I'm fine, thank you

1.4K 76 0
                                    

Aku terduduk di sofa panjang ruang keluarga. Menatap jendela besar yang ada dirumah eyang rahmad. Kakiku berselonjor ria. Bunda dan ayah tengah melakukan pembersihan pada dapur.

Hachim

Tanganku meraih tisu yang sengaja ku sediakan diatas meja. Sebelah tanganku sibuk membalik lembar demi lembar novel yang berada dipangkuanku. Musik terdengar mengalun disepinya rumah.

Abang - abangku dalam perjalanan ke sini.

Hachim

Kembali kuraih tisu dan menunduk meraih botol mineral yang ada di atas meja.

Suara Mobil terdengar. Pasti itu Mobil bang Dion, tapi sampai beberapa detik bukan suara bang Dion yang rusuh atau bang irgi yang memarahi aksi bang Dion. Suara yang terdengar lembut dan sebuah suara yang berat. Samar - Samar mampir di telingaku.

Aku yang belum mandi ini dengan santai mengeraskan volume lagu dalam ponselku. Ayah yang kebetulan lewat menegurku lewat tatapan. Tapi apalah aku? Hanya menatap ayah yang sudah berlalu tanpa mengecilkan volume.

Ya, aku tengah liburan. Bukan liburan semester. Karena semester akan dilaksanakan 2 minggu kemudian. Aku dan keluargaku tengah liburan idul adha.

Libur yang bunda ajukan ke wali kelasku. Alias izin selamat satu minggu. Hebat, sekarang malah berleha - leha yang aku lakukan. Tanganku meraih ponselku saat kepala bunda mundul di pintu samping ruang keluarga.

Dengan tanpa rasa bersalah aku memberi cengir andalanku. Bunda hanya menggerutu dan membawa masuk seseorang yang tengah aku hindari.

"Rara, jaga sikap. Kamu ini anak gadis" aku melirik sekilas lalu bangkit membenarkan dudukku.

"Maaf ya fan, si rara emang suka males. Padahal anak gadis, kalau kebau-an usir aja" aku cemberut menatap bunda kesal. Bunda pergi dan mengamanatkan aku untuk membuat minuman. Sedangkan bunda dengan ayah tengah ber-nostalgia.

Pantas si Arfan diungsikan kesini, gerutuku pelan. Aku membuat secangkir teh manis dan menghidangkannya dengan biskuit yang ada di laci dapur.

Setelah melaksanakan amanat bunda aku kembali rebahan di sofa tadi tanpa risih dengan apa yang Arfan fikirkan. Peduli amat, kupingku terasa gatal ingin mendengarkan lagu.

Tanganku kembali meraih ponsel dan memasang headphone dengan benar. Sekilas kulihat Arfan melirikku. Mungkin dia fikir aku gadis aneh yang tengah terdampar di sebuah keluarga bangsawan.

Pemikiran yang lucu. Keadaan menjadi canggung saat aku menyalakan lagu. Bulu kudukku rasanya merinding. Mana kala Arfan yang tak hentinya melirikku.

Tak lama suara Mobil terdengar. Pasti abang - abangku tersayang, bathinku senang. Senyum tak bisa ku lepaskan dari bibirku.

Tak lama muncul bang irgi dengan tangan menenteng sesuatu.

"Eh, ada Arfan" aku mendengus ketika bang irgi memilih menghampiri Arfan dari pada aku. Menyebalkan, aku melepas headphone.

"Bang, Ade abang yang ini loh bukan yang itu" bang irgi melihatku. Lalu berguman tak jelas yang mampu membuat Arfan tertawa. Menyebalkan.

Aku beranjak memasuki kamarku. Melewati Arfan dan bang irgi. Ponselku berkedip beberapa kali. Sekilas dapat kulihat chat dari dua cucunguk yang tengah berheboh ria masalah pasangan mereka masing - masing.

Kepalaku memutar kejadian setelah ditaman belakang itu.

Usapan pada kepalaku terasa menenangkan. Rasa tiupan angin yang sepoi - sepoi menambah ketenangan fikiranku.

Daybreak RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang