****
Untuk waktu 10 tahun yang begitu lama, wajar jika seseorang melupakan atau tidak bisa mengingat lagi orang yang baru selintas ditemui. Apalagi jika tidak terlalu mengenal orang itu, hanya melihatnya sekilas.
Jadi bukankah wajar kalau aku tidak bisa mengingat dia, ya walaupun perasaanku lebih peka dari ingatanku kalau merasa pernah melihatnya.
Aku merasa terkejut bukan main saat mengetahui kalau kakak Kyu-Hyun ternyata masih bisa mengingatku bahkan mengenaliku. Kalau kuingat-ingat, waktu kami bertemu dulu dia bahkan sama sekali tidak melirik ke arahku dan hanya terfokus pada adiknya yang kabur.
Seiring berjalannya waktu, yang kutahu hanya satu hal yang tidak berubah. Rasa kagumku padanya. Ya, kecantikan wanita ini sama sekali tidak berubah. Dia lain dari wanita yang lain. Dari pertama aku sudah kagum pada keanggunannya. Dia tahu bagaimana caranya bersolek yang tidak seronok. Dan aku bisa langsung menyimpulkan kalau dia adalah wanita yang lembut dan bisa menjadi sosok ibu yang hebat suatu saat nanti. Seperti ibu....
Sampai sekarang pendapatku tentang sosok Cho Ahra masih sama. Dari dia menegurku di dalam gedung sampai percakapan kami berlangsung di sebuah kafe yang tidak jauh dari gedung les.
Ya, dia mengajakku berbincang santai di dalam kafe ini sambil menikmati secangkir kopi hangat. Suasana menjadi dingin setelah turun hujan beberapa saat lalu, padahal saat aku datang kemari langit masih cerah, namun saat latihanku selesai mendung sudah menggantung tebal di atas sana.
Aku baru tahu kalau kesuksesan Ahra, -ah, sepertinya aku juga harus memanggilnya seperti seorang kakak, Eonnie Ahra- Dalam bermain biola, mulanya dia belajar di tempat itu. Sampai sekarang dia menjadi investor terbesar di yayasan itu. Merasa berhutang jasa pada mereka yang ada di sana.
Dia pergi ke Italia untuk lebih mendalami alat musik yang sudah membuatnya tertarik. Dia merasa senang karena aku mempunyai minat yang sama dan aku pikir, aku bisa belajar lebih banyak tentang hal yang sama sekali belum kuketahui atau kupelajari darinya. Maka dari itu aku tidak bisa menolaknya saat ia mengajakku memasuki kafe ini.
Tanpa sadar, percakapan yang kami lakukan sedari tadi membuatku tahu banyak tentangnya. Tetapi aku sama sekali tidak menceritakan apa-apa tentangku karena kupikir tidak ada juga yang perlu diceritakan. Kisah hidupku tidak semenarik dan tentunya juga tidak se-wah! kisahnya. Aku hanya menceritakan tentang pekerjaanku. Itu saja. Karena hanya itu yang bisa kubanggakan saat ini.
"Kita bisa berlatih bersama. Aku mengasah lebih banyak kemampuanku dan kau bisa belajar dariku." Dia menatapku penuh tanda tanya.
Aku bingung bagaimana ingin menanggapinya. Aku mengangguk pelan. "E-Ehm... Ya, kita bisa melakukannya jika Eonnie.... Menginginkannya. Tentu saja."
"Bagus. Kalau begitu kita harus bertemu kembali. Bagaimana kalau akhir pekan ini. Apakah kau ada acara?"
Ternyata ucapannya serius....
"Kalau hari minggu aku tidak ada acara." jawabku.
"Ya. Kalau begitu kita bisa bertemu lagi hari minggu. Dan sepertinya kita bisa menjadi teman yang baik. Tidak apa-apa kan kalau aku juga bersahabat dengan sahabat adikku...."
Sahabat? Ah, ternyata dia pikir aku masih bersahabat dengan adiknya. Eonnie, adikmu saja bahkan tidak ingin melihatku sekarang. Apa masih bisa kami dibilang bersahabat? Entah apa yang akan kau katakan jika mengetahui hal ini. Dan sekarang malah Eonnie yang ingin bersahabat denganku. Aku yakin jika dia mengetahui tentangku, tentang ayahku, aku tidak tahu apakah dia masih mau bersahabat denganku seperti yang Kyu-Hyun lakukan. Masih adakah orang yang mau menerimaku selain Nae-Young dan Seung-Seung?
KAMU SEDANG MEMBACA
[Cho Kyu-Hyun Fanfiction] Chasing a Dream
Novela JuvenilSekarang, kau sangat berbeda. Sekarang, kau jauh lebih tampan. Sekarang, kau tampak lebih dewasa. Sekarang, aku bisa melihat kau bangga pada dirimu sendiri. Tapi kini kau lebih diam di depanku. Kau lebih dingin kepadaku. Setelah berlalu sepuluh tahu...