18 - Choose and Break Down.

113 10 0
                                    

"Gue denger obrolan kalian tadi. Gue pacar yang buruk, huh? Kenapa lo gak ceritain itu juga? Oh, gue tau. Ara pasti takut."

Tubuhku mulai gemetar.
Apa Adit sedang mengancamku?
Oh, tidak. Jangan sampai Adit memberitahukan hal itu pada Juli dan Kristi.

"Gausah takut. Gue gak akan bilang tentang itu ke temen lo. Gak penting juga buat gue." Ujarnya lagi.

Perlahan aku menghembuskan nafas yang ternyata sejak tadi tertahan. Tetapi aku juga belum percaya sepenuhnya kalau Adit tidak mempunyai niat terselubung untuk membocorkan rahasia besarku pada dua temanku.

Adit memutari bangku taman lalu duduk tak jauh dariku.
Aku pun menatap waspada padanya.

"Ara?" Panggilnya.

Aku masih belum terbiasa dengan suara seraknya yang setelah sekian lama baru ku dengar mengucapkan namaku lagi. Jadi aku hanya diam saja, lidahku kelu tak bisa menjawab apapun.

"Mungkin gak lo percaya kalo gue sebenernya nyesel?" Tanyanya.

Aku melirik Adit melalui ekor mataku, namun Adit sedang menatap lurus ke depan. Seolah sibuk memperhatikan pohon besar yang kira-kira ada lima langkah di hadapan kami.

"Mungkin." Jawabku singkat.

Adit mendengus,
"Kenapa?"

"Justru gak mungkin kalo lo gak nyesel sama sekali dalam kurun waktu dua tahun ini." Jelasku padanya.

Adit terkekeh pelan.
"Gue selalu tau lo gadis yang baik, Ra."

Aku menggeleng tidak setuju.
"Gue gak sebaik itu. Dulu kita sama-sama labil. Gue tau lo salah, tapi gue tetep ngikutin kesalahan lo."

"Tapi tetep aja gue keterlaluan banget sama lo, cuma gara-gara ambisi gue ditambah dengan cewek itu yang mempengaruhi gue supaya dia juga bisa leluasa deketin Vano."

"Gue tau. Ya meski lo yang ngambil itu, gue tau itu juga pertama buat lo. Seenggaknya lo gak brengsek banget lah, walaupun tetep brengsek juga sih."

Spontan wajahku pun ikut tersenyum melihat Adit tertawa kecil.

"So, lo lagi nungguin Rafi? Bukannya harusnya Vano ya?"

Aku menautkan alisku,
"Kenapa harus Evan?"

"Kata anak-anak lo pacarnya Vano. Kok, lo mau berduaan sama Rafi disini?" Tanya Adit dengan tatapan menyelidik.

Pipiku bersemu merah, untuk menutupinya pun aku mengibaskan tanganku di udara.
"Evan masih sahabat gue kali."

"Oh, jadi pacar lo yang sebenernya Rafi?" Tanyanya lagi sambil menyeringai padaku.

"Apaan sih. Gue gak ada pacar." Elakku sedikit panik.

Adit mendengus geli,
"Iya deh, gue ngerti kok."

Aku hanya mengangguk samar menanggapinya. Kemudian Adit memutar tubuhnya ke arah samping.

"Pangeran lo udah dateng, gue pergi dulu ya. Gausah jelasin apa-apa tentang obrolan kita sama guard lo, oke?"

"Kenapa?" Tanyaku bingung.

"Karena guard lo, gak sebaik lo." Ujarnya berbisik.

Adit berdiri dan membalikkan tubuhnya, berpapasan dengan Rafi yang sudah berada di belakang bangku yang sedang kududuki.

"Ngapain lo disini, hah?" Sentak Rafi, wajahnya terlihat sangat marah.

"Weits. Calm down, guard. Gue gak macem-macemin calon pacar lo kok."

I AM a FREAK teenagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang