanh malem banget? Tadi irgi bilang kamu jalan kaki? Kenapa ga minta jemput? Kan bunda ga ada yang bantuin"

"Tadi udah telfon bang irgi sama bang dion. Ra nunggu sampe 1 jam bun, baru dibales bang dion suruh naik angkot aja. Tapi angkot udah ga ada soalnya udah mau malem"

Bunda menghela nafas lalu menturuhku berganti baju dan ikut makan malam

Tak berapa lama aku berganti pakaian dan turun kebawah. Melihat semua kursi di meja makan sudah terisi penuh, termasuk ayah.

Hanya bangku kosong disebelah bang dion yang kosong. Aku mendengus pelan lalu duduk disebelah bang dion yang mulai mendekatkan diri padaku.

"Maafin abang ya ra" bisiknya lirih. Aku hanya melirik malas. Muka melasmu tak mempan bang, batinku keki.

**

Tinggal lah aku sendiri di dapur. Acara makan malam sudah selesai dari 10 menit yang lalu. Kedua abangku dan ayah tengah seru menonton pertandingan bola.

Bunda?

Ada panggilan alam. Aku tengah mencuci piring saat tiba - tiba bunda datang.

"Ra, kamu mau masuk universitas mana?" bunda menghampiriku. Mengeringkan peralatan yang baru saja selesai kucuci.

"Entah lah, aku aja ga tau bakat aku yang lebih unggul dimana" mengangkat bahu cuek.

"Ah, kamu mah pinter urusan rumah tangga doang. Masa iya kamu nikah setelah sma" bunda tampak berfikir. Tak menyadari kata - katanya telah menyakiti ulu hatiku.

Aku tersenyum dan meletakan piring terakhir kedalam lemari, menutupnya dan berpamitan pada bunda dengan alasan besok ulangan.

"Bun, ra keatas ya. Besok ulangan" berjalan menghalau suara lain dari fikiranku.

Lo tuh ga guna ra.

Yang lo bisa cuma pekerjaan rumahan.

Udah lo jadi pembantu rumah tangga aja kerja-nya.

Merebahkan tubuh diranjang empuk dengan posisi menelungkup.

'Aku tak berguna?'

-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-,-

Hai, update lagi. Padahal mah ga ada yg nunggu. Bodo amat wkwkwk. Di part ini adalah kejadian paling nyesek yang saya alami hiks. Apalah sayah mah wkwkwk. Sampe ketemu di chap selanjutnya~

Daybreak RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang