6 - Hang in There.

169 11 0
                                    

Semalem Al bilang gini: kamu kok bales chat nya lama sih? Pasti lg nulis ya?
Maapin aku ya Al, inspirasinya suka dateng pas malem sih :')
Pkoknya voments! Aku sudah mengorbankan Al demi kaliaaaaan *plak

Enjoy!

Sudah 4 hari ini aku dihukum oleh Ayah tidak boleh pergi kemanapun setelah pulang sekolah, dan selalu di antar jemput oleh kak Alvin. Ya, kak Alvin. Bukan Juli apalagi Rafi.
Hukuman ini masih berlaku selama 3 hari kedepan. Semua karena kejadian pagi itu.

*flashback*

Aku tau Ayah akan tetap marah besar walau aku menjelaskan yang sebenarnya.

"Ikut ke ruang kerja Ayah, sekarang." Tegasnya.

Aku menatap Mami dan kak Alvin meminta bantuan, tetapi mereka hanya bisa menggeleng pasrah serta memberiku tatapan seolah semuanya akan baik-baik saja.

Dengan langkah gontai aku melangkah masuk ke dalam ruang kerja Ayah.

Hawanya terasa dingin dan mencekam ditambah dengan tatapan Ayah yang seakan bisa menusukku kapan saja.

"Duduk." Pinta Ayah dingin.

Aku mengangguk lemah lalu menuruti perintah Ayah, duduk di hadapannya dengan perasaan was-was.

"Apa maksudmu membawa lelaki ke rumah ini, Vira?" Tanya Ayah langsung.

Aku menunduk, sama sekali tidak berani memandang wajah Ayah.

"Jawab pertanyaan Ayah, Vir! Waktu kita berdua tidak banyak." Sentaknya.

"Dia hanya temanku Ayah. Juli katanya tidak bisa menjemputku, dan Rafi berbaik hati menawarkan tumpangan padaku."

"Apa kamu tidak kapok? Ayah kecewa ternyata kamu belum berubah, Vir." Geram Ayah sarat emosi.

Aku menatap Ayah tidak percaya. Ya, sekarang aku sudah berani mengangkat wajahku di depan Ayah, karena mendengar kata-katanya barusan yang menyakitiku.

"Ayah tidak tau apapun. Aku bukanlah Alvira yang dulu. Sekali lagi aku jelaskan kalau saat ini Ayah hanya salah paham.

Aku permisi dulu, aku sudah terlambat." Ujarku dengan suara bergetar.

Aku berlari kecil sambil menahan tangis dan sesegera mungkin masuk ke dalam mobil Rafi. Aku tau Rafi masih di dalam ruang tamu rumahku, tapi aku tidak peduli. Buktinya Rafi langsung keluar dan ikut masuk ke mobil.

"Vira.." ujar Rafi, terlihat ingin menenangkanku yang sedang kacau.

"Stop calling me with that name!" Raungku.

Aku tau Rafi terkejut dengan sikapku sekarang, tapi sekali lagi aku tidak peduli.

"Mau diem sampai kapan? Cepetan, kita udah hampir telat." Ujarku sedingin mungkin.

Rafi menuruti perkataanku, tanpa bilang apapun ia mulai melajukan mobilnya menuju sekolah.

--

Kami sudah tiba di parkiran sekolah, dan tersisa 10 menit sebelum bel pelajaran pertama berdering.

"Lo yakin gapapa Vir? Uhm, maksud gue Ra?"

Aku mendengus kesal, mendengar masih ada embel-embel nama Vira.
Seharusnya aku tidak melimpahkan kekesalanku karena Ayah pada Rafi.
Tapi saat ini aku benar-benar sedang kalut.

"Gue bisa bawa lo ke apartemen gue, kalo lo mau. Kayaknya lo lagi butuh ketenangan." Ucap Rafi tiba-tiba.

Aku terkejut mendengar tawarannya. Rafi sepertinya sadar wajahku berubah menjadi pucat.

I AM a FREAK teenagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang