"Woioioioi, cemberut aja lu su" vania datang dengan heboh ala - alanya.
"Ga napsu ribut gua sama lu ni. Walaupun lu kaya manggil gua asu" yoshua melipat kedua telapak tangannya diatas meja dan menidurinya.
"Jangan ganggu ni, lagi galau" ucapku menyuruh vania duduk dan diam memerhatikan yoshua.
"Dia kenapa rin?" bisik vania yang memang bukan bisikan untuk ukuran toa masjid seperti vania itu.
"Galau, dian cemburu sama gue. Salah gue mulu"
"Alah, paling si dian mau ngukur gimana seriusnya si cowo gadungan depan kita ini"
"Gua denger ni" yoshua mendelik kearah vania. Sedangkan vania membalas dengan cengir.
"Sengaja" memeletkan lidah bermaksud mengejek yoshua.
"Jangan lagi!" geramku tertahan.
Sungguh lelah mempunyai teman seperti mereka.
Untuk ukuran sudah punya mantan 5 dalam 1 tahun bagi seorang cowo pasti sudah handal dalam memikat hati perempuan. Dan itu semua tak berlaku pada yoshua.
Ia akan uring - uringan masalah gebetannya yang membalas kode. Atau ia akan berteriak heboh kalau dia diterima jadian. Dan itu semua tak ayal membuat para mantan selalu mengingat dirinya. Karena bagaimana pun perjuangannya sangat amat romantis.
Dan itu semua membuatku jengkel saat si kadal buluk seperti yoshua membanggakan dirinya yang seperti itu. Namun menjadi bumerang baginya dikemudian hari.
"Udah lah su, tar gue yang ngomong ke si dian" ucapku pada akhirnya. Selalu aku yang turun tangan. Dasar tak berguna, cih.
Bagai sinetron kejar tayang yang meledak. Bukan karena laris, karena banyak yang jijik. Haduh, jadi ngawur.
"Serius lu rin" bagai anak kucing kelaparan yang baru saja disodorkan sepiring full ikan demi pertumbuhannya.
"Ya"
"Yesss"
"Seneng lu curut" vania menoyor kepala yoshua diiringi suara aduh dari mulut sang korban.
"Jadi cewe yang bener apa ni" kesal yoshua.
"Ngajak ribut" vania sudah bersiap menggulung baju lengan pendeknya sampai ke bahu saat sang pujaan hati menaruh tangan di pundak vania.
"Eh, rio. Apa kabar sob" yoshua melakukan tos ala - ala laki - laki.
"Ya gini lah, lo kayanya jarang gue liat akhir - akhir ini di club futsal?" yoshua hanya menyengir membalas pertanyaan rio.
"Biasa, gaet cewe baru" bibir vania yang gatal untuk mencaci yoshua tak bisa ditahan lagi.
Setelah berbicara itu vania tiba - tiba terdiam lalu meringis pelan dan tertawa tidak jelas. Aku hanya bisa menepuk jidatku saat mengetahui duduk permasalahannya.
"Udah ah, pusing gue jadinya" aku bangkit dan menunjuk yoshua.
"Pulang anter gua lu, kalo mau dian aman di genggaman lo"
Berlalu dengan muka jumawa-nya dihadapan yoshua.
..
Grrrr
Si borokokok yoshua emang borokokok. Sialnya setelah tadi ia membuat drama kecil di parkiran dengan seenak udelnya ia menarikku dan dian ke cafe. Dan yang jadi masalahnya kenapa arfan dibawa - bawa.
Minta dipites emang ini bocah sableng.
Menghela nafas lelah.
"Jadi, gini loh di. Si kadal buntung ini sama gue ga ada apa - apa" mengusap wajah pertanda lelahnya sudah taraf akut.
Haduh.
"Cuman suatu ikatan yang tak lebih dari kata sahabat. Lagi pula, kami bertiga kok" aku menunjuk 3 jariku.
Wajah dian berangsur lega. Tapi tak sepenuhnya saat dia berkata dengan tegas.
"Gue liat lo sama yoshua nonton berdua kok, di mall GI"
"Bertiga di, si curut satu. Vania, kabur ke kamar mandi. Panggilan alam"
"Tapi.."
"Yah, yang jelas gue dan si kadal buntung itu ga ada apa - apa. Dan gue ga peduli lo mau percaya apa ngga" aku bangkit dengan muka kusut.
Bagaimana tidak, membuat drama kecil diparkiran dan menyertakan arfan itu tidak ada dalam list kamusku. Argh, membuat naik darah saja.
"Mau pulang ga lu fan?"
"Eh?.. Ya"
Arfan kemudian bangkit bersamaku meninggalkan cafe. Mengantarku pulang adalah suatu hal yang biasa bagi para fans arfan. Karena apa, ibuku dan ibu arfan adalah sahabat semasa muda.
Dan aku mau pun arfan tak pernah bertemu selama itu. Sampai kami satu sekolah, satu sma, satu kelas.
"Fan, si dian bakal jadi ga ya sama si yoshua?"
Dengan tak tau malunya mulut ini mengajak bicara seorang arfan. Yah, bertanya hanya ingin mengurangi keingin tahuan akan dugaan yang akan datang.
"Jadi, soalnya keliatan dian suka banget sama yoshua"
"Baguslah"
"Kenapa bagus"
"Gue ga perlu repot - repot ngiapin keresek buat muntah, karena kegalauan dan muka rapuhnya ngebuat gue eneg"
"Hahaha.. Dasar kamu ra" arfan mengacak rambutku perlahan. Gelenyar aneh merambat keseluruh tubuh.
Tik
Tik
Tik
"Udah ah, buruan yuk pulang. Udah sore, bunda cariin pasti" aku menaiki motor setelah itu arfan melajukan motor menuju rumah tercinta.
-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-
Hai, ada yang nunggu update-an ini tak? Ga ada ya, yaudah kalo ga ada :'(
Ya ampun, kenapa saya update belum ada minggu berikut? Entahlah, saya gemes mau update. Tapi ga ada yang nyariin hiks.
Jan lupa vomment ya. Butuh kritik dan saran. Yang pasti vote butuh sekali untuk keberlangsungan cerita ini, Ceilah.
Saya mau curcol nih. Ini cerita 90% asli. Bagian raina dan dirinya dan perasaanya dan segala sifat raina. Ya, itu amat sangat mirip saya hehehe. Btw ini cerita memang saya tuangkan atas nasip saya hiks.
Curcolnya panjang beud. Yaudah, sampai jumpa minggu depan~ bahay^^,
KAMU SEDANG MEMBACA
Daybreak Rain
Teen FictionHidup itu tak selamanya mulus, semulus jalan tol. bahkan jalan tol saja ada lika - likunya. sama seperti kehidupan, entah itu percintaan atau pun masalah sosial lain. seperti takdir yang mungkin tak bisa kita ubah. tapi, ketetapan hidup itu tergant...